Belajar Menerima
Bismillahirrahmanirrahim
"Bil, nanti fotoin aku ya kalau ada (boothnya) ITB," ucapku kepada Bibil ketika kami melewati booth UGM.
"Iya Ma," jawab Bibil.
"Bil, dulu aku keterima UGM..." masih di booth UGM sambil memandangi ada apa saja di booth tersebut.
"Lha, kenapa masuk STAN?" tanya Bibil.
"Karena dulu, rasanya STAN adalah pilihan yang paling logis," jawabku.
---
Hari ini adalah hari pertama Ritech Expo 2019.
Wah apa tuu?
Itu adalah pameran terkait penelitian dan teknologi. Tahun ini diselenggarakan di Bali dan kebetulan lokasinya depan GKN banget :')
Ada banyak banget booth yang bisa dikunjungi.
Mulai dari berbagai universitas, berbagai lembaga penelitian, berbagai badan, dan berbagai wadah-wadah lainnya.
Antusias banget sama expo ini secara masih ada keinginan buat jadi ilmuan tipis-tipis, haha.
Engga kok haha, aku sudah melupakan keinginan untuk jadi ilmuan di bidang MIPA. Tertarik aja gitu sama exponya karena mungkin jiwa-jiwa MIPA-nya masih ada.
Terlebih di expo ini ada banyak talkshow dan banyak perlombaan. Sebenernya mau ikut dengerin berbagai talkshow dan ikut beberapa lomba yang disediain, salah satunya lomba menulis, tetapi Qadarullah hari ini tiba-tiba perut serasa diremas-remas dan muntah bolak balik.
"Mbak, boleh minta keresek?" tanyaku pada salah satu penjaga booth dari Universitas Sumatera Utara.
Saat mengunjungi booth USU, tiba-tiba pingin muntah, kondisi ngga memungkinkan buru-buru lari ke toilet, karena toiletnya jauh, maka pilihan paling logis saat itu ya muntah di kresek.
*Tenang ajaa aku muntahnya sembunyi sembunyi kok, dan ga bunyi "huek huek"
Bibil seperti kasihan melihatku. Aku juga ga kalah kasihan lihat Bibil, rencana hari ini jalan-jalan, malah aku rusuhi dengan drama muntah.
Haha, gapapa, qadarullah semua rencana ikut lombaku batal dan semua rencana dengerin talkshow hari ini juga batal. Rencana foto-foto booth berbagai kampus juga batal karena sepanjang perjalanan muterin expo perutku sakif banget, Alhamdulillah masih sempet nge-foto LIPI.
Dan yang paling Alhamdulillah adalah dibalik semua kesulitan karena tiba-tiba sakit hari ini, Allah kirimkan banyak orang baik dan banyak kemudahan untuk ikhtiar sehat kembali.
Sedih karena rencanaku gagal? Ngga juga, aku merasa kalau memang ga bisa ikut, ya udah, itu memang yang terbaik.
Pernah ngga sih merasa kecewa atau sedih karena gagal akan sesuatu? Sesederhana gagal ikut suatu kegiatan aja.
Manusiawi kalau sedih, tapi yang perlu kita latih itu adalah rasa percaya kita kepada Allah bahwa apa pun yang Allah takdirkan untuk kita itulah yang terbaik.
Dan aku sedang berada di titik itu. Sedang berusaha selalu mengasah keyakinan akan hal itu.
Pernah ngga lihat seseorang yang sepertinya lancar-lancar aja tu keinginannya dan ternyata itu buruk buat dia alias dalam bahasa agama islam itu namanya istidraj?
Pernah. Sangat pernah dan ga sekali dua kali.
Contoh ada orang yang dikabulkan keinginannya kuliah di luar negeri, ternyata pulang-pulang pemikirannya jadi liberal.
Atau ada orang yang sekolahnya lancar, karirnya bagus, tapi di sisi lain, anak-anaknya ngga terlalu terurus.
Jadi inget ceramah ustadz Yazid isinya kurang lebih,
Yaa Allah...
