Mahabbah Pekan ke-13: Ahwaalul Khabar wal Insyaa' Episode II

Bismillahirrahmanirrahim

Masih dalam program Mahabbah bersama Ustadz Nur Fajri Romadhon hafidzahullah. Kali ini kita masih dalam bahasan Ahwaalul Khabar wal Insyaa'.
 
Hal-hal yang terjadi pada Khabar dan Insyaa' dalam pembelajaran kita sebagaimana pernah kita bahas sebelumnya ada tujuh hal. Yang mana empat di antaranya sudah kita bahas pada pertemuan lalu.

Universitas Islam Madinah.
(Source: instagram.com/fadilatsyah)


Coba perhatikan kembali bagan berikut ini.

Bagan Ilmu Ma'aanii


Kita sudah membahas nomor 1, 2, 3, dan 4 pada pertemuan sebelumnya. Kali ini kita akan membahas nomor 5, 6, dan 7.

---

5. Idhmaar (الإضمار)

Ialah "penggunaan dhamir". Seperti kita tahu dhamir ada tiga kelompok, yaitu:
  • Raf' Munfashil: هو, هما، هم
  • Nashb/Jarr Muttashil: رأيته، لهما، عليها
  • Nashb Munfashil: إياه، إياها، إياهم


Wadh'udzh Dzhaahir Mawdhi'adh Dhamiir (وضع الظاهر موضع الضمير)

Meletakkan nama biasa di momen yang normalnya dhamir

Perhatikan kalimat ini.
جاء زيد
هو نسعان

Kita tahu bahwasanyadhamir untuk meringkas. Namun, ada kasus pada Al-Qur'an yang normalnya pakai dhamir, ini malah tidak pakai dhamir. Contoh:

Surat Al Baqarah: 59

فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
"Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengejakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik."

Dhamir هُمْ yang berwarna merah adalah kata ganti untuk الَّذِينَ ظَلَمُوا di depannya. Kemudian coba perhatikan lanjutan ayatnya. Allah Ta'ala menyebutkan فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا  padahal bisa saja 
disebutkan  فَأَنْزَلْنَاعَلَيْهِمْ

Mengapa Allah tidak menggunakan dhamir saja? Hal ini untuk menunjukkan bahwa hukuman yang mereka dapatkan adalah karena kedzaliman mereka. Allah pertegas dan Allah sebut kedzaliman mereka. Jika disebutkan فَأَنْزَلْنَاعَلَيْهِمْ maka seolah-olah tanpa sebab atau sebabnya tidak diperlihatkan. Allah ingin mempertegas bahwa mereka dapat siksaan itu karena mereka dzalim. 


Surat Al A'raaf: 162

فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَظْلِمُونَ
"Maka orang-orang yang dzalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan kepada mereka azab dari langit yang disebabkan kezaliman mereka."

Berbeda dengan Surat Al Baqarah: 59 di atas, pada ayat ini Allah menyebutkan عَلَيْهِمْ karena telah menyebutkan sebab mereka diadzab, yaitu بِمَا كَانُوا يَظْلِمُونَ

Intinya inilah yang dimaksud oleh Ulama Balaghah sebagai Wadh'udzh Dzhaahir Mawdhi'adh Dhamiir.


Contoh lain pada Surat At Taubah: 25 - 26

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ
ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ

Pada dua ayat tersebut, Allah pada mulanya menggunakan dhamir كُمْ beberapa kali. Namun, ketika menyebutkan bahwa Allah akan menurunkan ketenangan, Allah menggunakan عَلَى الْمُؤْمِنِينَ, bukan عَلَيْكُمْ

Hal ini karena Allah ingin mempertegas bawah ketenangan yang mereka dapatkan adalah karena mereka membersamai Rasul dan karena mereka beriman. Selalu membersamai Rasul (untuk konteks kita saat ini maksudnya adalah membersamai sunnah-sunnah beliau) dan beriman adalah sumber ketenangan.

Jika عَلَيْكُمْ saja maka pesannya kurang tersampaikan. 

Dalam hal ini juga terkandung iltifaat, yaitu perubahan dhamir كُمْ menjadi dhamir هُمْ. Namun, pesan yang kuat dalam hal ini adalah penegasan bahwa sebab turunnya ketenangan adalah ketika seseorang membersamai Rasul dan beriman. 


