Ups and Downs at My Twenties
Bismillahirrahmanirrahim
Aku ingat sekali ketika kelas 10 (SMA) aku pernah mengatakan ke guru BK ku bahwa aku takut menjadi orang dewasa. Sungguh random sekali mengingat teman-temanku tidak ada yang mengutarakan itu ke guru kami. Dan beliau saat itu mengatakan kurang lebih, "Berarti ada hal yang belum selesai yang membuat akhirnya takut menjadi orang dewasa."
Hal yang belum selesai? Apakah itu?
Ketika menyadari ini adalah tahun terakhir aku berusia 20-an secara masehi, aku merasa banyak sekali kejadian di 10 tahun terakhir ini. Walau secara hijriyah aku sudah 30 tahun, secara personal pun, aku merasa banyak sekali transisi dan perubahan hidup di usia 20-an tahun masehi ini. Apa saja itu?
Usia 20
Setelah bertahun-tahun mengalami pendarahan, Alhamdulillah akhirnya tegak diagnosa bahwa penyakitku namanya PCOS. Pengalaman tak terduga di RSCM karena tadinya ke sana karena ingin ke dokter tulang. Eh ternyata dokternya tidak ada dan malah mlipir ke dokter kandungan.
Usia 21
Lulus kuliah. So young and free. Masa-masa indah ingin mencoba banyak sekali hal baru. Masa-masa akhirnya bebas dari beban Akuntansi dan bisa beralih ke hal lain yang memang ingin dipelajari. Masa-masa memasang ekspektasi terlalu tinggi.
Usia 22
Quarter life crisis. Menghadapi ketakutan luar biasa akan banyak pertanyaan hidup yang belum menemukan jawabannya. Tentang menikah dengan siapa, tentang akan menetap dimana, tentang bagaimana caranya resign, tentang bagaimana jalan untuk sembuh.
Usia 23
Awal tahun diberi 'kejuta' penempatan Bali. Akhir tahun diberi kejutan menikah dengan teman sendiri. Betapa hidup begitu cepat berbolak-balik. Awal tahun merasakan luka yang begitu dalam karena harus meninggalkan Jakarta dan kajian di sana. Akhir tahun bersyukur di Bali karena lebih dekat ke keluarga.
Usia 24
Covid. The real honeymoon berbulan-bulan di Bali. Bali sepi. Kemana-mana jadi asyik. Mencoba menyamakan visi dan misi. Mencoba banyak hal baru mumpung punya waktu longgar saat pandemi. Termasuk mencoba mengajar bahasa Arab untuk teman-teman sendiri. Mulai bisa masak karena Alhamdulillah yang dimasakin ga banyak tuntutan. Setelah hampir setahun berobat ke dokter senior, disarankan bayi tabung karena obat dosis tertinggi tidak mempan.
Ngajarin si ikhwan ITS jadi ikhwan MBM |
Usia 25
Nekat resign dari PNS dalam kondisi pandemi. Suami baru merintis kerja. Kembali ke Surabaya. Menulis buku tentang resign. Mencoba menata kembali hidup sesuai jalan yang kami inginkan.
Usia 26
Allah tunjukkan kelas-kelas kesehatan. Allah bukakan hati untuk semakin mantap hijrah ke hidup sehat. Allah beri hadiah yang begitu besar di awal tahun. Dan Allah beri musibah tak main-main di akhir tahun.
Usia 27
Ingin kabur entah kemana. Daftar kuliah S2 sekalian ingin angkat kaki dari masyarakat setempat. Alhamdulillah mendapat email initial acceptance dari salah satu kampus yang berbarengan dengan hamil alami untuk kedua kalinya yang tidak terduga. Juga berbarengan dengan suami yang mendapat pekerjaannya saat ini. Pertama kali memberanikan diri membuat webinar keuangan. Mem-pause banyak keinginan pribadi (termasuk daftar ulang LIPIA) karena akan melahirkan.
