Jujur walau Pahit, Tega walau Kasihan

Bismillahirrahmanirrahim

Selasa pekan lalu, saat jaga ujian PTPD, tak kusangka sesuatu yang menurutku mendebarkan terjadi.

Saat itu, sebagai pengawas ujian, kudapati beberapa peserta berusaha 'bekerja sama' ketika ujian.

Kesal? Pasti! Aku sangat kesal dengan orang yang menyontek, sangat!

Terlebih ini adalah pelatihan yang hitungannya masih termasuk orientasi, pikirku, kalau godaan mencontek di ujian aja dilakukan apalagi godaan di ranah pekerjaan, terlebih mereka ini pegawai pajak.

Baik, aku disini bukan bermaksud setuju pada perpajakan, tetapi yang aku sesalkan dari aksi contek mencontek itu adalah aku merasa mereka yang mencontek meremehkan pelatihan yang telah diselenggarakan. Yang membuat aku sangat kesal adalah biaya yang keluar untuk pelatihan mereka ini tidaklah sedikit, dan mereka menganggap ini main-main?!

Aku tidak habis pikir.

Sering-seringlah meminta agar ditunjukkan jalan yang lurus


Saat menulis Berita Acara ujian, ada keraguan untuk melaporkan kejadian tersebut, antara tega-tidak tega. Ada aja bisikian untuk ga melaporkan kejadian itu di Berita Acara karena kasihan jika dilaporkan.

Tetapi, ngga bisa, bagiku salah tetaplah salah, dan biarlah itu menjadi pelajaran berharga untuk mereka.

Kelima orang yang terpergok berusaha bekerjasama pun akhirnya kutulis dalam Berita Acara, kabar baiknya adalah kelima orang itu bukanlah alumni STAN. Bisa ikut malu aku kalau ada salah satunya yang merupakan alumni STAN.

Apa yang aku rasakah setelah itu?

Marah dalam hati yang kemudian membuat aku berdebar.

Setelah ujian itu selesai dan dilanjutkan ke ujian selanjutnya, aku pun mengatakan kepada peserta ujian PTPD untuk mengerjakan ujian dengan jujur. Aku mengatakan itu sambil sedikit marah yang bercampur dengan kecewa. Baru pertama kali itu aku menjaga ujian sampai kecewa dan marah seperti itu.

Suasana pun menjadi tegang. Peserta PTPD yang juga merupakan angkatanku masuk Kemenkeu pun terdiam. Beberapa anak STAN se-angkatanku pun juga ikut terdiam melihat aku yang menunjukkan kekecewaan atas apa yang terjadi di sesi ujian sebelumnya.

Setelah ujian kedua selesai, kelima orang tersebut dipanggil oleh Kasi-ku.

Entah apa yang terjadi di dalam ruangan Kasi, yang jelas yang aku tahu, dua orang dari mereka keluar ruangan dengan bekas air mata.

Tidak cukup sampai disitu, keesokan harinya pun mereka dipanggil oleh Kasi Penyelenggaraan.

Dan juga tidak cukup sampai disitu, Plt. Kepala Balai yang merasa kecewa dengan mereka pun juga akan memberi hukuman kepada mereka atas kejadian tersebut.

---

Adakah aku merasa bersalah telah melaporkan mereka ke dalam Berita Acara?

Jujur, ada. Sebagai orang Jawa yang punya rasa ngga enak-an sama orang lain, aku merasa kasihan telah melaporkan mereka.

Tetapi ini amanah institusi. Ini terkait integritas.

Aku pun harus bisa membedakan mana ranah kasihan dan mana ranah profesionalitas dalam bekerja.

Satu hal yang pasti dari kejadian tersebut, aku merasa sangat bersyukur tidak berprofesi sebagai polisi, TNI, atau profesi lain yang bisa menangkap kesalahan orang lain.

Aku ini orangnya ga tega-an, orangnya gampang kasihan, dan pasti aku akan ga enak-an kalau selalu menemui kasus melaporkan kesalahan orang lain yang harus ditindak.

---

Cukup ceritanya, inti cerita itu adalah berusaha jujur walaupun pahit. Berusaha tega walau kasihan.

Salah tetaplah salah, dan biar suatu kesalahan menjadi pelajaran berharga di kemudian hari untuk tidak diulangi.

---

Denpasar, Bali,

14 Dzulhijjah 1440H

14 Agustus 2019,

2 tahun yang lalu, hari ini, Alhamdulillah berhasil melewati TKD!

---

Terimakasih kepada Politeknik Keuangan Negara STAN yang sudah mendidik mahasiswanya menjadi seseorang yang jujur!

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!