Keislaman dari Dalam Hati
Bismillahirrahmanirrahim
Dalam kurun waktu perjalanan waktu,
manusia memang tidak pernah tahu,
dengan siapa dia bertemu.
Namun, apakah pertemuan hanya terjadi begitu saja tanpa ada makna dibaliknya?
---
Pagi ini, kulajukan motorku menuju Jalan Puri Demak untuk suatu acara.
Kali ini aku berkesempatan menjadi panitia karena di hari sebelumnya aku secara tidak sengaja bertemu dengan beberapa orang yang kemudian menarikku untuk bergabung.
Kutemui banyak orang hari ini, begitu gembira, begitu bahagia.
Turut hadir pula guru les jahitku, kak Annisa.
Tak kusangka, kepergianku ke Bali yang dulu aku tangisi karena takut hal buruk terjadi,
menjadi hal yang saat ini begitu aku syukuri.
Punya banyak teman, punya banyak kenalan, punya banyak pengalaman.
Dalam hiruk pikuk kami pagi ini, aku berkesempatan duduk di sebelah Wulan, seseorang yang baru aku kenal akhir-akhir ini.
Wulan adalah seorang mualaf, baru masuk islam Ramadhan lalu.
Uniknya adalah, kami sama-sama berasal dari Surabaya dan ternyata selama sekolah dulu kami satu angkatan.
Dia pernah mengajakku untuk pulang ke Surabaya bersama-sama dan dia pun juga bertanya tentang rencana shalat ied di Surabaya, mengingat masjid di sekitar rumahnya di Surabaya belum sesuai sunnah dalam beberapa hal.
"Kenapa mau resign?" tanyaku pada Wulan setelah dia mengutarakan keinginanya untuk pulang ke Surabaya awal September nanti. Dia berencana resign dari tempat kerja di Bali.
"Karena...sekarang kan aku kerja sebagai trainer, kerjaanku yaa aku ngomong di depan banyak orang, termasuk laki-laki," jawab Wulan.
Deg. Luar biasa.
Untuk ukuran seorang mualaf, dia bisa mengambil keputusan itu yang hadir dari keyakinanannya yang mendalam.
Wulan kelihatan begitu gembira bertemu dengan guru jahitku. Dia ingin ngebut belajar jahit agar nanti pulang ke Surabaya tetap bisa menghasilkan uang, walau dari rumah.
---
Kuberi tahu satu hal tentang perempuan.
Keputusan resign itu tidak mudah.
Keputusan berhenti mengejar materi, gengsi, dan duniawi itu sulit.
Maka, berterimakasihlah kepada para ibu yang mau mengorbankan mimpi-mimpinya untuk membesarkan kalian.
---
Wulan memang baru saja menjadi mualaf,
tetapi keputusan itu hadir dari lubuk hatinya yang terdalam.
Dia mulai belajar islam di tahun 2014,
dan tahun ini dia mengambil keputusan itu, atas izin Allah tentunya.
---
Sekali-kali, kita perlu berkaca dari kisah orang lain,
Wulan contohnya.
Yang mana, aku yakin, menjadi muallaf tidaklah mudah, terlebih dia sendirian di keluarganya.
Betapa, jangka waktu bukanlah ukuran tentang keimanan seseorang.
Ketika dia mengenal islam,
dia pun yakin bahwa apa yang telah Allah atur adalah untuk kemaslahatan hamba-hamba-Nya.
---
3 Dzulhijjah 1440H.
Sebagai pengingat betapa besar karunia yang Allah beri selama ini,
sebagai pengingat bahwa dimanapun kita berada, selalu ada pertolongan Allah.
Dalam kurun waktu perjalanan waktu,
manusia memang tidak pernah tahu,
dengan siapa dia bertemu.
Namun, apakah pertemuan hanya terjadi begitu saja tanpa ada makna dibaliknya?
---
Pagi ini, kulajukan motorku menuju Jalan Puri Demak untuk suatu acara.
Kali ini aku berkesempatan menjadi panitia karena di hari sebelumnya aku secara tidak sengaja bertemu dengan beberapa orang yang kemudian menarikku untuk bergabung.
![]() |
Langit Denpasar di pagi hari |
Kutemui banyak orang hari ini, begitu gembira, begitu bahagia.
Turut hadir pula guru les jahitku, kak Annisa.
Tak kusangka, kepergianku ke Bali yang dulu aku tangisi karena takut hal buruk terjadi,
menjadi hal yang saat ini begitu aku syukuri.
Punya banyak teman, punya banyak kenalan, punya banyak pengalaman.
Dalam hiruk pikuk kami pagi ini, aku berkesempatan duduk di sebelah Wulan, seseorang yang baru aku kenal akhir-akhir ini.
Wulan adalah seorang mualaf, baru masuk islam Ramadhan lalu.
Uniknya adalah, kami sama-sama berasal dari Surabaya dan ternyata selama sekolah dulu kami satu angkatan.
Dia pernah mengajakku untuk pulang ke Surabaya bersama-sama dan dia pun juga bertanya tentang rencana shalat ied di Surabaya, mengingat masjid di sekitar rumahnya di Surabaya belum sesuai sunnah dalam beberapa hal.
"Kenapa mau resign?" tanyaku pada Wulan setelah dia mengutarakan keinginanya untuk pulang ke Surabaya awal September nanti. Dia berencana resign dari tempat kerja di Bali.
"Karena...sekarang kan aku kerja sebagai trainer, kerjaanku yaa aku ngomong di depan banyak orang, termasuk laki-laki," jawab Wulan.
Deg. Luar biasa.
Untuk ukuran seorang mualaf, dia bisa mengambil keputusan itu yang hadir dari keyakinanannya yang mendalam.
Wulan kelihatan begitu gembira bertemu dengan guru jahitku. Dia ingin ngebut belajar jahit agar nanti pulang ke Surabaya tetap bisa menghasilkan uang, walau dari rumah.
---
Kuberi tahu satu hal tentang perempuan.
Keputusan resign itu tidak mudah.
Keputusan berhenti mengejar materi, gengsi, dan duniawi itu sulit.
Maka, berterimakasihlah kepada para ibu yang mau mengorbankan mimpi-mimpinya untuk membesarkan kalian.
---
Wulan memang baru saja menjadi mualaf,
tetapi keputusan itu hadir dari lubuk hatinya yang terdalam.
Dia mulai belajar islam di tahun 2014,
dan tahun ini dia mengambil keputusan itu, atas izin Allah tentunya.
---
Sekali-kali, kita perlu berkaca dari kisah orang lain,
Wulan contohnya.
Yang mana, aku yakin, menjadi muallaf tidaklah mudah, terlebih dia sendirian di keluarganya.
Betapa, jangka waktu bukanlah ukuran tentang keimanan seseorang.
Ketika dia mengenal islam,
dia pun yakin bahwa apa yang telah Allah atur adalah untuk kemaslahatan hamba-hamba-Nya.
---
3 Dzulhijjah 1440H.
Sebagai pengingat betapa besar karunia yang Allah beri selama ini,
sebagai pengingat bahwa dimanapun kita berada, selalu ada pertolongan Allah.
Comments
Post a Comment