Usia 28
Melahirkan pervaginam Alhamdulillah. Roller coster menjadi ibu baru. Puting lecet hingga mantap memilih GAPS. Pindah ke kontrakan setelah jungkir balik menyiapkan finansial, mental, dan keadaan.
Usia 29
Ada keputusan besar yang kami ambil tahun ini. Yang mana jujur aku sendiri takut akan apa yang akan terjadi nantinya.
Aku sekarang mengerti mengapa dulu aku mengatakan aku takut menjadi dewasa. Karena memang masa kecilku penuh luka yang itu mau tidak mau ikut membentuk persepsiku tentang dunia. Aku merasa dunia ini tidak aman. Aku sering merasa takut, "Habis ini ada ujian apa lagi?"
Orang tuaku berpisah, aku sakit, dan ada satu lagi ujian besar yang aku alami ketika kecil. Yang mana setelah belajar Psikologi, aku jadi semakin paham bahwa ingatan masa kecil akan sangat mempengaruhi presepsi seseorang terhadap dunia. Karena anak kecil tidak punya ingatan lagi sebelumnya. Itulah ingatan awal mereka tentang dunia. Dan kejadian-kejadian di masa lalu membuat aku ternyata takut menghadapi hari. Itulah alasan mengapa aku sering berdoa "Ya Allah, jangan Kau uji aku di luar batas kemampuanku." walau aku sudah tahu bahwa Allah tidak akan menguji hamba di luar kapasitasnya.
Namun, setelah merefleksikan hidupku 10 tahun ke belakang. Walau memang ada ujian kehidupan, Allah tidak pernah meninggalkan aku. Allah selalu menolongku bahkan dari arah yang tidak aku sangka sekalipun.
Bahwasanya ketika diuji kita tinggal menjalani. Karena jalan keluarnya telah Allah siapkan walau mungkin harus menanti.
Aku sungguh bersyukur melewati naik dan turun kehidupan di usia 20-an tahun ini. Telah banyak sekali wisdom kehidupan yang aku dapat. Rahma di usia 20-an awal sungguh berbeda dengan Rahma di usia 20-an akhir. Rahma yang saat ini jauh lebih bijaksana ketimbang Rahma yang dulu.
Rahma yang hari ini memilih untuk tidak mengkoar-koarkan nilai yang ia anut di Instagram karena dia tahu isi tiap kepala berbeda-beda. Rahma yang hari ini memilih banyak belajar tentang pengasuhan bebarengan degan usahanya untuk mengisi ambisi pribadi, karena dia tahu keduanya tidak untuk dibenturkan.
Bagaimana kita memandang dunia di 20-an awal ternyata berbeda dgn bagaimana kita memandangnya di 20-an akhir. Kalau dulu rasanya pingin paling cepat, paling dulu, kalau sekarang, ngerasa bersyukur ga jadi paling cepat karena bisa belajar dari teman² yang duluan ngalamin ini dan itu.
Entahlah. Aku merasa kematangan itu baru aku dapatkan di usia-usia ini. Yaitu 28 dan 29 tahun. Aku merasa tidak banyak bercuap-cuap di Instagram adalah salah satu bentuk kematangan. Aku merasa tidak ikut mengomentari hal-hal yang sedang terjadi juga merupakan kematangan yang tidak semua orang dapatkan.
Tolong jangan berkomentar, "Tapi kan kamu masih berisik di blog"
Aku masih menulis di sini karena ini adalah ruanganku. Aku sengaja memilih blog karena blog sepi peminat. Aku tidak pernah memaksa orang untuk membaca tulisan-tulisanku di blog. Jika ada orang yang ke laman blogku, itu adalah diri mereka sendiri yang antusias membacanya.
Kematangan hidup yang aku rasakan: semakin bisa meregulasi diri |
Alhamdulillahiladzi bini'matihi tatimush shalihat.
Terima kasih atas semua hal yang terjadi Ya Rabb. Tolong bantu aku melewati ujian kedepan.
Comments
Post a Comment