Welcome Back! Jakarta (part 2)

Bismillahirrahmanirrahim

الحمد لله بنعمته تتم الصالحات

Segala puji hanya milik Allah yang telah mengizinkan aku kembali menginjakkan kaki ke Jakarta.

membawa sekoper rasa rindu pada Ibu Kota 

Baik, kepergian kali ini masih dalam rangka yang sama, yaitu pelatihan. Pelatihan tentang Evaluasi Pasca Pembelajaran yang mana pelatihan kali ini seru sekali karena benar-benar sesuai dengan pekerjaan sehari-hari.

Bandara Ngurah Rai tanggal 23 April dengan segala ke-hetic-annya dan pada akhirnya kembali menginjakkan kaki di hotel Cipta Pancoran.

Hal menyenangkan lainnya dari pelatihan ini adalah karena bisa bertemu kembali dengan orang-orang Pus AP, yang mana yaaa...aku sudah berhasil move on dari Bintaro tetapi belum dari Ciawi :')

"Rahma, (hal itu) kan duniawi, aku sesuai prinsip hidup aja sih, ngga perlu mengejar hal yang memang bukan prinsip hidupku," kata seorang teman pelatihan dalam perbincangan kami di suatu sore setelah diklat.

Sekali lagi, aku diingatkan tentang prinsip hidup.

Iya, prinsip hidup.

Aku sangat bersyukur punya teman-teman yang selalu mengingatkanku untuk memilih apa yang sesuai dengan prinsip hidup, bukan yang sesuai dengan apa yang dinilai di hadapan manusia.

Layaknya naik bus, tentu kita akan menaiki yang sesuai dengan tujuan, bukan yang bisnya bagus luar biasa tetapi tak sesuai dengan arah yang dituju.

Ah sudahlah...pembahasan itu mungkin akan aku tulis di lain kesempatan, kali ini tetap tentang tanah tercinta, Jakarta!

Lama tak jumpa, ter-capture ketika di busway

Selesai pelatihan, aku buru-buru mengejar busway yang mengantarku ke Jakarta Pusat di halte Harmoni,

untuk apa?

untuk...

menemukan jawaban atas sebuah pertanyaan.



Jalanan ibu kota tak banyak berubah.

Aku melihat gedung-gedung pencakar langit dan bangunan lainnya.

Ada Plaza Indonesia

Bawaslu

Kementerian Agama

dll

Yang paling seru adalah ketika melihat di sebuah bangunan yang entah itu apa dan terlihat banyak karangan bunga disana, tanda kemenangan salah seorang paslon.

"Oh iya, ini masih tahun politik," ucapku dalam hati.


Kemacetan sore hari Jakarta


Somehow, aku merindukan Bali yang tidak macet. And somehow ketika aku sedang tidak di Denpasar, ada hal-hal yang aku rindukan darinya.

Iya, aku mencintai Denpasar, aku mencintai hidupku, dan aku mencintai takdir yang telah Allah tetapkan atasku.



Sesampainya di sana, langit begitu gelap, tanda hujan akan turun dengan derasanya.
Tetapi, ada sebuah ketenangan hati yang aku rasakan,

entahlah... mungkin hanya perasaanku saja

Maksud hati ingin makan di emperan jalan aja, malah ditraktir beginian, big thanks for Andella Aulia Violini

Malam itu, dari perbincangan bersama Andel, aku mengerti bahwa

terkadang kita memang perlu keluar

perlu menukar pikiran dan posisi kita dengan orang lain

perlu melihat bagaimana orang lain melihat

dan perlu merasa bagaimana orang lain merasa.

Andella, dia yang suka mengkhawatirkanku ini, telah membuatku membuka mata akan banyak keputusan yang akan aku ambil dalam hidup.

***

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, aku menuju Bintaro, tanah rantau tercinta yang sulit terlupakan.

Foto-foto di hari Sabtu tidak aku rekam disini karena yaa isinya foto narsis bareng temen-temen,

tentang Kinan

tentang dik Arifah

tentang Ammah Rena

tentang Ulfa

dan tentang Hana.

Kebaikan demi kebaikan yang mereka berikan kepadaku.



Bintaro telah menorehkan banyak kenangan dalam ingatanku.

Betapa terkadang, aku rindu untuk kembali menjadi penghuni Bintaro.


lagi suka lari sampe bawa sepatu lari dari Denpasar


Bahwa ternyata yang aku rindukan bukan kampusnya

karena kampus bagaimanapun akan tetap sama

Gedung B

Tetapi yang aku rindukan

adalah

kenangan bersama teman-teman di dalamnya.

kalau di Bali warna bunganya putih-kuning, hehe


Aku yakin tidak ada satu pun daun yang gugur melainkan pasti telah Allah takdirkan.

Jalanan di depan MBM


Tentang suka dan duka dalam hidup

tentang sakit dan bahagia yang kita rasakan.

tentang pertemuan

perpisahan

dan pertemuan kembali.

Hanya saja pertanyaannya adalah,

sudahkah kita bisa menarik benang merah dari kehidupan ini?



Terkadang, hal sulit yang harus aku hadapi adalah

ketika terjebak dengan standar baik yang dibuat oleh masyarakat umum

bahwa ketika aku tidak sesuai dengan demikian

maka aku dianggap gagal,

padahal, hidup ini aku yang menjalaninnya

dan tentu, aku berhak memilih hidup seperti apa yang ingin aku jalani.

Terkadang pula, standar keberhasilan juga diletakkan tentang cepat tidaknya kita dari orang lain

padahal, sekali lagi, hidup ini aku yang menjalaninya

dan jika aku memang tidak ingin lebih cepat dari orang lain dalam beberapa hal dan kondisi, lalu mengapa?

adakah yang salah?

Big No!

Aku melakukan sesuatu karena aku punya alasan di dalamnya

yang tentu, orang lain tudak harus tahu mengapa.


Dua bulan lalu pingin banget naik ke atas, mau liat-liat, dan akhirnya kesampean, lokasi: terminal 3 CGK

Salah seorang dosen di semester lima pernah berkata bahwa kita tentu bisa tetap bahagia, dengan atau tanpa pilihan pertama kita.

Mengapa kita harus egois mempertahankan pilihan yang memang telah jelas tak terwujud?

Yang justru itu akan menghambat hidup kita jika tetap egois menginginkannya.

life must go on!

kapan lagi ya kan bisa di terminal 3

Terimakasih Jakarta dan tentu orang-orang di dalamnya!

Terimakasih atas kasih sayang kalian hingga detik ini, walau aku telah jauh berdomisili di pulau seberang.

special thanks untuk mbak Nofa yang kasih bekal dimakan sebelum naik pesawat


Selesai ditulis di tengah jaga ujian Psikotes SPMB TB 2019 Lokasi Denpasar

24 Sya'ban 1440H

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!