Belajar dari Senior Homeschooling

Bismillahirrahmanirrahim

Parenting is getting more serious as my daughter growing up.

Hafshah sudah menjelang dua tahun. Dia sudah masuk fase imajinatif sekaligus fase meniru dengan ekstrim. Iyes, anak bukan peniru yang ulung gaes, tetapi peniru yang ekstrim. 

Pernah suatu hari aku memfoto clodi-clodinya Hafshah untuk suatu hal. Ketika HP-ku aku geletakkan, Hafshah tiba-tiba mengambilnya dan meniru aku mengarahkan HP ke arah clodi-clodi tersebut seolah dia sedang memfotonya. Dia tidak bisa membuka HP-ku. Pun juga belum tahu cara menyalakan HP-ku. Namun, jujur aku mendapat pelajaran yang sangat berharga di sini, bahwa apa yang dia lihat tentangku, berpotensi akan dia tiru.

Lagi suka kemana-mana pakai helm topi


Kata orang, otak anak itu bagaikan spons. Menyerap apapun dengan mudah yang ada di sekitarnya. Aku rasa hal ini juga terjadi ke Hafshah. Hafshah punya ingatan yang kuat. Hafshah tahu letak benda-benda secara detail. Pernah suatu hari ketika kami kehilangan kunci, Hafshah tahu dimana letak kunci tersebut. Masyaa Allah.

Di satu sisi, ini adalah kabar baik bahwa milestone nya berjalan dengan baik. Namun, di sisi lain, jujur aku jadi deg-deg-an kalau-kalau dia melihat hal buruk dan menyimpan itu di memorinya. Walau tentu anak seusianya kemungkinan besar akan lupa dengan kejadian-kejadian di usia-usia ini, tetapi ini sekali lagi jadi warning bagiku untuk tidak menunjukkan hal yang tidak baik di depan Hafshah karena bisa jadi dia akan menyerap itu dan mengingatnya.

Lagi suka Rusa juga (Rumah Bambang DH)


Jadi orang tua itu memang challenging ya ternyata. Kita yang mungkin masih banyak luka dan PR untuk diri sendiri, diminta untuk membersamai anak kecil dalam pengasuhan yang tentu baik buruknya dia akan terpengaruh dengan tindak tanduk kita.

Inilah yang menyebabkan aku kembali membaca Al-Qur'an tidak menggunakan HP. Aku tidak ingin Hafshah melihat bahwa HP adalah segalanya. Pun juga aku saat ini terus memohon dan berdoa agar tidak banyak buka HP di depan Hafshah. Makanya jangan heran jika aku membalas chat pagi-pagi sekali. Aku berusaha menuntaskan urusan dengan orang lain sebelum Hafshah bangun. Walau dalam praktiknya sangat poncang-pancing, setidaknya kesadaran untuk tidak mudah HP-an di depan anak itu masih ada.

Refleksi ini sekaligus menyadarkan aku untuk menyiapkan habit yang baik mulai dari sekarang jika memang kami ingin melaksanakan homeschooling. Karena belajar dari para senior yang sudah homeschooling duluan, aku sangat merasa bahwa anak-anak homeschooling ini sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh kebiasaan orang tuanya. Aku jadi merasa relate dengan pernyataan bahwa pihak yang paling berpotensi merusak anak adalah orang tua itu sendiri karena memang orang tua lah yang akan anak lihat sehari-hari.

Happy banget ngasih makan Rusa (Kebun Bibit)


Abaikanlah tulisan ini jika ketika membacanya kamu merasa panas. Tulisan-tulisan di blogku adalah refleksi untuk diriku sendiri yang butuh untuk aku baca lagi di kemudian hari.

Aku tahu beberapa senior praktisi homeschooling. Dan seperti biasa, aku si pengamat ini mengamati beliau-beliau dari kejauhan. Call me kepo or something, tetapi aku punya alasan mengapa aku mengamati beliau-beliau ini.

Ada praktisi homeschooling yang membebaskan anak-anaknya melakukan ini dan itu. Anaknya boleh bermain HP karena menurut mereka anaknya hidup di era HP sehingga butuh bekal menggunakan HP dengan bijak. Siapa lagi yang akan mengajari mereka menggunakan HP jika bukan orang tuanya? Jika pendidiknya menggunakan HP, bukankah munafik jika anak didiknya tidak diberi HP? Begitu kata mereka. Mereka pun sejatinya menyadari bahwa anak-anaknya masih trial error dalam menggunakan HP dengan baik. Namun, mereka tetap kekeh mengizinkan anaknya menggunakan HP bahkan di usia dini sekalipun.

Udah bisa kabur kalau dipanggil


Ketika mengetahui hal ini, aku bertanya dalam hati, apakah ini benar atau tidak? Dipandang dari sisi kesehatan holistik, anak tidak sebaiknya diberi HP karena anak punya kebutuhan bergerak dan HP mencegah anak dari kebutuhan itu. Terlebih HP punya artificial blue light yang tidak baik dipandang mata. Buat orang dewasa aja ga baik, apalagi buat anak-anak. 

Dipandang dari sisi agama, menurutku memberikan anak HP di usia ketika mereka belum bisa membedakan baik dan buruk adalah sebuah bencana. Aku khawatir ketika kita melakukan ini, kita malah menjerumuskan anak. Terlalu banyak konten yang tidak bisa dikontrol orang tua dan terlalu besar dampak negatifnya bagi anak. Jika masih ingat, beberapa waktu yang lalu ada anak usia 8 tahun melakukan pelecehan seksual pada teman mainnya. Dia mengatakan dia terinspirasi dari media sosial. 

Kalau sudah demikian, korban akan sulit menuntut haknya. Karena pelakunya masih di bawah umur, paling-paling cuma diedukasi dan tidak dipenjara. Apa mungkin hal seperti ini akan memberikan efek jera? Alih-alih mendidik anak sesuai zamannya, bisa jadi malah menjerumuskan mereka ke neraka.

Namun, sekali lagi, itu adalah pandanganku. Tentu tiap orang punya pertimbangan masing-masing karena kondisi tiap orang berbeda.

Hafshah sayang bapak

Di sisi lain, ada juga praktisi homeschooling yang begitu semangat mengajari anak-anaknya bahasa Arab dan memotivasi mereka menghafal Al-Qur'an. Yang aku saksikan anak-anaknya merasa senang melakukan kedua kegiatan itu padahal anak homeshooling lain ada yang masih belum suka belajar agama. Ketika aku amati (dan mungkin aku bandingkan) mengapa ada yang demikian dan ada pula yang sebaliknya, aku menyadari bahwa pengaruh orang tua kepada anak sangat besar. Anak-anak yang suka belajar agama tadi, orang tuanya ternyata juga aktif belajar agama. Ibu bapaknya bisa bahasa Arab dan memang berkecimpung di dunia dakwah. Ibu bapaknya tetap idealis walau anaknya sudah beranjak remaja. Mungkinkah ini yang dinamakan anak tidak sekedar menjadi anak biologis tetapi juga anak idiologis?

Hafshah juga sayang ibu


Lagi-lagi sebenarnya kesimpulanku sama saja dengan apa yang aku tulis di atas. Anak adalah peniru yang ekstrim, bukan peniru yang ulung. Kebiasaan yang kita lakukan, itulah yang akan anak kerjakan. Satu contoh lebih berarti ketimbang seribu nasihat. Dan sungguh ini sesuai dengan Social Learning Theory di Psikologi Islam. Aku pernah menulis itu di web muslimah.or.id jadi mangga baca langsung di sini aja.

Alhamdulillah sangat bersyukur tulisan ini bisa dipublish di sini

Tolong doakan penelitian ini terpublish sehingga bermanfaat buat banyak orang, Aaamiin



Jadi merasa relate kan mengapa aku di awal bilang parenting is getting more serious as my daughter growing up? Udah ga main-main ini mah perkaranya. Semakin Hafshah besar, semakin ia memahami kondisi, semakin banyak yang akan ia saksikan dari keseharian orang tuanya. Akankah orang tuanya haha hihi di depan HP atau memberi dia contoh untuk mengisi waktu dengan baik dan berguna.

Sangat butuh taufik dan pertolongan Allah dalam proses pengasuhan ini. Jujur, terkadang merasa emosi sedang tidak dalam kondisi yang baik karena luka pengasuhan yang belum sembuh, tetapi di saat yang sama harus berusaha memberi teladan yang baik ke anak. Maka sungguh benarlah bahwa proses pengasuhan itu sejatinya juga memperbaiki diri kita sendiri. Karena mau tidak mau kita akan memaksa diri kita berubah menjadi lebih baik karena kita ingin anak kita demikian.

Semoga Allah tolong kita semua yang sedang berusaha ini. Dari diriku sendiri, aku saat ini hanya mampu berusaha kuliah lagi di jurusan Psikologi Islam karena aku sadar diri punya banyak hutang pengasuhan yang akan berdampak ke Hafshah jika tidak disembuhkan. Namun, lagi-lagi praktiknya sangat butuh pertolongan Allah dan sangat butuh taufik dari Allah agar Allah menjaga jiwa Hafshah dalam kebaikan dan dalam fitrah yang lurus. Aaamiin.

Selesai ditulis di waktu yang sunyi
4 Rabi'ul Awwal, 1447H

Bapaknya grounding sambil mungutin sampah. Besoknya Hafshah mungutin sampah pas grounding padahal bapak ga ikut gorunding karena kerja. See? Betapa ekstrimnya tiruannya



Comments

Popular posts from this blog

Resign untuk Kedua Kalinya

Alasan BB Hafshah Stuck Berbulan-bulan

Mendidik Tidak Mendadak - Ustadz Abdul Kholiq Hafidzahullah

Bukan Sekedar Pindah ke Kontrakan

Sistem Sekolah: Dulu Tidak Ada Yang Memberitahu Aku Tentang Ini