Dear Industri, Kedhalimanmu Besar Sekali
Bismillahirrahmanirrahim
Aku sempat merasa mulai kehilangan beberapa nikmat dunia akhir-akhir ini. Berawal dari tidak bisa makan ayam selain ayam kampung dan ikan selain ikan laut, ditambah dengan tidak bisa makan makanan apapun yang ada pengawet, pemanis, micin, dan teman-temannya, aku harus memutar otak sedemikian rupa agar tetap bisa makan.
Can you imagine that? Makanan apa di zaman ini yang ga ada pengawet, micin dan teman-temannya? Sedangkan aku sendiri, secara jujur pernah merasa lelah untuk masak makanan yang itu-itu saja karena keterbatasan hal yang bisa aku makan.
Sejujurnya, sinusitis ini pun juga membuat aku pernah merasa mulai kehilangan nikmat dunia berupa pernafasan yang nyaman. Setiap pagi, aku berusaha bergelut dengan udara dan debu yang bisa jadi menjadi sebab tersumbatnya kedua lubang hidungku.
Ya Allah...
Instead of mengeluh, aku ingin berterima kasih karena sudah diberi kesempatan untuk bisa makan apa saja dan bernafas dengan lega selama 25 tahun ke belakang. Aku menyadari bahwa semua ujian ini terjadi dengan sebab ulahku sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan.
Aku telah dhalim kepada diriku sendiri selama ini. Aku baru memperhatikan sisi kehalalan makanan dan abai dengan sisi ke-thayyibban yang aku konsumsi.
Dulu aku memasukkan zat-zat berbahaya yang tidak sesuai fitrah tubuhku hingga kini tubuhku bereaksi hebat. Dulu aku penggemar indomie dan makanan manis. Ketika beli makanan pun aku tidak peduli apakah makanan itu ada penyedap rasanya, tepung-tepungan, pewarna buatan, dan lain sebagainya.
Aku sangat abai hingga menyakiti diriku sendiri.
Dulu aku menganggap perkara makanan adalah perkara yang mudah. Dulu aku berpikir, setiap yang dijual berarti bisa dimakan. Ya, aku adalah salah satu korban atas ketidaktahuanku akan pola makan yang Allah ridhai.
---
Allah adalah sebaik-baik pengatur.
Di balik semua ujian berat ini, di balik pendarahan yang belum kunjung berhenti, Allah sisipkan banyak kemudahan yang seharusnya aku syukuri.
Alhamdulillah, Allah menjodohkanku dengan orang yang sangat concern dengan makanan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika suamiku adalah orang yang sembarangan perihal makanan? Padahal aku sendiri adalah orang yang perlu dikuatkan untuk menahan diri dari mengonsumsi hal-hal yang tidak baik untuk dimakan.
---
La ba'sa, thahurun Insyaa Allah.
Tidak perlu meratapi nasib dan merasa menjadi orang yang paling berat ujiannya. Kita hanya perlu menepi dan meresapi betapa banyak kemudahan yang Allah beri selama ini.
Bertemu dengan Bumi Langit, menimba ilmu langsung kepada pemiliknya, contohnya.
Bayangkan jika hari ini kita masih ada di pola hidup yang sama seperti dulu. Bayangkan betapa rusaknya tubuh kita karena makanan demi makanan yang kita masukkan dengan begitu dhalim. Jika ujian ini tidak terjadi, bisa jadi kita tak akan pernah menyadari kedhaliman yang telah kita lakukan selama ini.
---
Industri oh industri.
Pertanggungjawabanmu berat sekali. Tidakkah kau takut akan dituntut oleh miliyaran manusia atas ulahmu yang menjauhkan kami dari fitrah berdampingan dengan bumi?
Lihatlah berbagai macam produkmu yang meracuni kami. Lihatlah berbagai macam bungkus produkmu yang tidak kunjung terurai dan mengotori bumi.
Namun, apa pedulimu? Kau hanya peduli dengan uang uang dan uang. Untuk mendapatkan uang lebih banyak pun, kau rela mengklaim ini itu dan membohongi kami agar kami terpedaya dengan rayuanmu.
Bagimu yang membaca ini, masihkah kau mau jadi budak industri?
---
Ditulis di Surabaya, 30 Rajab 1443H
Comments
Post a Comment