Cerita Menjadi Ibu: Kemudahan Bersama Keribetan

Bismillahirrahmanirrahim

If there is someone who says that having children is not that easy, I will say to him/her "So does not having children". Our life might be changed slightly a lot cause of their presence, but they are bringing happiness to us right?

Memasuki masa frustating dalam mengasuh bayi yang sedang belajar makan. Yang mana setelah aku pikir kembali, bukan salah siapa-siapa, melainkan salahku sendiri yang selalu berpatokan pada ukuran dan ukuran.

Iya, informasi terkait ukuran membuat aku stres. "Mengapa anakku belum makan sekian mili seperti sebagaimana postingan tersebut? Mengapa anakku tidak tidur sekian jam seperti informasi itu? Mengapaaaa?"

And it was so funny when my husband said, "Hasil didikan Kemendikbud nih kamu. Mengukur keberhasilan ini dan itu pakai standar ukuran wkwkwk. Kalau ga nyampai jadi stres (Dah kayak sekolah kan ada KKM nya). Suruh tanggung jawab tuh Kemendikbud."

Iya, aku harus mengakui bahwa menjadi seseorang yang selama ini diukur dengan standar nilai begini dan begitu yang tertulis dengan angka yang jelas membuat aku cukup triggering dengan masa-masa ini. Padahal jauh dari lubuk hatiku yang terdalam, aku tahu bahwa manusia bukanlah benda yang ukurannya harus sama. Bukan juga robot yang standarnya harus seragam. I have learned that at holistic classes.

Have a deep conversation with my husband


Namun, memang switching my mind tidaklah mudah. Logikaku sering kali bermain ketika aku tidak mencapai standar tertentu. 

Contoh 1: "Kalau Hafshah ga tidur di jam sekian dan jam sekian, maka dia ga bisa dapat hormon pertumbuhan. Kalau ga dapet hormon pertumbuhan, rasanya perjuanganku ga makan nasi biar pencernaannya oke bakal sia-sia karena BB nya akan sulit naik. Perjuanganku bikin MPASI padat nutrisi dengan bahan-bahan grassfed yang tentunya lebih pricy juga kayaknya sia-sia karena alasan yang sama..."

Contoh 2: "Hafshah ini kenapa ya BB nya stuck segitu-segitu aja? Oh iya dia kan makannya belum sekian mili tiap kali makan..."

Huft...rasanya lelah sekali hidup dengan logika dan logika seperti itu. Tanda bahwa sisi maskulinitasku masih sering muncul. Sisi yang memang selama ini terasah karena hidup di lingkungan yang mengejar pencapaian, di lingkungan dengan standar keberhasilan yang disama ratakan.

Wholistic Mamma: Mother Care

Namun memang kekhawatiranku ini bukan tanpa asalan. Sudah dua bulan Hafshah BB nya tidak naik sesuai standar KMS. Yang mana sesuai kacamata kesehatan konvensional, sudah saatnya aku mencari tahu solusinya. Bahkan kalau ngikutin kesehatan konvensional, sudah kudu cek ini inu. Apakah mungkin ada silent disease seperti ISK dan TB? 

Hafshah lahir 2,9kg. Di bulan pertama BB nya tidak naik sesuai KMS. Namun, biidznillah di bulan-bulan berikutnya ketika masih ASI, BB nya naik melesat. Jauh melampaui standar KMS. Alhamdulillah, aku harus bersyukur bahwa Hafshah punya tabungan BB sehingga ketika saat ini sudah dua bulan BB nya tidak naik sesuai standar, beratnya masih sesuai dengan usianya. Dia tidak gemuk, pun juga tidak kurus. Alhamdulillah, sebuah kemudahan yang Allah hadirkan di tengah ujian logika dan perasaan menjadi seorang ibu. 

Kalau dulu ketika jaman masih mimik ASI aja BB nya tidak melesat sehingga ia tidak punya tabungan BB, mungkin aku sangat stres sekarang melihat dia yang stuck di angka segitu-segitu aja selama dua bulan terakhir.

