Idul Adha yang Begitu Istimewa

Bismillahirrahmanirrahim

Ketika kecil, aku tidak memandang Idul Adha sesitimewa Idul Fitri. Mengapa? Mungkin karena dulu ada bias yang tidak aku pahami tentang hari raya umat Islam.

Iya, aku sekolah di SD Islam yang qadarullah SD ku condong pada tradisi. Selain Idul Fitri dan Idul Adha, kami diajarkan untuk merayakan Maulid Nabi, Isra Mi'raj, Tahun Baru Islam, dll. Bagiku kala itu, Idul Adha sama seperti perayaan lain selain Idul Fitri. Tidak terlalu istimewa karena sungguh kami tidak diajarkan keistimewaan apa yang ada pada Idul Adha.

Satu-satunya hal yang membuat Idul Adha istimewa bagiku saat itu adalah karena makan daging. Iya, momen Idul Adha adalah momen makan daging yang bagiku kala itu momen ini begitu indah karena dari yang kaya sampai yang miskin semuanya bisa makan daging.

Jujur saja, aku dulu tidak tahu bahwa hari raya umat Islam hanya ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Aku tidak tahu bahwa selain itu maka tidak perlu dirayakan sebagaimana yang diajarkan oleh SD ku. Maka barangkali inilah yang membuat Idul Adha kurang istimewa bagiku. Aku menganggap Idul Adha sama seperti Maulid Nabi, Isra Mi'raj, Tahun Baru Islam atau perayaan lain selain Idul Fitri.

Terlebih, dulu kami hanya diajarkan keutamaan bulan Ramadhan saja. Setelah perjuangan hebat berpuasa selama satu bulan dan perjuangan meraih malam Lailatul Qadr, perayaan Idul Fitri adalah puncak yang memang begitu indah untuk dirayakan.

Namun, untuk Dzulhijjah? Kami tidak diberi tahu bahwa 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah begitu istimewa. Kami juga tidak tahu bahwa doa di hari Arafah begitu mustajab. Kami tidak tahu keutamaan bertakbir di hari-hari tersebut.

Ibadah qurban pun seringkali hanya diceritakan sejarahnya tanpa ditekankan betapa sebagai umat Islam kita harus berusaha merealisasikannya. Pun juga aku dulu tidak tahu bahwa satu keluarga cukup satu qurbannya. Aku dulu berpikir bahwa pahala qurban hanya untuk orang yang berqurban saja, tidak sampai pada keluarganya. Karena ketidaktahuan inilah, aku dulu merasa syari'at qurban sangat membebani. Berarti satu keluarga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dong untuk berqurban? Barangkali inilah yang dulu membuat aku tidak semangat untuk berusaha merealisasikannya. Selain karena aku anak kecil yang tidak punya banyak uang, aku memandang syari'at qurban adalah syari'at yang sangat membebani.

Benar, kami dulu diajarkan adanya puasa di tanggal 9 Dzulhijjah, tetapi sungguh rasanya perjuangan puasa satu hari tidak bisa dibandingkan dengan puasa Ramadhan yang satu bulan.

Lebih-lebih lagi, ibadah haji dulu dibenakku adalah ibadahnya orang tua. Tidak ada sounding untuk segera mengusahakan naik haji ketika muda. Orang-orang di sekitarku pun tidak banyak yang bercerita tentang haji. Maka bagiku kala itu, haji adalah ibadah yang so long way to go yang barangkali belum perlu aku pikirkan saat itu.

---

Baru ketika aku mengenal manhaj salaf lah aku mulai menyadari bahwa Idul Adha adalah hari raya yang luar biasa. 

Begitu banyak perjuangan di hari-hari sebelum perayaannya.

Aku baru tahu bahwa 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah begitu istimewa. Hatiku mulai trenyuh ketika melihat tamu-tamu Allah melaksanakan ibadah haji sambil bertanya kapan aku yang akan diundang ke sana. Aku mulai paham pentingnya mempersiapkan finansial untuk haji ketika aku mengenal manhaj salaf. Sungguh hal yang memang begitu telat tetapi Alhamdulillah Allah telah menyadarkanku sebelum semakin terlambat.

Eid Mubarak Gift


Aku baru paham bahwa syari'at qurban bukanlah syari'at yang membebani. Satu keluarga cukup satu qurbannya. Dan aku rasa, qurban pun biayanya tidak begitu besar asal kita mulai menabung setahun sebelumnya. Qurban akan menjadi ibadah yang begitu bernilai perjuangannya setelah kita berusaha mengumpulkan uang sedikit demi sedikit.

Aku pun juga mulai merasakan betapa bertakbir di hari-hari tersebut adalah perjuangan. Bagaimana tidak? Kita tidam terbiasa bertakbir di hari-hari lain tetapi kita harus mendorong diri kita untuk bertakbir pada hari-hari tersebut.

Barangkali puasa di 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah memang lebih mudah dibanding puasa di bulan Ramadhan yang satu bulan penuh. Namun, tidak bisa dikatakan mudah juga ketika banyak orang tidak berpuasa dan vibes ibadah itu tidak terbangun sebagaimana di bulan Ramadhan. Terlebih, bagi perempuan sepertiku yang punya hutang puasa Ramadhan. Berusaha mengejar membayar hutang sebelum masuk bulan Dzulhijjah adalah perjuangan tersendiri. Karena tentu kita ingin berpuasa di tanggal 9 Dzulhijjah kan? Maka pastikan kita tidak punya hutang puasa sebelum memasukinya.

Dan ternyata berdoa di hari Arafah pun juga merupakan perjuangan. Kadang kala kita sebagai hamba begitu malas untuk berdoa. Dan sering kali kita pun bingung mau berdoa minta apa di kurun waktu seharian di hari Arafah tersebut. Belum lagi bagi orang yang punya aktivitas ini dan aktivitas anu, berdoa pun menjadi perjuangan sendiri. Namun, ketika mengingat bahwa doa di hari Arafah Insyaa Allah akan Allah kabulkan, semangat itu jadi muncul kembali. Semangat membaca doa-doa terbaik yang barangkali menjadi kesempatan terakhir sebelum ajal menjemput kita nanti.

Maka setelah perjuangan-perjuangan di atas yang telah aku sebutkan, hari raya Idul Adha tak kalah harunya dengan hari raya Idul Fitri. Idul Adha adalah perayaan yang begitu istimewa. Ada begitu banyak ibadah ketauhidan di sana. Ada begitu banyak usaha yang perlu kita perjuangkan sebelum datangnya hari raya ini.

---

Aku sungguh bersyukur kepada Allah yang menunjukkanku pada jalan Islam yang haq ini. Walau mungkin aku memang belum bisa maksimal dalam berjuang, setidaknya aku tidak lagi memandang bahwa Idul Adha adalah perayaan biasa yang tidak begitu istimewa. Aku tidak lagi menganaktirikan Idul Adha dibanding Idul Fitri sebagaimana yang terjadi ketika aku kecil dulu.

---

Taqabbalallahu Minna wa Minkum

Selamat Hari Raya Idul Adha 1444H.

---

Ditulis di Surabaya, 10 Dzulhijjah 1444H

Central Park Ahmad Yani Regency. Siapa tahu suatu hari punya rumah di sini hehe.






Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!