Dhamiirusy Sya'ni wal Qishshah (ضمير الشأن و القصة)

Menggunakan Dhamir yang tidak merujuk sesuatu sebelumnya. 

شأن: urusan/perkara -> Mudzakkar
قصة: ceritanya -> Muannats

Surat Al Mu'minun: 117

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
"Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung."

Kita tidak bisa mengatakan bahwa dhamir هُ kembali kepada مَنْ atau sesuatu yang lain di depannya.  هُ  memang tidak kembali ke sesuatu apapun di depannya. Dalam Bahasa Arab ini disebut Dhamiirusy Sya'ni.

Maknanya adalah "Sungguh perkaranya orang-orang kafir itu tiada beruntung." Hikmahnya adalah untuk membuat kita penasaran. 

Ketika dikatakan, "Sungguh perkaranya..." maka kita akan penasaran dengan lanjutannya. Sesuatu yang tersembunyi dulu lalu ditampakkan itu lebih mengerikan jika yang disembunyikan itu adalah hal buruk. Jika yang disembunyikan adalah hal baik maka lebih menyenangkan.


Surat Al Hajj: 46

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. 

Dhamir ها... ini tidak kembali kepada apapun yang ada di depannya. Hal ini disebut Dhamiirul Qishshah.

Maknanya adalah "Sungguh kisahnya..."


Dhamir Fasl (ضمير الفصل)

Yaitu menyisipkan dhamir sebagai penegasan. 

Surat Al Hijr: 9

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."

Hikmah balaghiyyah dari Dhamir Fasl adalah penegasan dan pengkhususan. 

---

6. Ta'riif dan Tankiir (التعريف و التنكير)

Ta'riif bermakna "mema'rifahkan suatu ism". Adapun tankiir adalah sebaliknya, yaitu "membiarkan suatu isim tetap nakirah." Pada dasarnya isim itu nakirah.

Hikmah Balaghiyyah Ta'riif:
🌸 Memberi makna 'Ahd (العهد) yang artinya "tersebut"

Surat Al Muzzammil: 16

فَعَصَىٰ فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا
"Maka Fir'aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat."

Tidak perlu menggunakan ذلك الرسول. Cukup dengan me-ma'rifah-kan kata rasul untuk mendapat makna "tersebut."


🌸 Memberi makna Istighraaq (الإستغراق) yang artinya "seluruh"

Surat Al Fatihah: 2

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam."

Kata الْحَمْدُ sendiri secara leterlek maknanya adalah "pujian" saja. Mengapa kemudian diterjemahkan "Segala puji"

Karena ada pe-ma'rifah-an di sana.


Surat Asy-Syarh: 5

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
"Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."

Ma'rifah pada kata الْعُسْرِ bermakna "Seluruh kesulitan..."



Hikmah Balaghiyyah Tankir:

🌸 Memberi makna Ta'dzhiim (التعظيم) yang artinya "yang besar"

Surat Al A'raaf: 113

وَجَاءَ السَّحَرَةُ فِرْعَوْنَ قَالُوا إِنَّ لَنَا لَأَجْرًا إِنْ كُنَّا نَحْنُ الْغَالِبِينَ
"Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun mengatakan, "(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?"

Maksud pe-nakirah-an di sini adalah upah yang besar.



🌸 Memberi makna Taqlil (التقليل) yang artinya "yang sedikit"

Surat Al Haaqqah: 12

لِنَجْعَلَهَا لَكُمْ تَذْكِرَةً وَتَعِيَهَا أُذُنٌ وَاعِيَةٌ
"Agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar."

Al Qadhi Baidawiy mengatakan bahwa pe-nakirah-an kata أُذُنٌ menunjukkan makna "sedikit..."


Surat At Taubah: 72

وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ۚ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan (akan mendapat) Surga yang dibawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di Surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar. Itu adalah keberuntungan yang besar."

Maksudnya adalah sedikit saja keridhaan Allah itu lebih besar dari pada Surga.



🌸 Memberi makna Naw'iyyah (النوعية) yang artinya "jenis tertentu dan tidak biasa"

Surat Al Baqarah: 7

خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
"Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan pengelihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat besar."

Maksudnya penutupnya ini aneh, tidak biasanya dan merupakan jenis tertentu. 

---

7. Al Ismiyyah wal Fi'liyyah (الإسمية و الفعلية)


Kita dapat mengungkapkan suatu makna menggunakan "isim" (kata benda) misalnya
 زيدٌ نائمٌ

Kita juga bisa mengungkapkan makna ini dengan menggunakan "fi'il" (kata kerja), semisal: زيدٌ نام/ زيدٌ ينام

Meskipun secara umum makna dari kalimat-kalimat ini sama, tetapi tentu, berbeda cara pengungkapan, detail maknanya akan berbeda.

Dari sisi balaghah:
🌸 Ismiyyah menunjukkan tsubuut (الثبوت), yaitu sesuatu yang tetap. Karena isim tidak terkait dengan waktu.
🌸 Fi'liyyah menunjukkan tajaddud (التجدد), yaitu sesuatu yang tidak tetap, tetapi dilakukan sewaktu-waktu.


Surat Al Mulk: 19

أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ ۚ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَٰنُ ۚ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu."

Kata صَافَّاتٍ merupakan isim, maknanya adalah "mengembangkan sayapnya". Kata يَقْبِضْنَ merupakan fi'il, maknanya adalah "mengatupkan sayapnya."

Ayat ini menggunakan isim dalam konteks "membentangkan sayap" karena burung lebih sering membentangkan sayap dari pada mengatupkan sayap. 


Surat Al Baqarah: 14

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
"Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok."


Kata مُسْتَهْزِئُونَ merupakan isim. Dipilih isim (bukan fi'il) karena mereka lebih sering mengolok-olok daripada beriman. 


Surat Yunus: 105

وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
"Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya."

Manusia itu berpaling lebih sering dari pada melalui bumi. Manusia kadang melalui bumi, kadang berlayar di atas laut, kadang menyelam, kadang naik gunung, kadang berpeluang di hutan, kadang melihat bintang, dll.

Maka untuk konteks berpaling, di sini digunakan isim (مُعْرِضُونَ)



Surat Hud: 69

وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَىٰ قَالُوا سَلَامًا ۖ قَالَ سَلَامٌ ۖ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ
"Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Salaman" (Selamat). Ibrahim menjawab: "Salamun" (Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang."

Tentu nabi-nabi terdahulu tidak menggunakan Bahasa Arab, tetapi menggunakan bahasa mereka masing-masing. Namun, Allah mennceritakan kisah mereka dalam bahasa Arab. Ketika Allah mengungkapkan dengan bahasa Arab, Allah ungkapkan dengan ungkapan yang sangat mewakili. Yang benar-benar mewakili konteks, pesan, perasaan, situasi, dan keindahan dari ungkapan yang dimaksud. 

Dalam ayat ini ada yang di-hadzf, yaitu pada bagian قَالُوا سَلَامًا
Takdirnya adalah يُسَلِّمُ عليكم سلامًا .
سَلَامًا manshub sebagai Maf'ul Mutlaq.

Atau bisa juga takdirnya أسألُ اللهَ سلامًا. Kata سَلَامًا di sini sebagai Maf'ul Bih.

Nabi Ibrahim menjawabnya dengan Marfu' karena beliau menggunakan Jumlah Ismiyyah. Pada bagian ini, yaitu قَالَ سَلَامٌ juga ada yang di-hadzf.
Takdirnya adalah عليكم سلامٌ.
سَلَامٌ marfu' sebagai Mubtada.

Para malaikat ketika menggunakan Jumlah Fi'liyyah maka maksudnya adalah semoga keselamatan datang, dan datang lagi lain waktu , terbaharui, tidak terus-terusan, tidak stabil, tetapi berkala-berkala.

Namun, Nabi Ibrahim menginginkan yang lebih baik. Maka Nabi Ibrahim menggunakan Jumlah Ismiyyah. Maknanya adalah semoga keselamatan yang stabil, keselamatan yang terus-terusan.

---

Demikian pembelajaran kali ini. Semoga Allah memberkahi ilmu kita semua.

Catatan Balaghah lainnya bisa dicari dengan klik tag/label berjudul "Balaghah" di bawah.

---

Selesai dicatat di Surabaya, 21 Jumadil Tsani 1444H


Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!