Lembar Pertama

Bismillahirrahmanirrahim

Bintaro, 1 Januari 2019


Baru kemarin pertanyaan itu terjawab

aku menyadari ada banyak hal yang perlu aku selesaikan.

Salah satunya, aku ingin bertemu seseorang.

Ada seseorang yang begitu ingin aku temui setelah tahu bahwa aku akan pergi jauh dari Bintaro.

"Han, maaf ya ga jadi bisa nemenin kamu di Jakarta," tulisku dalam sebuah kertas kepada dia.

Hana Hanifah.

Hana yang telah aku kenal sejak tahun 2014.
Hana yang begitu kritis.
Hana yang telah banyak berubah.
Hana dengan kisah hidupnya yang luar biasa.
Hana yang dengan caranya bisa mengingatkanku untuk kembali pada kebaikan.


Sebelum menuju pondok ranji, aku berpamitan pada Alfi dan Kinan. Entah kapan lagi bisa berkumpul bersama mereka dalam momen hangat seperti ini.
Pagi ini sebelum berpamitan, kami bertiga berjalan menyusuri kampus.

Terlalu banyak kenangan di tempat itu.





Momen olahraga bareng terakhir sebelum beranjak pergi

Lapangan A, terlalu banyak momen disana yang bisa dikenang.

SC, bahkan ia adalah saksi bisu sejak daftar ulang hingga pemberkasan.



Waktu semakin siang dan aku harus benar-benar berpamitan.
Kinan yang merasa akan tetap tinggal di Jakarta merasa ditinggalkan, dia meraung-raung tanda tidak ingin aku dan Alfi pergi.

Tetapi, sudahlah.

BPPK itu kecil, kami akan bertemu lagi suatu hari, Insyaa Allah, entah dalam momen apa.



"Han, aku udah di pondok ranji," pesanku pada Hana.

Tak berapa lama ku temui sosok dibalik pakaian berwarna hitam itu.

Selama perjalanan kami membicarakan banyak hal, tentang teman, tentang keluarga, tentang diri kami sendiri.



Jakarta, 1 Januari 2019

Tak berapa lama, kami sampai pada stasiun tujuan kami.

Bekas hujan masih terlihat jelas, jalanan masih sepi, mungkin karena banyak orang tidak tidur tadi malam sehingga mereka terlelap saat ini.

"Mungkin kalau Topan ga disini, kita ga akan nginjek Jakarta bagian ini ya," kata Hana.


Pagi ini kami berencana menemui seorang teman yang sedang patah tulang.
Anehnya kami, bukannya menjenguk di rumah sakit atau bagaimana, kami sepakat bertemu di salah satu tempat perbelanjaan.
Hal itu dikarenakan dia yang telah pulang dari rumah sakit dan tidak ada tempat untuk perempuan di kosnya.
Pun ketika aku meminta agar bertemu di Masjid terdekat, ternyata tidak ada.

Topan, teman kami yang aneh ini mengalami patah tulang beberapa hari yang lalu, ketika dia sedang berlibur.

"Kok bisa sih pan?"

"Jadi gini, bla bla bla..." jelas Topan kepada kami.

Di mataku Topan ini luar biasa. Manusia tanpa instagram.

"Ajari lah pan biar bisa hidup tanpa instagram."

"Trus pan gimana cara kamu dapet informasi?"

"Dari mulut ke mulut trus di cross check," kata dia.

Di sudut bangku itu, kami membicarakan banyak hal.

Tentang mimpi, pencapaian, rencana kedepan, dll.


Entahlah, aku tidak menyangka saja, kedua orang inilah yang mengisi hari pertamaku di tahun 2019.

Mereka yang dulu haha hihi pusing bersama denganku akan beberapa mata kuliah.

Mereka yang beberapa bulan yang lalu juga mengisi obrolanku dengan obrolan faedah tentang kehidupan.

Kami pun menyusuri tempat itu dan memasuki toko buku.
*Emang beda kalau jalan bareng mereka haha

Di tengah jalan-jalan kami, Topan seakan bisa membaca kegelisahanku tentang dimana aku akan tinggal nanti. Memang sebelumnya, aku berkata kepada mereka berdua bahwa aku belum tahu akan tinggal dimana.

"Ini ya ma, aku forward banyak info kos-kosan dari temenku, dulu anak BDK Denpasar," kata dia.

Dasar Topan, di tengah kondisinya yang patah tulang, masih bisa mencari jalan untuk membantuku.

"Iya, people change, apa yang kita inginkan sekarang, belum tentu masih kita inginkan di kemudian hari..." quote Topan terbaik hari ini.


Selesai makan, aku dan Hana berpamitan pulang, tak disangka ada suatu spot foto kekinian yang menarik perhatian Hana.

Haha, mereka berdua ini, adakah aku akan menemukan 'mereka berdua' yang lain disana?

Adakah disana nanti orang yang setulus mereka?

Entahlah, aku tidak tahu.



Aku dan Hana sampai di stasiun Duri.
Sambil menunggu datangnya kereta, kami pun membicarakan banyak hal.

"Han tau ngga aku mau bikin apa?"

"Engga, apa Ma?"

"Aku ingin bikin blog, isinya tentang kehidupan sebagai seorang muslim di tengah kondisi minoritas."

"Wah, sip keren banget ma."


Kereta yang kami nanti tak kunjung datang. Kami pun larut dalam perbincangan panjang.

"Lho Ma, kenapa?" tanya dia ketika melihat mataku mulai berubah rautnya.

Aku tidak sanggup menahan air mata. Akhirnya air mataku pun tumpah. Tumpah akan ketakutan yang sedang hinggap di pikiranku.

"Hana, bla bla bla..." ungkapku kepada dia,

"Ma, ngga boleh mikir gitu," kata Hana.

"Allah pasti menepati janji kok, emang bener sih kayaknya susah buat meyakinkan diri sendiri akan janji Allah, tapi Ma, coba kita lihat manusia, orang tua kita nih, kalau berjanji kan menepati, apalagi Allah, Allah pasti akan menepati janji," nasihat Hana yang membuat air mataku semakin menjadi-jadi.

Siang itu, Stasiun Duri adalah saksi ketulusan seorang sahabat untuk menguatkan sahabatnya.

Haha, rasa takut adalah hal yang wajar ketika kita akan menghadapi sesuatu yang belum kita ketahui kondisinya, belum kita ketahui keadaannya.


Hari ini, aku mengerti bahwa yang datang akan pergi.
Tapi tidak dengan teman baik.

Dua temanku yang sama sama lahir tanggal 12 Agustus, berat rasanya meninggalkan kalian berdua


Teman baik tetap teman baik.
Terimakasih sudah menjadi bagian dari lembar pertamaku di tahun 2019 ini!

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Parenting Delusion: Hal yang Dianggap Ilmu Parenting, padahal Bukan

02. Pendidikan Karakter Nabawiyah 0-7 Tahun