The Unspoken: Jika Ada Lomba Paling Terluka

Bismillahirrahmanirrahim

Ingin segera menulisnya mumpung masih teringat rasanya. Alhamdulillah, weekend lalu kami baru saja mengunjungi kakakku yang baru pindah rumah ke Boyolali. Ini adalah rumah kedua kakakku setelah sebelumnya dia punya rumah di Solo. Mengapa pindah ke Boyolali? Selain karena pilihan hidup, juga karena tidak ada yang bisa dipercaya menjaga anak-anaknya jika tetap di Solo. Ya, demikianlah hidup sebagai orang dewasa. Ada banyak hal tak terduga karena kondisi yang tidak bisa kita atur-atur seenaknya.

Kamar lantai dua

Pintunya lebar banget pemirsa


Rumah kakakku yang ini lebih aku sukai karena ventilasinya banyak. Konsepnya industrial. Ketika masuk ke dalam, udah kayak masuk ke cafe kekinian. Keluargaku senang kedatangan kami walaupun hakikatnya kedatangan ini membuat mereka buru-buru memasang tangga ke lantai dua. Ibuku juga terlihat senang karena sudah lama tidak bertemu anak laki-lakinya. Pun demikian dengan Hafshah yang senang kesana kemari karena berada di tempat baru.

Namun, tentu tulisan ini tidak akan bercerita detail tentang perjalanan kami di sana. Seperti yang sudah bisa ditebak, ketika aku menulis "The Unspoken" di judul, ada hal mendalam yang ingin aku kenang di sini. Dan itu semua tentang kakakku.

Slow morning be like

Jika ada lomba paling terluka, bukan aku yang berhak menjadi pemenangnya. Yang paling berhak adalah kakaku. Kakakku yang jauh lebih terluka.

Tidak ada anak yang tidak terdampak ketika orang tuanya berselisih dan bahkan berpisah. Jika kalian sering membaca blogku, kalian tentu tahu bagaimana aku jungkir balik mengatasi turbulensi emosi yang aku hadapi ketika ujian kenangan masa kecilku datang kembali. 

Ujianku berat. Namun, ujian kakaku juga berat.

Sebagai anak pertama, ketika usianya baru tiga bulan, ia dititipkan ke orang tua bapakku karena bapak ibuku sedang merintis karir di kota masing-masing. Di sana ia disayang oleh kakek nenekku tetapi jarang bertemu bapak ibuku.

Ketika usianya lima tahun, aku lahir ke dunia. Yang aku tahu saat aku lahir, hubungan bapak ibuku memang sudah tidak baik-baik saja. Mungkinkah kakakku telah menyaksikan perselisihan orang tuanya sejak saat itu? Aku tidak tahu. Yang jelas, karena dia lebih tua, mungkin dia lebih banyak melihat pertengkaran daripada aku.

Senja sambil memandangi kolam


Kakakku adalah kakak yang baik. Mengajakku bermain dan mengajariku shalat. Dia adalah teladan karena rajin dan pintar. Saat SD, aku sempat dua tahun satu sekolah bersamanya.

Namun, karena kondisi keuangan ibuku tidak stabil, ketika dia masuk SMP (yang mana aku naik ke kelas tiga SD), dia dititipkan ke budhe di desa. Walhasil sejak saat itulah aku terpisah secara raga dan tidak pernah lagi satu rumah dengannya.

Sejak saat itu, kami menjalani takdir masing-masing. Aku dengan didikan keras ibuku dan dia yang terpaksa jauh dari keluarga. Tentu di rumah budhe dia tidak dimanja karena dia harus ikut membereskan rumah sebagai orang yang tahu diri karena numpang. Untuk kedua kalinya setelah masa kecilnya dulu, dia kembali jauh dari keluarga.

Dengan interior sangat cantik


Kebayang ga sih jadi kakak gue? Punya figur bapak aja engga, ini dia ditambah mau tidak mau dititipkan. Kebayang ga gimana perasaan dia kalau rindu sama ibunya? Dia mungkin masih usia 12 tahun ketika memulai perjalanan itu. Dia ga bisa milih karena kondisinya demikian.

