Terimakasih Tanah Sunda!

Bismillahirrahmanirrahim

7 Januari 2019

Sore ini, aku telah menguatkan hati
Untuk berpamitan pada mereka yang dicintai

Sore ini memang tidak mudah, tetapi, akan tetap menjadi episode untuk dilewati

Aku memasuki ruang Renbang, berpamitan satu per satu dan mendapat banyak titipan salam untuk mereka di BDK Denpasar.

Tak sengaja, aku berpapasan dengan pak Noor, sambil izin berpamitan, aku berusaha tersenyum dan menahan tangis.

Ku lihat pak Soderi di dalam ruangan mengizinkan aku masuk untuk berpamitan. Panjang lebar beliau meyakinkanku bahwa ini adalah ibadah yang harus dilalui dengan ikhlas.

Aku berharap bertemu dengan pak Wawan, tetapi beliau sedang tidak di tempat.

Ku lihat pak Hasan yang sedang menghiburku dengan berkata, "Surabaya-Denpasar deket kok."

Aku tak kuasa membendung air mata ketika harus berpamitan dengan pak Tri. Berharap bisa menyembunyikan betapa sulitnya meninggalkan Pusdiklat ini.

Dan terakhir, bu Olfah menghadiahkanku sebuah buku. Dukungan dengan cara berbeda yang beliau lakukan.

Aku telah menata hati kembali, berharap menjadi lebih kuat untuk berpamitan di ruang lain.

Ku susuri ruang Evalap, lebih sepi dari biasanya. Aku berpamitan satu per satu, mengucapkan kata maaf atas segala khilaf yang pernah terjadi.

Aku melanjutkan pamitan ke ruang Penyelenggaraan. Lebih tegar dari sebelumya. Tanpa air mata.

Tak lupa aku mengunjungi ruang sekretaris. Mengucapkan salam perpisahan.

Dan akhirnya,
datanglah saat ketika aku harus berpamitan pada ruanganku tercinta,
Bagian Tata Usaha.

Pak Fariz yang begitu bijaksana mengizinkanku untuk mengatakan sepatah dua patah kata.

"Tidak terasa sudah masuk bulan kedelapan disini..." aku terhenti, tak sanggup menahan air mata kesedihan karena harus meninggalkan tempat ini,

"...Dulu disini takut, ga kenal siapa-siapa, sampai pada akhirnya saat ini, udah punya semuanya..."

Ku sebutkan nama Pak Eko, Mas Syam, Mbak Nurul, dan Pak Albert sebagai pihak yang harus aku meminta maaf kepada mereka. Rekan kerja se-TUKH.

Sore ini aku tutup dengan berfoto bersama mereka, orang-orang baik sebagai keluargaku di tanah Sunda.

Sore ini, aku mendapat begitu banyak ucapan do'a, tanda bahwa mereka begitu sayang pada diri yang masih begitu belia.

Sore ini, aku kembali teringat betapa sulitnya dulu ketika harus meninggalkan Bintaro dan memulai kehidupan di Bogor. Dan kini aku merasakan hal yang sama. Cerita tentang Bogor telah menjadi bagian dalam hidupku.


Terimakasih Pusdiklat AP!
Sampai jumpa di lain hari, Insyaa Allah.

The best Pusdiklat ever 


Ditulis di bawah rintikan hujan
Ciawi, 2 Jumadil Awwal 1440H


***

Bogor. Tidak pernah sedikit pun sebelumnya aku terpikir bahwa aku akan tinggal di kota ini. Bogor menyimpan begitu banyak cerita tentang air mata yang telah tumpah berkali-kali. Tentang ketegaran yang berusaha aku bangun. Tentang mimpi yang runtuh untuk kemudian diperbaiki kembali. Tentang belajar mensyukuri segala apa yang terjadi. Dan tentang menyesali diri atas dosa dan maksiat yang telah dilakukan.

Bogor adalah saksi bisu dari perjalanku menjadi dewasa. Ia telah merekam begitu banyak jejak hidup yang kutuliskan dalam ingatanku yang terdalam.


Di nu kiwari ngancik nu bihari seja ayeuna sampereun jaga.

Izin pamit, terimakasih tanah Sunda!

Gonna miss you kampung Amaliyah

And gonna miss this kind of view 

Perjuangan Bogor-Jakarta berakhir sudah


Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!