As long as being my children, you'll see me bringing you to nature


Hafshah pernah tidak tidur dengan baik semalaman karena menjadi sasaran nyamuk. Aku dan suami pun juga demikian yang berakibat pada sangat lelah ketika memasuki waktu Subuh. Kala itu aku sudah berpikir bahwa pasti di hari itu Hafshah akan susah makan karena jam tidurnya tidak terpenuhi. Namun, di luar dugaanku, setelah Subuh Hafshah malah minta makan yang mana itu sangat menghiburku yang sedang kelelahan baik fisik maupun mental.

Iya, sebuah kemudahan yang Allah hadirkan di tengah ujian logika dan perasaan menjadi seorang ibu.

Try to fulfill my own needs: Self development


Suatu pagi aku sedang membuat stok makanan Hafshah. Karena kecerobohanku, bunga kol kukus     terkena air rebusan yang membuat hasil kukusan itu tidak appropiate untuk dimakan Hafshah. Aku langsung ingin marah. Membuat makanan Hafshah itu takes time and energy dan sekarang hasil kukusan ini tidak bisa ia makan. Aku lelah secara fisik karena harus membuat ulang makanannya. Pun aku lelah secara batin karena saat itu sudah mendekati waktu bangun tidurnya. Yang mana jika dia bangun, urusan akan semakin runyam karena dia akan nggelendot di kakiku sehingga urusan tidak segera selesai.

Di tengah ke-hetic-an itu aku berdoa dalam hati agar Allah membuat Hafshah tidak bangun dulu. Aku memohon agar diberi kemudahan menyelesaikan keribetan akan urusan rumah dulu baru kemudian Hafshah bangun.

Dan Alhamdulillah, tidak seperti biasa yang ditidur paginya hanya sebentar, di hari itu tidurnya lama. Hafshah bagun tepat setelah aku menyelesaikan tetek bengek keriwehan yang terjadi di dapur pagi itu.

Alhamdulillah, sebuah kemudahan yang Allah hadirkan di tengah ujian logika dan perasaan menjadi seorang ibu.

A pretty evening with my little family


Selama dua bulan terakhir, aku sedang struggling akan bentuk pup Hafshah yang seringkali ambyar. Aku ikut kelas dr. Nerissa yang pada akhirnya biidznillah aku mendapat clue apa saja yang menyebabkan anak pupnya dalam kondisi tidak baik.

Anyway, ibu-ibu sekalian, jangan anggap remeh masalah pup. Bagaimana kondisi pup adalah cerminan dari apa yang dikonsumsi bayi dan ibunya. Bagaimana yang masuk akan direpresentasikan oleh bagaimana yang keluar. Dan yang terbaik adalah jika pupnya ada di bristol 3 atau 4 seperti di bawah ini.

In which bristol is your children's poop?


Sekitar dua pekan terakhir aku mencoba tidak makan ayam dan turunannya dan benar-benar cut off tepung yang selama ini kadang aku masih cheating makan tepung. Aku melakukan itu karena aku curiga bahwa Hafshah belum bisa mengonsumsi keduanya. Tahu dari mana? Terbukti dengan pupnya yang selalu ambyar dan bau asam walau aku sudah mencoba berhenti makan nasi, mencoba begini dan mencoba begitu.

Alhamdulillah, dugaanku benar. Ketika aku stop makan ayam dan turunannya dan cut off tepung, pupnya membaik. Bentuknya bagus dan tidak bau asam. Walau sejujurnya sulit tidak makan ayam dan turunannya (telur, ati, usus) aku bahagia karena akhirnya pup anakku bisa membaik. Semoga dengan tubuhnya berhenti meradang maka pencernannya semakin baik dalam mencerna nutrisi sehingga BB nya pun bisa naik.

Listen to this carefully


Namun pernah suatu hari pupnya menjadi ambyar kembali. Dugaanku karena dia mengalami gangguan tidur yang mana ini juga cukup membuat aku stres. Seperti siklus yang aku belum tahu bagaimana solusinya.