Ketika lulus SMA (yang mana aku sudah kelas 9 SMP), tadinya dia akan pulang ke rumah karena diterima di ITS, tetapi lagi-lagi dia jauh dari kami karena dia juga diterima di STAN. Karena STAN lebih menjanjikan dalam hal pekerjaan dan karena dia punya beban moral sebagai anak pertama, tentu dia lebih memilih STAN. Untuk ketiga kalinya, dia kembali jauh dari keluarga.

Dan ruangan shalat yang nyaman


Ketika lulus dari STAN dia harus menelan kenyataan pahit ditempatkan di Sulawesi. Bahkan setelah menikah pun dia masih di sana. Hal tersebut berlangsung hingga anak pertamanya berusia empat tahun. Buat kalian yang udah punya anak, kebanyang kan gimana rasanya jauh dari anak? Tentu ada perasaan bersalah yang menyelimuti kan?

Alhamudlillah, menjelang kelahiran anak keduanya, dia kembali ke Jawa. Kali ini benar-benar dekat dengan keluarganya. Namun, ujian hidup memang belum selesai. Karena tidak ada yang menjaga anaknya, ia tidak tinggal di rumahnya sendiri, melainkan di rumah ipar yang menjaga anak-anaknya agar bertemu anak-anaknya ketika pulang kantor. Enak ngga menurut kalian numpang di rumah ipar?

Masa kecil Hayyin & Hannah dihabiskan di ruang terbuka seperti ini Alhamdulillah


Dan saat ini, dia kembali jauh dari keluarga karena dimutasi ke kabupaten lain yang harus ditempuh menggunakan kereta. Menjadi pejuang PJKA (Pulang Jum'at Kembali Ahad) karena tidak memungkinkan pulang setiap harinya. 

Jujur, aku merasa iba dengan dia. Di masa kecil, dia seperti itu dan apakah saat ini dia harus tidak berkumpul bersama keluarga lagi?

Aku tentu banyak luka. Diasuh dengan keras dan ditambah ketidakhadiran salah satu orang tua, berkontribusi menjadikan aku seperti ini saat ini. Namun, setidaknya aku masih bersama keluarga. Sedangkan kakakku tidak mendapat kesempatan itu.

Semoga kami bisa sering berkunjung kemari


Jika ada lomba paling terluka, kakakku yang berhak menjadi juaranya, bukan aku. Dalam beberapa hal, aku merasa beruntung tidak menjadi anak pertama karena aku mendapat ASI hingga dua tahun, sekolah di Surabaya, dan bahkan mendapat kesempatan sekolah di tempat terbaik dan menjadi juara di sana.

Namun, kakakku? 

Usia tiga bulan sudah dititipkan, mau masuk sekolah terbaik di Surabaya tidak ada kesempatannya, mau jadi juara lomba ini lomba anu juga tidak ada jalannya.

See? Ujianku berat, tetapi kakakku juga berat.

Bukan tentang mewah tidaknya, tetapi tentang kebersamaannya


Tulisan ini tentu tidak bermaksud marah pada takdir. Tulisan ini adalah refleksi untuk mengingat sesusah apapun ujian kenangan masa kecilku, ada orang lain yang lebih pantas bersedih daripada aku.

Tolong jaga kakakku Ya Allah. Tolong izinkan dia berkumpul bersama keluarganya selamanya.
28 Rabi'ul Tsani 1447H.

Bahasa cinta terbaik adalah dengan doa


Comments

Popular posts from this blog

Resign untuk Kedua Kalinya

Alasan BB Hafshah Stuck Berbulan-bulan

Mendidik Tidak Mendadak - Ustadz Abdul Kholiq Hafidzahullah

Bukan Sekedar Pindah ke Kontrakan

Sistem Sekolah: Dulu Tidak Ada Yang Memberitahu Aku Tentang Ini