Betapa sering kita tertipu dengan hal-hal surface. Kita berdoa tentang dunia, dunia dan dunia, tetapi kita lupa untuk menyebut,
"Jika hal itu baik untukku, tolong mudahkan Yaa Rabb, dan jika itu buruk untukku tolong buat aku ikhlas."
See?
Hidup memang segampang itu kok. Segampang kita melihat dari sisi tersebut. Bersyukur kalau memang jalannya dan berusaha ikhlas kalau memang ada halangan dan terjadi apa-apa. Karena itu pasti yang terbaik untuk kita.
---
Sebelum ditutup dengan tulisan dibawah ini, let me say "thank you" to my besties, Kinanti Putri yang udah bikin kantor uwe hari Senin lalu jadi heboh.
Anyway, makasih Kinan, semoga hal-hal baik yang pernah kita diskusikan bersama tetap menjadi hal baik dan bisa kita aplikasikan, Aamiiin.
---
Denpasar, Bali
24 Dzulhijjah 1440H.
---
Tulisan oleh Kurniawan Gunadi, siang ini.
Pernah tidak memperhatikan bagaimana orang lain atau teman yang kita kenal baik menemukan pasangan hidupnya? Hingga mereka mengatakan kepadamu atau kamu mendengarnya dari orang lain tentang bagaimana rumah tangganya berjalan. Entah berita baik atau buruk.
Pernah tidak memperhatikan bagaimana ia bisa menerima orang baru dalam hidupnya? Bersedia menikah dengannya, dan bersedia menanggung konsekuensi atas keputusannya --- sesuatu yang sampai hari ini tidak kamu miliki---. Dan bagaimana kemudian ia menjalani konsekuensi tersebut.
Anggapan bahwa keputusan besar ini pasti berujung indah -- never ending fairytale -- seperti yang kita saksikan di media sosial, dsb. Justru bisa menjadi boomerang bagi diri kita sendiri.
Mau dibuat sesederhana apapun, perkara ini sama sekali tidak sederhana. Mau dibuat semanis apapun, perkara ini pasti akan memberikan rasa pahitnya. Dan kami, sekali lagi, tidak ingin menyuruh-nyuruhmu untuk segera berumah tangga. Raih dan genggamlah mimpimu sedemikian erat, jalanilah. Karena di jalan itu, pasti ada orang lain yang menitinya juga. Selesaikanlah urusanmu terhadap dirimu sendiri, orang tuamu, dan hal-hal yang kamu rasa itu amat penting dan berharga bagimu.
Persiapkan segala sesuatu yang kamu takut dan khawatirkan sampai hari ini. Karena ketakutan dan kekhawatiran itu ada karena tidak adanya persiapan. Tidak adanya kesiapan diri kita sendiri. Tidak hanya meratapi nasib dan memikirkan ketakutan itu, lantas bersembunyi dari hiruk pikuk dunia. Masalah itu takkan pergi sampai kamu bersedia menghadapinya.
Barangkali, nasihat paling bijaksana yang bisa kami ambil sampai hari ini adalah;
Keputusan ini kamu yang akan menjalani, kamu pula yang akan menanggung segala konsekuensinya. Bukan orang lain. Bukan siapa-siapa. Kalau kamu tidak siap, jangan pura-pura siap. Kalau kamu tidak yakin, jangan pura-pura yakin. Hati kecil, berbisik lirih, tapi banyak benarnya.
Ketakutan-ketakutan itu, jangan sampai mengendalikan dirimu. Mengambil alih logikamu hingga kamu gegabah dalam mengambil keputusan-keputusan besar bagi hidupmu sendiri. Keputusan-keputusan permanen, sesuatu yang sekali kamu ambil, menggema sepanjang hidupmu.
"Bil, nanti fotoin aku ya kalau ada (boothnya) ITB," ucapku kepada Bibil ketika kami melewati booth UGM.
"Iya Ma," jawab Bibil.
"Bil, dulu aku keterima UGM..." masih di booth UGM sambil memandangi ada apa saja di booth tersebut.
"Lha, kenapa masuk STAN?" tanya Bibil.
"Karena dulu, rasanya STAN adalah pilihan yang paling logis," jawabku.
---
Hari ini adalah hari pertama Ritech Expo 2019.
Wah apa tuu?
Itu adalah pameran terkait penelitian dan teknologi. Tahun ini diselenggarakan di Bali dan kebetulan lokasinya depan GKN banget :')
Ada banyak banget booth yang bisa dikunjungi.
Mulai dari berbagai universitas, berbagai lembaga penelitian, berbagai badan, dan berbagai wadah-wadah lainnya.
Antusias banget sama expo ini secara masih ada keinginan buat jadi ilmuan tipis-tipis, haha.
Objek KTTA kuuu |
Engga kok haha, aku sudah melupakan keinginan untuk jadi ilmuan di bidang MIPA. Tertarik aja gitu sama exponya karena mungkin jiwa-jiwa MIPA-nya masih ada.
Terlebih di expo ini ada banyak talkshow dan banyak perlombaan. Sebenernya mau ikut dengerin berbagai talkshow dan ikut beberapa lomba yang disediain, salah satunya lomba menulis, tetapi Qadarullah hari ini tiba-tiba perut serasa diremas-remas dan muntah bolak balik.
"Mbak, boleh minta keresek?" tanyaku pada salah satu penjaga booth dari Universitas Sumatera Utara.
Saat mengunjungi booth USU, tiba-tiba pingin muntah, kondisi ngga memungkinkan buru-buru lari ke toilet, karena toiletnya jauh, maka pilihan paling logis saat itu ya muntah di kresek.
*Tenang ajaa aku muntahnya sembunyi sembunyi kok, dan ga bunyi "huek huek"
Bibil seperti kasihan melihatku. Aku juga ga kalah kasihan lihat Bibil, rencana hari ini jalan-jalan, malah aku rusuhi dengan drama muntah.
Haha, gapapa, qadarullah semua rencana ikut lombaku batal dan semua rencana dengerin talkshow hari ini juga batal. Rencana foto-foto booth berbagai kampus juga batal karena sepanjang perjalanan muterin expo perutku sakif banget, Alhamdulillah masih sempet nge-foto LIPI.
Dan yang paling Alhamdulillah adalah dibalik semua kesulitan karena tiba-tiba sakit hari ini, Allah kirimkan banyak orang baik dan banyak kemudahan untuk ikhtiar sehat kembali.
Sedih karena rencanaku gagal? Ngga juga, aku merasa kalau memang ga bisa ikut, ya udah, itu memang yang terbaik.
Curhatan ke Cae beberapa hari yang lalu tentang sesuatu hal lain yang ingin diikuti |
Sebenernya hidup tu sesederhana ini lho |
Pernah ngga sih merasa kecewa atau sedih karena gagal akan sesuatu? Sesederhana gagal ikut suatu kegiatan aja.
Manusiawi kalau sedih, tapi yang perlu kita latih itu adalah rasa percaya kita kepada Allah bahwa apa pun yang Allah takdirkan untuk kita itulah yang terbaik.
Dan aku sedang berada di titik itu. Sedang berusaha selalu mengasah keyakinan akan hal itu.
Pernah ngga lihat seseorang yang sepertinya lancar-lancar aja tu keinginannya dan ternyata itu buruk buat dia alias dalam bahasa agama islam itu namanya istidraj?
Pernah. Sangat pernah dan ga sekali dua kali.
Contoh ada orang yang dikabulkan keinginannya kuliah di luar negeri, ternyata pulang-pulang pemikirannya jadi liberal.
Atau ada orang yang sekolahnya lancar, karirnya bagus, tapi di sisi lain, anak-anaknya ngga terlalu terurus.
Jadi inget ceramah ustadz Yazid isinya kurang lebih,
Yaa Allah...
