Mendidik Tidak Mendadak - Ustadz Abdul Kholiq Hafidzahullah

Bismillahirrahmanirrahim

Yey, senang sekali rasanya bisa bertemu guru kami lagi, yaitu Ustadz Abdul Kholiq hafidzahullah. Terakhir bertemu beliau awal tahun 2022 di Sekolah Karakter Imam Syafi'i Semarang. Beberapa catatan kajian beliau yang telah lalu bisa kalian cari dengan klik di sini

Kajian ini berlangsung setelah hujan lebat. Tadinya aku galau mau hadir atau tidak mengingat hujan tak kunjung reda sedangkan aku harus membawa Hafshah dan suamiku sudah berangkat duluan langsung dari kantornya. Biidznillah setelah shalat Isya hujannya berhenti. Aku mencoba berangkat ke lokasi dengan melewati beberapa titik banjir sambil berdoa semoga motorku tidak mogok di tengah jalan. Iya, Hafshah aku gendong di depan karena ya kami mampunya baru pakai motor hehe. Kami tidak punya mobil dan aku sendiri tidak mau naik gocar kalau tidak bersama mahram.

Dan Alhamdulillah, aku sangat bersyukur memutuskan ikut kajian ini karena semua pertanyaan yang aku ajukan dijawab oleh ustadz. Big thanks to penyelenggara, yaitu Pak Iman dan Mbak Sekar sekeluarga. Jazakumullahu Khayran wa Barakallahu Fiikum.

So here we go! Catatan Kajian "Mendidik Tidak Mendadak".

Masjid Nurul Islam Bratang Binangun


By Ustadz Abdul Kholiq 
Masjid Nurul Islam Bratang Binangun, 24 Des 2024 19.50 
 
Adanya hujan yang sangat deras sampai banjir itu hal yang patut kita syukuri. Bayangkan jika tidak ada air, apa yang akan terjadi? 
 
Pentingnya pendidikan adalah kita akan ditanya sebelum sang anak ditanya tentang baktinya kepada orang tua. 
 
Sayangnya banyak orang tua yang tidak memahami cara mendidik anaknya, mengikuti apa yang sudah diterima sebelumnya. Padahal mendidik setiap anak itu berbeda. 
 
Mendidik itu tidak bisa mendadak. Tidak bisa setahun jadi, bahkan bisa jadi hasil pendidkan itu ketika anak menjadi baligh. 
 
Sebagaimana kupu-kupu ketika kecil berupa ulat, fase perkembangan manusia tentu lebih panjang daripada fase binatang. 
 
Lalu, apa yang kita didik? Jiwanya 
 
Mengapa jiwa? Bukankah itu ranah psikolog? Mengapa itu menjadi tanggung jawab orang tua? Jika kita menelusuri anak bermasalah, kebanyakan karena masalah pada keluarganya. 
 
Oleh karena itu tentang jiwa manusia kita kembalikan kepada Yang menciptakan jiwa, yaitu Allah. 
 
Ibnul Qoyyim mengatakan, sesungguhnya jiwa itu satu tetapi memiliki banyak sifat. Dalam Al Qur'an terdapat tiga sifat: 
 1. Nafsul ammarah, jiwa yang berkeinginan kuat  
 2. Nafsul lawwamah, jiwa yang bimbang 
 3. Nafsul mutmainnah, jiwa yang tenang 
 
Nafsul ammarah itu mendorong seseorang untuk bergerak, sementara nafsul lawwamah mendorong seseorang untuk berpikir, dan nafsul mutmainnah mendorong seseorang untuk merasa. 
 
Tiga hal itu harus tumbuh pada diri anak secara ma'ruf, tetapi tiap anak itu punya dominan yang berbeda.  
 
Hafshah bertemu banyak teman


Mungkin anak kecil suka bergerak, tidak bisa diam, itu anak yang hebat. Ketika dewasa nanti dia bisa memimpin orang, menggerakkan orang. 
 
Mungkin anak kecil malu bertemu orang lain,  bersembunyi ketika bertemu orang lain, itu anak yang hebat. Ketika dewasa nanti dia peka. 
 
Mungkin anak kecil suka berpikir, itu anak yang hebat. Kelebihannya di akademis. Kelak dia bisa menjadi peneliti.
 
Bagaimana dengan sekolah saat ini? Seringkali anak diajarkan lalu dibiasakan. 
 
