Parents Live Talk: Regulasi Emosi Ibu bersama dr. Pinansia Fiska Poetri

Bismillahirrahmanirrahim

Ahad pagi ini menyenangkan sekali. Hari ini adalah hari terakhir Syariah Fair Jatim 2022. Hari ini ada banyak kegiatan menarik di SFJ. Salah satunya adalah Parents Live Talk yang diselenggarakan oleh @parentingmuslimid

Pada kesempatan kali ini, dr. Pinan diundang menjadi pembicara. Kali ini yang dibahas adalah tentang Regulasi Emosi Ibu.  Walau belum jadi ibu-ibu, tapi sungguh materi ini sangat kami butuhkan. Hitung-hitung mempersiapkan ilmu sebelum nanti Allah beri amanah baru menjadi seorang ibu. 

Ada banyak sponsor dalam penyelenggaraan acara ini. Sebagai salah satu 100 pendaftar pertama, kami mendapat beberapa merchandise yang sangat bermanfaat. 

So here we go!!

Catatan Parenting Live Talk dari Parenting Muslim bersama dr. Pinan.

Dateng pagi biar dapet duduk depan


---

Setiap kita punya banyak peran di dunia. Kita adalah siapa dari siapa. Misal, kita adalah istri dari suami, kita adalah anak dari orang tua, kita adalah adik dari kakak kandung kita, pun kita juga adalah ibu dari anak-anak kita. 

Dalam suatu waktu, ada peran yang perlu kita majukan dan ada peran yang perlu kita mundurkan. Tergantung kondisinya. Tidak bisa semua peran kita jalankan dalam satu waktu.

Sadar tidak? Ada satu peran yang sangat mudah kita pukul mundur. Apa itu? Yaitu peran menjadi diri sendiri.

Seringkali perempuan yang telah berumah tangga memukul mundur perannya sebagai dirinya sendiri. Mendahulukan keperluan pihak-pihak lain hingga lupa dengan dirinya sendiri. Contoh, dari pagi bersih-bersih rumah hingga lupa makan. Contoh lain, ingin selalu hadir membersamai anak bermain hingga lupa membersihkan diri sendiri bahkan tak sadar daster yang dipakai belum ganti.

Niat ini tentunya baik, tetapi mengesampingkan peran diri sendiri membuat peran-peran lain tidak terurus dengan baik.

Kita sebagai perempuan perlu mengenal diri kita dan mengetahui kebutuhan kita sendiri. Karena kebutuhan yang tidak terpenuhi adalah trigger meletusnya amarah. 

Hal ini perlu kita pahami agar ketika momen marah ini datang kita lebih mudah melatih diri untuk meregulasi amarah kita. 

Regulasi emosi ibu


---

Kita yang hari ini tidak bisa lepas dari pola asuh di masa lalu. Dari pola pengasuhan itu, pasti ada hal yang ingin kita eliminasi dan ada pula hal yang ingin kita adaptasi. Contoh, dulu ketika orang tua marah, mereka sering membentak kita. Kita ingin sekali mengeliminasi hal ini dan tidak ingin melakukan hal yang sama pada anak-anak kita. Di sisi lain, dulu orang tua sering menasehati kita dengan petuah yang baik. Hal ini ingin kita adaptasi dalam membesarkan anak-anak kita. Jadi dalam proses pengasuhan kita dulu, ada hal-hal yang ingin kita eliminasi dan ingin kita adaptasi.

Nyatanya, proses eliminasi ini sulit karena pola otak kita telah terbentuk sedemikian rupa dengan kejadian-kejadian berulang yang telah terjadi. Karena apa yang terjadi di masa kanak-kanak begitu membekas. Otak anak usia dini seperti spons yang menyerap apapun yang ada di sekitarnya. Anak bukan peniru yang ulung tetapi anak adalah peniru yang ekstrim.

Demikian pula dengan regulasi marah ini. Barangkali ada di antara kita yang sulit mengendalikan marah karena pola itu telah terbentuk puluhan tahun. Untuk membentuk pola baru, perlu latihan berulang-ulang dan tentunya perlu minta tolong kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

---

Lalu apa saja sebenarnya kebutuhan yang jika tidak terpenuhi bisa men-trigger kemarahan kita? Coba perhatikan diagram berikut ini.

Hierarchy of Needs by Maslow


Pertama, aspek fisiologis.
Ini adalah aspek yang sangat kita butuhkan dalam menjalani hari-hari kita. Namun, betapa banyak ibu yang mengesampingkan urusan makannya karena mengurus anak, suami, dan rumah? Betapa banyak ibu yang kurang waktu tidurnya karena ketika malam hari ingin me time  malah tidak sadar telah berjam-jam di depan layar? Kurang makan, kurang minum, kurang tidur tentu memberi efek energi yang berbeda pada kita dan tentu mempengaruhi mood kita. 

Perhatikan kembali jam makan. Perhatikan kembali kualitas me time dan self reward nya. Me time itu lebih enak jika sedikit-sedikit tetapi sering. Contoh makan dengan fokus, mencoba resep baru, menyiram tanaman, dan powernap selama 15 menit.

Kedua, aspek rasa aman.
Alhamdulillah kita hidup di negeri yang aman dan tidak ada konflik. Hal yang bisa mengancam rasa aman kita di antaranya adalah panemi dan bencana alam. 

Adapun hal yang terjadi di rumah di antaranya adalah keteraturan peletakkan barang. Betapa banyak ibu yang uring-uringan jika mencari pisau dapur yang harusnya di atas meja tetapi ketika dibutuhkan dia tidak ada? Dalam hati ibu berkata, "Ini siapa yang mindahin? Kenapa ga dibalikin di tempatnya? dll."

Jujur, di bagian ini aku sangat relate. Sering bersumbu pendek jika mencari sesuatu di dapur dan tidak ketemu xixixi.

Ketiga, aspek sosial.
Kapan terakhir kali kita pillow talk dengan suami tanpa membicarakan hal-hal rumah tangga seperti tagihan listrik, biaya pendidikan anak, dll? Barangkali kita sering bersumbu pendek karena kebutuhan ini tidak terpenuhi. Ketika punya anak, kita menjadi tim dengan suami sebagai orang tua tetapi lupa bahwa sejatinya kita adalah sepasang kekasih dengan suami.

Terkait pertemanan, coba kenalilah diri kita sendiri. Ada orang yang nyaman dengan berkomunitas besar tetapi ada juga orang yang nyaman dengan circle yang kecil. Kita tidak perlu memaksakan diri mengikuti pola hidup orang lain jika memang kita lebih nyaman dengan circle yang kecil. 

Berkaitan dengan teman, kapan juga terakhir kali kita ngobrol dengan teman dekat? Sekedar ngobrol untuk update kehidupan dan tentunya bukan ngobrol untuk menggibah orang lain. 

Kebutuhan sosial ini perlu kita penuhi tetapi tantangan terbesarnya adalah waktu.

Keempat, aspek penghargaan.
Betapa banyak perempuan yang tadinya bekerja lalu menjadi IRT kemudian merasa itu berat sekali? Barangkali kita masih proses adaptasi dengan masa transisi ini. 

((Mohon maaf tidak terlalu menyimak pada bagian ini))

Kelima, aspek aktualisasi diri.
Banyak yang bersumbu pendek ketika ilmu tidak upgrade dan semisalnya. Maka kebutuhan akan aktualisasi diri ini penting. Bisa dipenuhi dengan ikut kelas-kelas dengan tema yang kita butuhkan.

---

Lalu bagaimana cara meregulasi emosi yang tengah terjadi? Utamanya jika sedang marah pada anak.