Di tengah kondisi itu, Allah hadirkan rasa syukur di dalam hatiku bahwa setidaknya anakku bisa pup. Setidaknya anakku tidak sembelit. Dan setidaknya Allah memberi aku ilmu sehingga tahu sebab-sebab mengapa anakku demikian dan demikian.

Iya, we are still progressing. Ga perlu menuntut harus sempurna. Syukuri dulu apa yang bisa disyukuri. Dan rasa syukur itu adalah pemberian Allah. Sebuah kemudahan yang Allah hadirkan di tengah ujian logika dan perasaan menjadi seorang ibu.

Changing my diet for my daughter my self


Ada banyak sekali kemudahan yang Allah berikan di tengah keribetan ini dan itu. Yang mana membuat aku sadar bahwa aku tidak bisa berharap dan minta tolong selain kepada Allah saja. Hanya Allah yang bisa mengendalikan kondisi, situasi, dan anakku.

 Alhamdulillah kini perlahan mindset ku telah berubah. Aku tidak lagi memberi makan Hafshah agar BB nya naik sekian dan sekian sesuai keinginanku. Aku memberi Hafshah makan karena makan adalah kebutuhannya. Karena dia manusia maka dia butuh makan. Titik.

Sambil terus berjuang memperbaiki. Sambil terus berusaha mengevaluasi. 

Karena sesungguhnya kondisi anak di 7 tahun pertama mereflekasikan bagaimana orang tuanya memperlakukan diri mereka sendiri selama ini. Anak hanyalah cermin dari apa yang orang tua lakukan selama ini.

This!

Alhamdulillah. Aku tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa menjadi orang tua akan banyak sekali ujian naik levelnya. Menjadi orang tua artinya kita siap belajar seumur hidup. Siap menerima ketidaksempurnaan kita dan berusaha memperbaiki kesalahan kita.

Tujuh tahun pertama adalah pondasi kesehatan yang akan anak bawa seumur hidupnya. Jika tidak berusaha semaksimal mungkin saat ini, kapan kita akan memberikan penjagaan terbaik untuk kesehatannya? Karena kesehatan adalah salah satu modal utama dia untuk beribadah kepada Allah. Untuk menjadi hamba yang bermanfaat dengan karyanya.

Maka instead of ribet sama urusan di luar rumah, fokus di dalam untuk terus making progress adalah sebaik-baik pilihan. Dan instead of ribet dengan menjejalkan anak pengetahuan ini dan itu secara kognitif, lebih baik menaruh perhatian lebih untuk kondisi pencernaannya. Karena pencernaan adalah otak kedua. Dan di tujuh tahun pertama, yang paling butuh perhatian adalah pencernaannya. Once anak kita sehat, Insyaa Allah kognitif akan mengikuti. 

Hal yang seringkali orang tua lupa adalah: belajar kognitifn bagi anak di usia dini itu memakan banyak energi. Sedangkan energi dia saat ini seharusnya difokuskan untuk menyehatkan badannya. Maka jangan heran jika anak dijejalkan pengetahuan ini dan itu dia akan mudah sakit. Bolak balik bapil, sakit ini sakit itu, dll.

PR mu sebagai ibu di tujuh tahun pertama hanya tiga Ma!
  1. Jaga pencernaannya
  2. Jaga ke-ontetik-an nya (biarkan ia menangis, biarkan ia merasakan perasaannya)
  3. Jaga will atau keinginannya (jangan sering dilarang jika memang aman dan nyaman)
Jangan pernah mengancam anak menangis dengan mengatakan akan meninggalkannya. Let them crying and be there for them


Tujuh tahun berikutnya Insyaa Allah kita akan belajar hal lain sebagai orang tua. Semangat untuk terus belajar ya Ma!

Ditulis sebagai knowledge capture jika nanti Allah izinkan punya anak kedua dans seterusnya.
22 Rabi'ul Awwal 1446H

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!