Sistem Sekolah: Dulu Tidak Ada Yang Memberitahu Aku Tentang Ini

Bismillahirrahmanirrahim

Setelah punya anak aku jadi begitu sadar bahwa setiap individu itu berharga. Bagaimana tidak? Proses merawat dan membesarkan anak itu sungguh penuh perjuangan. Sekedar mengurus agar anak bisa makan lahap atau agar berat badannya naik saja, orang tua seringkali jungkir balik melakukan berbagai cara. Pun demikian dengan berbagai fase lainnya.

Ketika aku memandang mata anakku dalam-dalam, aku menyadari bahwa setiap anak berhak memiliki harapan. Setiap anak sejatinya bersinar. Terlihat dari bagaimana binar wajah mereka dalam keseharian. Lihatlah bagaimana anak kecil dalam kehidupannya. Mereka lincah dan optimis. Riang gembira. Wajah mereka seakan mengatakan bahwa mereka adalah pihak yang harus diorangkan karena mereka berharga.

Hafshah cintaku


Namun, ternyata cara dunia bekerja tidak seperti itu. Dunia ini entah sejak kapan memiliki sistem eliminasi dan mencari pemenang dalam banyak keadaan.

Pernah suatu hari kami berada di lapangan yang sama dengan banyak anak SD yang baru pulang sekolah. Mereka terlihat begitu gembira melepas euforia dengan berlari-lari, bermain bola, bermain layangan, dll. Anak-anak yang unik dengan potensi dan kemampuannya masing-masing.

Rasanya, hati ini tak sanggup jika anak-anak polos tersebut harus merasa kecewa ketika tahu cara kerja dunia yang akan mengeliminasi mereka jika mereka tidak pandai dalam hal akademik. 

Iya, demikianlah dunia hari ini bekerja. Anak-anak dengan potensi akademik dianggap anak emas sedangkan mereka yang prestasinya bukan di sana dianggap sortiran 💔

Sebuah keisengan di hari Sabtu


Tidakkah kita bertanya, mengapa sih ada anak nakal? Bukankah tadinya mereka ini adalah anak-anak baik? Anak-anak yang dirawat dengan kasih sayang dan ada harapan orang tua mereka di sana kepada mereka.

Kalau yang aku pelajari di Psikologi Islam, manusia itu memang punya dua potensi, yaitu menjadi baik atau kebalikannya. Dan jiwa adalah inti yang akan mengendalikan fisik, emosi, mental, dan kognitif. Maka pengendalian jiwa itu sangat besar sekali pengaruhnya pada kehidupan kita.

Coba kita lebih berempati pada anak yang dilabeli 'nakal'. Coba lihat, apakah ada kekecewaan di hatinya? Barangkali mungkin orang tuanya LDM hingga ia tak mendapat kasih sayang yang cukup. Pun barangkali ia sering dibentak oleh orang tuanya. Dan barangkali harapan kepadanya di luar kemampuan dan potensinya hingga ketika ia tak mampu mewujudkan harapan itu, orang-orang di sekitarnya kecewa.

Memenuhi undangan teman yang buka usaha resto


Self esteem atau rasa percaya diri adalah hal yg sangat butuh dibangun di awal kehidupan seseorang. Seorang individu harus merasa dirinya berharga. Ketika ia punya rasa itu, ia akan punya motivasi untuk menjalani hidup dengan baik. Ia punya harapan akan diri dan kehidupannya sendiri. 

Namun, bayangkan jika sejak awal semua orang dinilai berharga atau tidak hanya dari kemampuan akademis. Mereka yang potensinya bukan di sana akan tersingkir. Mereka mungkin akan merasa tidak good enough sebagai seorang individu. Harapan mereka pergi. Lingkungan tidak menganggap keberadaan mereka penting untuk diperhitungkan. Tidak heran jika mereka kehilangan motivasi untuk menjalani hari dengan baik. Yang pada akhirnya mereka melakukan aktivitas yang mengarah pada kesia-siaan atau bahkan merusak dan kemudian dilabeli sebagai anak nakal.