Step yang direkomendasikan oleh dr. Laura Markham



Stop, drop, breathe

  1. Berhenti berbicara begitu kita merasa mau teriak ke anak. Sekuat apapun keinginan untuk teriak/bicara itu, berhentilah. Tahan. Jika susah sekali menahan maka coba ganti dengan berdeham atau humming.
  2. Jatuhkan. Relakan dulu momen tersebut Jangan memaksa harus diselesaikan saat itu juga karena kita sedang tidak siap. Terlebih jika kondisinya tidak emergency. Jika emergency sekalipun, amankan dulu situasi dari bahaya lalu ulangi lagi proses nomor satu.
  3. Tarik nafas dari hidung keluarkan perlahan dari mulut sebanyak 10x

Stop talking

Ketika kita marah dan teriak, bisa jadi berisiko keluar kata-kata yang tidak Allah ridhai, kata caci maki, yang malah akan membuat keadaan semakin parah.

Ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,

وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
"Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah."


Ingat bahwa: aku adalah orang dewasa

Anak kita belajar dari apapun yang kita lakukan pada saat itu. Kita pun bisa melihat ke anak dan mengatakan "Mama lagi marah banget dan berusaha menenangkan diri. Mama nggak mau teriak-teriak. Mama tenangin diri dulu ya. Nanti kita bisa deketan lagi Insyaa Allah"

Anak kecil marah karena kemauannya tidak dituruti karena diajak mandi padahal dia masih main, disuruh berhenti nonton padahal acaranya lagi seru. Wajar jika mereka marah karena mereka anak kecil yang notabene masih belajar meregulasi amarahnya.

Namun, butuh disadari bahwa kita adalah orang dewasa. Perlukah kita berteriak-teriak marah karena anak yang belum mau menuruti keinginan kita? 


Lakukan apapun yang bisa membuat tubuh kita lebih tenang dengan cepat

Di sini penting sekali kita mengenali diri sendiri. Ada orang yang akan lebih tenang setelah mencuci muka, minum air putih, dll. Intinya: beri diri kita waktu untuk 'menjauh' sebentar. Dan niatkan dalam hati bahwa kita ingin sekali tetap beramal shalih ketika kita dalam keadaan marah.

Niatkan bahwa kita ingin berikhtiar agar Allah tetap ridha walau kita sedang marah.


1.  Cobalah berganti posisi. Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ  وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ

"Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah." (HR. Abu Daud No. 4782)


2. Membaca ta'awudz. Minta perlindungan pada Allah dari godaan setan.

Sulaiman bin Shurod radhiyallahu 'anhu berkata,

كُنْتُ جَالِسًا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجُلاَنِ يَسْتَبَّانِ، فَأَحَدُهُمَا احْمَرَّ وَجْهُهُ، وَانْتَفَخَتْ أَوْدَاجُهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ، لَوْ قَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ “

"Pada suatu hari aku duduk bersama-sama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang dua orang lelaki sedang saling mengeluarkan kata-kata kotor satu dan lainnya. Salah seorang daripadanya telah merah mukanya dan tegang pula urat lehernya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya aku tahu satu perkataan sekiranya dibaca tentu hilang rasa marahnya jika sekiranya ia mau membaca, 'A'udzubillahi minas-syaitahi', niscaya hilang kemarahan yang dialaminya." (HR. Bukhari No. 3282)


3. Mengambil air wudhu

Dari Athiyyah as-Sa'di radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

"Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kamian marah, hendaklah berwudhu." (HR. Abu Daud, no. 4784, Al-Hafidz Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).


Jika sudah, yuk coba interaksi lagi

Ketika kita sudah memberi waktu dan menjauh sebentar untuk diri sendiri dan sudah lebih tenang, kita akan tahu bahwa anak kita sudah tidak terlihat seperti musuh lagi. Dia kembali menjadi anak yang sangat kita cintai dan menggemaskan.

Saat itu, mungkin kita bisa mencoba untuk berinteraksi dan terkoneksi lagi dengan dia.

---

Demikian resume ini kami buat sebagai catatan bagi diri kami pribadi. Akhir kata, terima kasih banyak kepada segenap penyelenggara yang telah menyiapkan acara ini dengan begitu baik. Semoga menjadi amal jariyah bagi siapapun yang ikut berperan di dalamnya.

The last day

---

Selesai dicatat di Surabaya, 13 Jumadil Ula 1444H

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

02. Pendidikan Karakter Nabawiyah 0-7 Tahun

Parenting Delusion: Hal yang Dianggap Ilmu Parenting, padahal Bukan