Mengapa Aku Memilihmu?
Bismillahirrahmanirrahim
Sudah setahun lebih nikah dan baru nulis ini sekarang wkwk
Hahaha, abis baca postingan bosnya suami tentang catatan pernikahan sama istrinya, jadi pingin nulis ceritaku juga.
*bosnya suami seumuran kami
---
Tulisan ini aku tujukan sebagai catatan untuk diingat kembali di kemudian hari...
bahwasanya betapa indah Allah mengatur hidupku dan membawaku kepada takdir terbaik untukku.
---
Cerita ini aku awali dengan kisahku di akhir tahun 2018, saat ketika aku merasa hidupku hancur.
Aku sangat linglung saat itu, yang aku lakukan dari hari ke hari menangis dan terus menangis. Aku tengah menghadapi quarter life crisis ku saat itu.
Aku tahu semua rasa sakit dan sesak yang aku rasa adalah karena dosa-dosaku. Tetapi, aku tak menyangka, begitu berat rasanya untuk menghadapinya.
Di awal tahun 2018, aku menuliskan 'menikah' sebagai salah satu target yang ingin aku capai, dan di akhir tahun itu, aku menyadari bahwa impian itu tidak akan terwujud di tahun tersebut.
Aku harus menelan pil pahit melihat satu per satu temanku menikah duluan. Bukan, bukan aku tak bahagia dengan pernikahan mereka. Hanya saja, ada bagian dalam diriku yang merasa tertinggal. Progres hidupku jauh di belakang orang lain.
---
2 Desember 2018
Di tengah dinginnya cuaca Jakarta saat itu, aku turun dari busway untuk menghadiri suatu acara.
"Jika Anda memilih menikah dengan orang yang jauh dari agama, bersiap-siaplah untuk mendapat banyak masalah."
Begitu pesan yang aku dapat dari acara itu.
Tak terasa air mataku menetes. Aku yang saat itu begitu tergoncang, aku meminta kepada Allah untuk dijodohkan dengan orang yang baik.
---
1 Januari 2019
Sehari setelah aku mendapatkan SK Penempatan di Bali, bersama seorang sahabatku, Hana Hanifah, kami turun dari KRL untuk pindah jalur.
Di tengah lalu lalangnya orang-orang yang berlarian mengejar kereta, tiba-tiba aku menangis. Aku tak lagi kuat menahan air mata yang ingin aku tumpahkan sejak hari sebelumnya.
Aku merasa hidupku benar-benar hancur saat itu. Belumlah bertemu jodoh, ditempatkan di Bali pula. Gimana caranya aku bertemu jodoh? Orang di Bali muslim minoritas. Begitu pikirku saat itu.
Ada rasa sesak dan tak rela untuk meninggalkan Jakarta. Jakarta dengan segala kerumitannya telah menjadi bagian dari hidupku. Jakarta dengan segala tempaannya telah berakar kuat di dalam hatiku.
---
Aku pindah ke Bali dengan berusaha melupakan semua rasa sakit yang aku rasakan di Jakarta.
Walau ternyata, rasa sedih itu semakin bertambah.
Aku kehilangan Blok M, aku kehilangan sahabat-sahabatku di Jakarta. Hal yang dulu menjadi penawar kesedihanku.
Saat itu, aku mempertanyakan keadilan Allah.
Mengapa teman-temanku yang pacaran dimudahkan jodohnya, dan mengapa aku yang saat itu berusaha meniti jalan yang benar susah jodohnya.
"Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah."
Nukilan dari hadits itulah yang sering aku ingat-ingat kala itu.
---
Maret 2019
Tanpa kuduga, aku bertemu dengan salah seorang teman sekelasku ketika SMA di rumahku, Lujo.
Dia tidak bermaksud menemuiku, tetapi menemui ibuku. Dia bermaksud bertanya tentang pertanian.
Aku yang saat itu masih menyimpan rasa kesal karena kehilangan Jakarta, aku menunjukkan wajah ketusku kepadanya. Aku tak mau berbincang-bincang dan ingin segera pergi dari hadapannya.
---
Juli 2019
Waktu berlalu dan aku mulai bisa menerima kenyataan untuk ditempatkan di Bali. Aku pun mulai bisa menerima kenyataan bahwa aku memang tertinggal dari orang lain.
Saat itu aku datang di acara Halal Bi Halal kelas saat SMA. Salah seorang teman mencandaiku agar menikah dengan Lujo.
Reaksiku? Tertawa. Aku menganggapnya sebagai angin lalu.
---
Sepulang dari acara itu, aku terpikir.
Apa benar Lujo jodohku?
Apa ini adalah sinyal dari Allah?
Entahlah, aku tak tahu
...
Yang aku tahu, jika memang temanku tadi serius, pasti dia akan menindaklanjuti ucapannya.
---
September 2019
Aku mulai menikmati hidupku di Bali. Tidak lagi merasa tertinggal ataupun perasaan insecure lainnya.
Dan ketika aku telah bisa mengatasi rasa sedih dan kecewaku, Allah hadirkan orang baik yang berniat baik kepadaku.
Ya, dialah Lujo, orang yang tidak aku pikirkan.
Singkat cerita, proses begitu cepat dan lancar.
Memang, ada rasa getir dan takut untuk memilihnya.
Aku takut salah pilih, aku takut bahwa kebaikannya hanya klamufase belaka.
Dan juga aku takut bercerai. Ya, aku punya trauma yang lebih besar dari orang lain tentang perceraian.
...
Tetapi, satu hal yang aku yakini
Cinta sejati tidaklah rumit,
jika dia memang jodohku, pasti semuanya akan dilancarkan.
Dan benar saja, dalam jangka waktu kurang dari dua bulan, akad telah terucap.
---
Pena telah diangkat dan tinta telah kering.
Aku yang telah lama tak bertemu dengannya, aku yang bahkan tak mencari-cari kabarnya ketika kuliah, dan aku yang tak memikirkannya
ternyata adalah jodohnya yang telah ditulis di Lauh Mahfudz.
---
Begitulah...
Tiap kali aku tertolak dari hal yang aku inginkan, sejatinya aku tengah diarahkan menjemput hikmah indah yang ditakdirkan untukku.
---
Mengapa aku memilihmu?
Karena jalan yang aku tempuh begitu mudah, seakan tanpa hambatan.
Cinta sejati tidaklah rumit. Cinta sejati pasti akan menemukan jalannya.
---
After all...
Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada teman hidupku.
Terima kasih masih bersedia menerimaku hingga saat ini, ketika semua keburukanku telah Engkau ketahui.
Terima kasih telah sabar menghadapiku, tidak membentakku walau aku tahu terkadang aku memang sangat menyebalkan.
Terima kasih masih bersedia ada di sisiku, ketika ujian demi ujian terus menerpa.
Dear Mas, you have known the worst side of me,
and you stay,
thank you.
---
Ditulis di Monang-maning, Denpasar, Bali
24 Rabi'ul Tsani 1442H
Q&A beberapa waktu yang lalu
Comments
Post a Comment