"Kamu Akan Mengerti Jika Sudah Jadi Ibu"
Bismillahirrahmanirrahim
2017 yang lalu saat menghadiri pernikahan Fitri dan Wismu di Jogja, aku menginap di kos teman SMA ku, yaitu Shabrina yang saat itu sedang kuliah di UGM. Sehari setelah acara pernikahan mereka, aku dan Shabrina pergi ke Kebun Buah Mangunan untuk berwisata alam. Lokasi wisata ini ada di atas gunung karena memang yang ditawarkan adalah pemandangan awan. Kami berangkat pukul 3 pagi naik motor berdua dan sampai sana sebelum subuh.
Setelah puas bermain di hari itu aku baru memberi tahu ibuku bahwa aku baru saja dari atas gunung. Aku mengatakan kurang lebih begini,
"Sengaja ga izin dulu. Soalnya kalau izin nanti ga dibolehin sama ibuk."
Ibuku sebenarnya tidak marah karena aku tidak izin. Toh aku juga sudah berusia 21 tahun kala itu. Ibuku pasti tahu bahwa ak sudah bisa menimbang mana yang baik dan buruk untukku. Namun memang kebiasaanku adalah pamit dulu sebelum melakukan sesuatu. Hanya saja saat itu aku tidak mau izin karena takut dilarang. Padahal, kapan lagi aku ke Jogja. Begitu pikirku kala itu.
Ibuku hanya mengatakan...
"Nanti kamu akan mengerti kalau kamu sudah jadi ibu."
Aku jadi ingat kejadian ketika aku kecil dulu. Sepertinya aku baru berusia 5 tahun kala itu. Aku bermain dengan anak-anak yang lain hingga lewat maghrib. Dan parahnya aku bermain di area luar asrama dekat jalan raya.
Ibuku mendatangiku masih memakai mukena. Muka beliau terlihat marah. Seingatku beliau langsung membawaku pulang. Aku paham betul bahwa beliau marah kepadaku saat itu.
"Nanti kamu akan mengerti kalau kamu sudah jadi ibu."
Seringkali kita merasa orang tua kita berlebihan dan banyak aturan. Namun, ternyata kita saja yang belum mengerti bagaimana rasanya ada di posisi mereka. Di posisi berusaha menjaga amanah yang sudah Allah beri dengan sebaik-baiknya.
Beberapa hari ini, ketika bergulat dengan proses meng-ASI-hi Hafshah, aku jadi mengerti bahwa menjadi orang tua itu begitu besar perjuangannya.
Iya, aku dan suami memperjuangkan Hafshah. Sama seperti ibuku memperjuangkanku dan orang tua suamiku memperjuangkan suamiku.
Aku jadi ingat kejadian menggelitik ketika aku menangis di kereta di awal tahun 2019 yang lalu. Aku menangis karena merasa tidak ada laki-laki yang mau memperjuangkan aku. Aku hanya berpikir, "Apa aku tidak pantas diperjuangkan?"
Padahal, ibuku sangat memperjuangkan aku. Ibuku membesarkan aku dengan segala upaya yang bisa beliau lakukan. Pun juga dengan segala keterbatasan beliau sebagai perempuan biasa.
Iya, aku baru mengerti ketika sudah menjadi ibu.
Tulisan ini adalah untuk mensyukuri bahwa Allah telah memberi banyak nikmat dalam hidupku. Walau aku tidak dibesarkan oleh orang tua yang lengkap, aku tetap diperjuangkan dengan sungguh-sungguh oleh ibuku.
Semoga Allah merahmati orang tua kita. Menjadikan hari tua mereka bahagia dan mengizinkan mereka hidup dalam ketaatan.
Allahumma Aamiin.
---
Selesai ditulis menjelang Isya
6 Rajab 1445H
Blog mba rahma membuatku ingin kembali menulis di blogspot lagi🥲💖
ReplyDeleteSemangat meng-ASI-hi mba. Semoga Allah mampukan mba rahma dan suami memberikan yg terbaik untuk ananda, aamiin
Yey, nanti dishare ya link blognya hehe
DeleteAllahumma Aamiin. Jazakillahu Khayran Ammah Zana