Berubah
Bismillahirrahmanirrahim
Pagi ini, setelah sarapan, aku, Deswanisa, dan kedua teman kami menaiki mobil untuk menuju BPPK Purnawarman.
"Disana aku tinggalnya di mess pegawai,"
"Lho kenapa, Ma?" tanya seorang teman dalam perjalanan. Selama perjalanan ini, kami memang bercerita tentang kehidupan kami di BDK masing-masing.
"Karena...disana serem sih hehe, kosnya campur baur antara cowok-cewek, dan lingkungannya itu lho, hehe..." jawabku.
"Aku takut berubah," lanjutku menjawab mereka.
"Maksudnya Ma?"
"Aku takut berubah seperti mereka kalau sering-sering lihat seperti itu," jawabku kepada mereka.
"Aku takut aku pakai celana pendek atau pakaian terbuka lainnya, kan serem..."
"Nggak mungkin lah Ma!" jawab seorang teman.
---
Hari ini adalah hari pertama Pelatihan Media Sosial Angkatan I.
Cukup menyenangkan karena kontennya millenial banget, bahas facebook, instagram, twitter, dan apa ya tadi lupa namanya haha. Sampe aku bikin akun twitter lagi gegara dengerin pemateri terkait penggunaan twitter.
Dan yang ngga kalah menyenangkan adalah karena diklatnya bareng temen-temen seangkatan. Ngga semua seangkatan sih, tapi banyak juga yang seangkatan dan ikut pelatihan ini.
Di tengah padatnya materi hari ini, aku jadi teringat pembicaraan pagi hari tadi,
tentang berubah.
---
Jujur, aku memang takut sekali berubah seperti kebanyakan mereka yang disana.
Takut tetiba pikiranku jadi liberal, takut pakaianku berubah, dan takut atas hal-hal lainnya.
Kenapa bisa gitu?
Karena...hati manusia tidak ada yang tahu, dan hatiku, bukan aku yang mengontrolnya, tapi adalah Allah.
Aku takut, kalau terbiasa melihat seperti itu, maka aku akan memaklumi, lalu perlahan-lahan mengikuti, Naudzubillahimindzalik.
Jadi, pingin pindah aja gitu?
Dilematis sebenernya, di satu sisi udah nyaman di Bali karena udah punya temen-temen baik yang banyak, deket ke Surabaya juga, ada kajian sunnah juga,
tapi di sisi lain, ya itu tadi yang aku takuti kalau aku terbiasa melihat seperti itu.
Jadi solusinya gimana Ma?
Entahlah,
tapi aku yakin...
Allah tidak dzalim kepada hamba-hamba-Nya.
Selama hamba itu berusaha mendekat, selama hamba itu berusaha hidup dengan benar, Insyaa Allah akan dibukakan pintu-pintu kebaikan selanjutnya.
Dan begitu pula sebaliknya. Bukankah jika kita melakukan suatu maksiat, akan ada satu noda yang menutupi hati?
Dan bukankah balasan dari dosa adalah dosa yang selanjutnya?
Dan ketika dosa-dosa itu telah bertumpuk, tanpa kita sadari, sensitivitas kita akan suatu kesalahan atau maksiat telah mati. Dan saat itu, kita tidak lagi bisa memandang bahwa maksiat adalah maksiat. Naudzubillahimindzalik.
---
Hati manusia tidak ada yang tahu. Ada yang pagi beriman dan sore telah berubah, ada yang sore beriman tetapi pagi sudah berubah,
maka wahai diri, mohonlah selalu ketetapan hati kepada-Nya.
mohonlah agar dijauhkan dari dosa dan maksiat.
---
Ditulis sore ini sebagai bentuk pengingat kepada diri sendiri,
Jakarta Selatan, 20 Dzulqodah 1440H
Pagi ini, setelah sarapan, aku, Deswanisa, dan kedua teman kami menaiki mobil untuk menuju BPPK Purnawarman.