Betapa sering kita tertipu dengan hal-hal surface. Kita berdoa tentang dunia, dunia dan dunia, tetapi kita lupa untuk menyebut,
"Jika hal itu baik untukku, tolong mudahkan Yaa Rabb, dan jika itu buruk untukku tolong buat aku ikhlas."
See?
Hidup memang segampang itu kok. Segampang kita melihat dari sisi tersebut. Bersyukur kalau memang jalannya dan berusaha ikhlas kalau memang ada halangan dan terjadi apa-apa. Karena itu pasti yang terbaik untuk kita.
---
Sebelum ditutup dengan tulisan dibawah ini, let me say "thank you" to my besties, Kinanti Putri yang udah bikin kantor uwe hari Senin lalu jadi heboh.
Kayaknya uwe harus sounding ke temen-temen we bahwa di kantor, uwe dipanggil "Aziza" biar ga ada salah alamat lagi, haha |
Sedikit ngerasa ngga enak sama mbak yang beneran dipanggil "Rahma" di kantor, karena berasa php. |
Anyway, makasih Kinan, semoga hal-hal baik yang pernah kita diskusikan bersama tetap menjadi hal baik dan bisa kita aplikasikan, Aamiiin.
---
Denpasar, Bali
24 Dzulhijjah 1440H.
---
Tulisan oleh Kurniawan Gunadi, siang ini.
Pernah tidak memperhatikan bagaimana orang lain atau teman yang kita kenal baik menemukan pasangan hidupnya? Hingga mereka mengatakan kepadamu atau kamu mendengarnya dari orang lain tentang bagaimana rumah tangganya berjalan. Entah berita baik atau buruk.
Pernah tidak memperhatikan bagaimana ia bisa menerima orang baru dalam hidupnya? Bersedia menikah dengannya, dan bersedia menanggung konsekuensi atas keputusannya --- sesuatu yang sampai hari ini tidak kamu miliki---. Dan bagaimana kemudian ia menjalani konsekuensi tersebut.
Anggapan bahwa keputusan besar ini pasti berujung indah -- never ending fairytale -- seperti yang kita saksikan di media sosial, dsb. Justru bisa menjadi boomerang bagi diri kita sendiri.
Mau dibuat sesederhana apapun, perkara ini sama sekali tidak sederhana. Mau dibuat semanis apapun, perkara ini pasti akan memberikan rasa pahitnya. Dan kami, sekali lagi, tidak ingin menyuruh-nyuruhmu untuk segera berumah tangga. Raih dan genggamlah mimpimu sedemikian erat, jalanilah. Karena di jalan itu, pasti ada orang lain yang menitinya juga. Selesaikanlah urusanmu terhadap dirimu sendiri, orang tuamu, dan hal-hal yang kamu rasa itu amat penting dan berharga bagimu.
Persiapkan segala sesuatu yang kamu takut dan khawatirkan sampai hari ini. Karena ketakutan dan kekhawatiran itu ada karena tidak adanya persiapan. Tidak adanya kesiapan diri kita sendiri. Tidak hanya meratapi nasib dan memikirkan ketakutan itu, lantas bersembunyi dari hiruk pikuk dunia. Masalah itu takkan pergi sampai kamu bersedia menghadapinya.
Barangkali, nasihat paling bijaksana yang bisa kami ambil sampai hari ini adalah;
Keputusan ini kamu yang akan menjalani, kamu pula yang akan menanggung segala konsekuensinya. Bukan orang lain. Bukan siapa-siapa. Kalau kamu tidak siap, jangan pura-pura siap. Kalau kamu tidak yakin, jangan pura-pura yakin. Hati kecil, berbisik lirih, tapi banyak benarnya.
Ketakutan-ketakutan itu, jangan sampai mengendalikan dirimu. Mengambil alih logikamu hingga kamu gegabah dalam mengambil keputusan-keputusan besar bagi hidupmu sendiri. Keputusan-keputusan permanen, sesuatu yang sekali kamu ambil, menggema sepanjang hidupmu.
Comments
Post a Comment