Bawa bola pas grounding lumayan ngelatih Hafshah jongkok berdiri

Dan dulu tidak ada yang memberi tahu aku tentang ini. Dulu aku memandang bahwa mereka yang berharga adalah mereka yang akademisnya bagus. Aku memandang bahwa mereka yang kurang dalam akademis adalah anak-anak yang malas belajar. Salah mereka sendiri sehingga wajar jika mereka tersingkir dari perlombaan.

Namun ternyata setelah aku belajar kembali, sejatinya tidak ada manusia yang malas belajar. Hanya saja topik belajar yang disukai yang berbeda-beda. Dan itu memang tergantung preferensi, potensi, dan bakat masing-masing. 

Dulu aku stres berat ketika pelajaran olahraga tidak bisa rolling ke depan karena aku menganggap aku harus bisa semua mata pelajaran. Iya, sistem sekolah membuat aku berpikir seperti itu. Aku juga pernah iri dengan temanku yang tidak hanya pintar akademis, tetapi juga bisa berenang dengan baik. Sedangkan aku kala itu tidak punya kemampuan renang yang baik sehingga takut nilai pelajaran olahragaku jelek.

See? Sistem sekolah membuat kita memaksa diri kita untuk menjadi orang lain. Kita yang punya kemampuan sendiri-sendiri ini dituntut menjadi bisa pada semua mata pelajaran yang aku yakin guru-guru. kepala dinas, atau bahkan level orang-orang yang bekerja di kementerian pendidikan pun tidak bisa seperti itu. Bukti nyatanya adalah tidak ada guru yang mengajar semuaaa mata pelajaran (ini tentu levelnya SMP dan SMA yang sudah mulai berat bebannya ya). Setiap guru punya kompetensinya masing-masing. 

Dan perlombaan di sistem sekolah ini mencabut originalitas seorang individu. Bagaimana tidak? Mereka akan berusah memenuhi tuntutan sekolah sehingga abai pada potensinya sendiri. Lama-lama potensi itu redup dan redup hingga ia tak lagi sadar bahwa kemampuannya di sana. Tak heran kan jika masih sangat banyak yang setelah lulus SMA bingung mau kuliah di jurusan apa? Pun juga banyak sekali yang lulus kuliah bingung potensinya dimana. 

Jika boleh aku katakan, sungguh sistem ini membuang banyak waktu dan usia bagi seorang individu untuk mengembangkan originalitasnya masing-masing. 

Anakku si kinestetik


Aku tidak membenci pendidikan, tetapi aku mempertanyakan sistem sekolah. Jujur aku suka sekolah karena biidznillah potensiku di akademis dan aku merasa berharga dengan belajar akademis, tetapi aku berempati kepada banyak pihak yang jadi merasa tersingkir dan tersisihkan karena sistem ini. 

Sebagai ibu yang berusaha membesarkan anak sebaik mungkin, berusaha merawat anak dan menjaga agar binar mata dan harapannya terus tumbuh, aku tidak akan rela jika anakku merasakan perasaan tersingkir karena sistem sekolah yang demikian. Coba lihat anak-anak dengan nama indah mereka. Orang tuanya menitipkan doa yang begitu baik pada nama masing-masing. Akankah sinar dan impian itu pupus perlahan karena sistem eliminasi yang mana selalu mencari yang terbaik dari sistem sekolah? 

Sebuah renungan bagi kita orang tua. 

Selesai ditulis di waktu Subuh
3 Safar 1447H

Nitip di sini agar ketika rasa baper itu muncul lagi...


Aku bisa mengingat mengapa Allah membuat jalan hidupku begini


Comments

Popular posts from this blog

Resign untuk Kedua Kalinya

Bukan Sekedar Pindah ke Kontrakan

Alasan BB Hafshah Stuck Berbulan-bulan

Mendidik Tidak Mendadak - Ustadz Abdul Kholiq Hafidzahullah