"Disana aku tinggalnya di mess pegawai,"
"Lho kenapa, Ma?" tanya seorang teman dalam perjalanan. Selama perjalanan ini, kami memang bercerita tentang kehidupan kami di BDK masing-masing.
"Karena...disana serem sih hehe, kosnya campur baur antara cowok-cewek, dan lingkungannya itu lho, hehe..." jawabku.
"Aku takut berubah," lanjutku menjawab mereka.
"Maksudnya Ma?"
"Aku takut berubah seperti mereka kalau sering-sering lihat seperti itu," jawabku kepada mereka.
"Aku takut aku pakai celana pendek atau pakaian terbuka lainnya, kan serem..."
"Nggak mungkin lah Ma!" jawab seorang teman.
---
Hari ini adalah hari pertama Pelatihan Media Sosial Angkatan I.
Cukup menyenangkan karena kontennya millenial banget, bahas facebook, instagram, twitter, dan apa ya tadi lupa namanya haha. Sampe aku bikin akun twitter lagi gegara dengerin pemateri terkait penggunaan twitter.
Belum ikut foto semua, in frame: BDK Ponti, BPN, PKU, DPS, MKS, dan Pusdiklat Pajak. |
Dan yang ngga kalah menyenangkan adalah karena diklatnya bareng temen-temen seangkatan. Ngga semua seangkatan sih, tapi banyak juga yang seangkatan dan ikut pelatihan ini.
Di tengah padatnya materi hari ini, aku jadi teringat pembicaraan pagi hari tadi,
tentang berubah.
---
Jujur, aku memang takut sekali berubah seperti kebanyakan mereka yang disana.
Takut tetiba pikiranku jadi liberal, takut pakaianku berubah, dan takut atas hal-hal lainnya.
Kenapa bisa gitu?
Karena...hati manusia tidak ada yang tahu, dan hatiku, bukan aku yang mengontrolnya, tapi adalah Allah.
Aku takut, kalau terbiasa melihat seperti itu, maka aku akan memaklumi, lalu perlahan-lahan mengikuti, Naudzubillahimindzalik.
Jadi, pingin pindah aja gitu?
Dilematis sebenernya, di satu sisi udah nyaman di Bali karena udah punya temen-temen baik yang banyak, deket ke Surabaya juga, ada kajian sunnah juga,
tapi di sisi lain, ya itu tadi yang aku takuti kalau aku terbiasa melihat seperti itu.
Obrolan sama Chae beberapa waktu yang lalu, bentar, sejak kapan jadi temenan deket sama Chae ya? wkwk |
Jadi solusinya gimana Ma?
Entahlah,
Allah tidak dzalim kepada hamba-hamba-Nya.
Selama hamba itu berusaha mendekat, selama hamba itu berusaha hidup dengan benar, Insyaa Allah akan dibukakan pintu-pintu kebaikan selanjutnya.
PR kita masih banyak ya Ma! |
Dan begitu pula sebaliknya. Bukankah jika kita melakukan suatu maksiat, akan ada satu noda yang menutupi hati?
Dan bukankah balasan dari dosa adalah dosa yang selanjutnya?
Dan ketika dosa-dosa itu telah bertumpuk, tanpa kita sadari, sensitivitas kita akan suatu kesalahan atau maksiat telah mati. Dan saat itu, kita tidak lagi bisa memandang bahwa maksiat adalah maksiat. Naudzubillahimindzalik.
---
Hati manusia tidak ada yang tahu. Ada yang pagi beriman dan sore telah berubah, ada yang sore beriman tetapi pagi sudah berubah,
maka wahai diri, mohonlah selalu ketetapan hati kepada-Nya.
mohonlah agar dijauhkan dari dosa dan maksiat.
---
Ditulis sore ini sebagai bentuk pengingat kepada diri sendiri,
Jakarta Selatan, 20 Dzulqodah 1440H
Comments
Post a Comment