Mendidik gerakan itu dengan dibiasakan. Orang bisa bermain bola karena dibiasakan. 
 
Mendidik jiwa yang berpikir itu dengan diajarkan untuk faham. Jika anak dibiasakan shalat tanpa difahamkan, maka anak akan shalat seperti robot. 
 
Bagaimana dengan mendidik hati? Jika anak dibiasakan saja tidak akan sadar. Bagaimana cara mendidik hati? Dengan cara disenangkan. Ketika sudah senang, anak akan tertarik untuk belajar lalu faham, baru dibiasakan. 
 
Oleh karena itu anak baru diperintah shalat ketika 7 tahun. Sebelumnya dibuat senang dulu dengan shalat. 
 
Seringkali jika ada lulusan SMA tetapi tidak shalat, orang tua akan mengajaknya berbicara, padahal mereka sudah paham. Turunkan levelnya ke mendidik hati. 
 
Pendidikan punya fase-fasenya.  
Masa emas pendidikan hati adalah 0-7 tahun.  
Masa emas pendidikan akal adalah 7-10 tahun.  
Masa emas pendidikan fisik/bakat (berkaitan dgn karya) adalah setelah 10 tahun. 
 
Kadangkala orang tua mendidik dengan mendadak. Mau langsung panen. Ingin langsung melihat keshalihan anak. Padahal masa panen itu nanti ketika baligh. Maka tidak cocok jika pendidikan hanya dengan diajarkan dan dibiasakan. Namun, harus mendidik hati dulu, yaitu dengan disenangkan.

Ini dia pertanyaanku. Keliatan ga?


Pertama
"Saya pernah melihat anak perempuan yg dari kecil dibiasakan berkerudung sesuai syari'at dan dia tumbuh dewasa dengan tetap istiqamah berkerudung dgn baik. Pun juga tumbuh dlm ketaatan kpd Allah. Namun, saya jg pernah melihat ada yg dibiasakan berkerudung sejak kecil tetapi ketika dewasa jadi tidak istiqamah.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Bgmn metode terbaik agar ketika baligh anak mau menutup aurat sesuai syari'at?"

Hidayah itu milik Allah. Dan datangnya hidayah itu karena sebab. Walaupun terlihat sama-sama dibiasakan berkerudung sejak kecil, tetapi ada anak yang dibiasakan berkerudung dengan ditumbuhkan rasa cinta dan ada yang hanya pembiasaan dan pengajaran semata. 

Jika rasa cinta anak pada kerudung sudah tumbuh maka anak akan memiliki presepsi positif pada kerudung. 

Dan rasa cinta itu bisa jadi tumbuh tanpa disengaja. Ada yang tertular tanpa sengaja. Contoh anak berbuat kesalahan dan dia takut akan dimarahi orang tuanya. Namun, ternyata orang tuanya tidak memarahi atau memukulnya dan ternyata hal tersebut membuat dia sayang kepada orang tuanya dan mau menuruti apa kata orang tuanya.

Kedua
"Jika kelebihan anak memang di bidang akademis, apakah baiknya anak disekolahkan? Mengingat sekolah pun banyak materinya yang seperti hanya membuang-buang usia karena tidak dipakai."

Homeschooling (HS) atau tidak itu pilihan. Renungkan mana yg terbaik. 

Contoh pertimbangannya adalah bersosial. Kalau orang tua siap, tidak mengapa HS. Kenyataannya banyak HS-er yg sekolah lagi karena merasa gabut.

Jika anak lebih cocok sekolah dan itu yang terbaik, maka tidak apa² sekolah. Memilih sekolah itu tidak seperti memilih hitam atau putih. Namun memilih abu-abu yang cenderung hitam dan abu-abu yang cenderung putih sehingga kita bingung memilih yg mana. Butuh banyak direnungkan dan dipertimbangkan.

Tidak bisa katakan sekolah itu tidak bagus. Tidak bisa juga kita katakan HS itu tidak bagus. Bahkan dlm satu keluarga ada anak yg cocok sekolah dan ada yg tidak cocok sekolah.

Jika hari ini kita ingin menghindari agar anak tidak mendapat luka pengasuhan, itu tidak mungkin kecuali kita hidup di hutan belantara. Pasti ada benturan² dan kita pilih benturan yg paling sedikit. Walaupun secara asal pendidikan terbaik itu di rumah.

Ketiga
"Jika anak memang sudah bisa berkarya sejak baligh, mengapa anak HS kuliahnya tetap di usia minimal 15/16 th? Sedangkan rata-rata anak skrg balighnya di usia 10-13 th."

Inilah kelemahan sistem pendidikan saat ini. Anak SD skrg banyak yg sdh baligh. Menurut pendidikan Islam di usia 10 th dia sudah bisa berkarya. Namun kuliah tetap di usia 18 th, yaitu setelah lulus SMA. Karena blm ada kampus yg menerima lulusan SD masuk kuliah.

Secara umum apa yg dilakukan? Ketika anaknya lulus SMP, harusnya kuliah, SMA diskip. Ada org tua yg SD-SMP sekolah, SMA di-HS kan. Biar dia berkarya. Secara legalitas dia ikut PKBM. Sehingga kuliah tetap usia 18th.

Ada jg yg kuliah di LN, yaitu di kampus yg bisa menerima kuliah lulusan SMP. Pernah ada yang seperti itu di kampus Malaysia.

Kalau ga mampu ya lewati aja SMA nya. Sebagai orang tua kita tahu mana yang ideal sehingga ketika anak mengalami luka pengasuhan, kita membasuhnya enak. Kalau kita terlalu ekstrim, kita yg bingung sendiri.

Keempat
"Yang saya lihat dari banyak praktisi HS, anak HS mengerjakan/latihan project tertentu itu ujungnya untuk menghasilkan uang. Apakah makna berkarya memang seperti ini? Kebetulan anak kami perempuan dan kami ingin fitrah femininenya tumbuh. Dan yang kami tahu perempuan tidak wajib mencari uang. Kami masih bingung kegiatan/project apa yang cocok untuk anak perempuan yang tidak kami siapkan untuk mencari uang."

Tujuan hidup dan ini menjadi tujuan pendidikan ada dua:
  • Ibadah: anak jadi shalih
  • Khalifah: pemakmur bumi, yaitu dengan berkarya. 
Karya yg menghasilkan kebermanfaatan bagi umat. Project yg menghasilkan kebermanfaatan. Mungkin ada yg menghasilkan uang. Mungkin jg tidak.

Untuk project anak perempuan yang disiapkan sesuai fitrah femininenya:
  • Mengasuh adik
  • Belajar memasak
  • Belajar mengurus rumah tangga
Sebab hari ini banyak sekali yang tidak siap mengurus rumah  tangga. Generasi baby boomer sangat mandiri. Beda dgn milenial dan generasi Z. Ditinggal suami keluar kota, ibunya disuruh datang buat nemenin.

Inilah generasi yang tidak tahu cara mengurus rumah tangga dan tidak tahu cara mendidik anak. Yang terjadi akhirnya Generasi Z mengalami hyper parenting. Banjir informasi terkait parenting. Coba ini coba itu. Yg bener yg mana? Yg bener adalah contoh dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Resolusi 2025: Bisa bebikinan kue sehat vegan (no egg, no dairy)  kek gini


Kesimpulan
  • Anak lahir cenderung berakhlak mulia dan punya keunikan. Jgn dibanding²kan. Perbedaan itu lah yg disebut dgn bakat.
  • Mendidik itu tidak mendadak. Ada prioritas. Prioritas utama adalah pendidikan hati. Jika hati tidak terdidik maka di usia berapapun, tetap kembali ke situ untuk prioritas pendidikannya. Usia 0-7 th prioritas utamanya adalah pendidikan hati. 7-10th kemudian adalah akal. 10th-baligh adalah bakat (berkaitan dgn karya).
  • Dlm pendidikan ada deadline. Deadline inilah yg menjadi tolak ukur kapan kita panen. Yg terjadi saat ini, ketika mendidik anak TK, tergesa², harus hafal ini hafal anu, tp ketika mendidik anak yang sudah dewasa malah diundur² (ditanggung nafkahnya, disuruh kuliah setinggi mungkin tanpa perlu cari uang sendiri, tidak disuruh mandiri). Ketika anak baligh, kita ucapkan selamat bahwa dia telah menjadi org dewasa, Katakan kepada anak laki-laki: "Ayah sudah tidak berkewajiban memberi kamu nafkah. Jika ayah masih memberi kamu uang, itu bukan nafkah, tapi sedekah."

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu