Berita A1
Bismillahirrahmanirrahim
"Ma, kamu orang mana?"
"Surabaya"
"Lha? serius? Ga keliatan kalau kamu orang Surabaya."
---
Dialog di atas beberapa kali pernah terjadi.
Tidak menyangka bahwa aku orang Surabaya. Malah pernah ada yang bilang,
"Mbak Rahma, kamu terlalu lembut buat jadi orang Surabaya."
Hmm...baiklah, mungkin benar, kalau pas ga lagi ngobrol sama sesama orang Surabaya. Tapi sesungguhnya, mereka ngga tau aja, kalau bahasa Suroboyoan-ku udah keluar, pasti ga akan bilang kalau aku lembut, hehe.
Apa pentingnya menulis hal seperti ini di blog?
Penting, sebagai pengingat untuk diriku sendiri.
Bahwa yang namanya missunderstanding itu sering terjadi.
Bahwa dugaan dan asumsi itu kadang jauh dari kenyataan.
Dan bahwa, jangan mudah percaya pada kabar yang dibawa oleh orang lain.
"Mbak, kamu anak Akuntansi ya?" tanya seorang peserta PTPD kepadaku.
"Iya, hehe,"
"Pantes, sering liat dulu, anak MBM kan?" lanjut dia.
"Hehe, bukan."
Beberapa anak PTPD alumni STAN pun sering menyangka aku anak MBM, padahal bukan, karena memang nyatanya tidak diterima jadi pengurus :(
Baiklah, inilah pentingnya konfirmasi pada sumber berita secara langsung, atau istilah di kantorku adalah berita A1.
Untuk mengetahui kebenaran atas dugaan dan asumsi, memang benar kita bisa bertanya pada lingkungan sekitar, tetapi yang lebih prioritas adalah kita harus bertanya pada pihak terkait itu sendiri.
Pernah ga sih, punya temen dan temen tersebut itu kita tanya tentang kabar seseorang, lalu temen tersebut berkata...
"Yang aku tahu tentang dia sih, bla bla bla..."
Nah, kalimat "Yang aku tahu tentang dia sih," ini mengindikasikan ketidakyakinan si pemberi berita kepada kita, alias berita yang dia sampaikan bisa benar dan bisa juga salah.
Oleh karena itu, untuk tahu kabar seseorang, cerita yang valid akan suatu kondisi atau menjawab keraguan kita tentang sesuatu, baiknya adalah bertanya pada pihak terkait itu sendiri.
Agar apa?
Agar tidak selalu muncul dzon atau dugaan.
Dan jika ada dua berita yang berbeda versi, aku lebih memilih untuk percaya kepada pihak terkait, walau ada kemungkinan dia berbohong, tetapi yang benar-benar tahu kondisi dan sudut pandang atas suatu hal yang terjadi adalah si pelaku itu sendiri.
---
Cukup singkat sih tulisan kali ini,
karena sedang ditulis di tengah usaha melawan rasa kantuk,
Denpasar, Bali
24 Muharram 1441H.
"Ma, kamu orang mana?"
"Surabaya"
"Lha? serius? Ga keliatan kalau kamu orang Surabaya."
---
Dialog di atas beberapa kali pernah terjadi.
Tidak menyangka bahwa aku orang Surabaya. Malah pernah ada yang bilang,
"Mbak Rahma, kamu terlalu lembut buat jadi orang Surabaya."
Hmm...baiklah, mungkin benar, kalau pas ga lagi ngobrol sama sesama orang Surabaya. Tapi sesungguhnya, mereka ngga tau aja, kalau bahasa Suroboyoan-ku udah keluar, pasti ga akan bilang kalau aku lembut, hehe.
Hampir dua pekan laku, waktu nyobain MRT |
Dan tiba-tiba sampai di sini |
Apa pentingnya menulis hal seperti ini di blog?
Penting, sebagai pengingat untuk diriku sendiri.
Bahwa yang namanya missunderstanding itu sering terjadi.
Bahwa dugaan dan asumsi itu kadang jauh dari kenyataan.
Dan bahwa, jangan mudah percaya pada kabar yang dibawa oleh orang lain.
"Mbak, kamu anak Akuntansi ya?" tanya seorang peserta PTPD kepadaku.
"Iya, hehe,"
"Pantes, sering liat dulu, anak MBM kan?" lanjut dia.
"Hehe, bukan."
Beberapa anak PTPD alumni STAN pun sering menyangka aku anak MBM, padahal bukan, karena memang nyatanya tidak diterima jadi pengurus :(
Baiklah, inilah pentingnya konfirmasi pada sumber berita secara langsung, atau istilah di kantorku adalah berita A1.
Untuk mengetahui kebenaran atas dugaan dan asumsi, memang benar kita bisa bertanya pada lingkungan sekitar, tetapi yang lebih prioritas adalah kita harus bertanya pada pihak terkait itu sendiri.
Pernah ga sih, punya temen dan temen tersebut itu kita tanya tentang kabar seseorang, lalu temen tersebut berkata...
"Yang aku tahu tentang dia sih, bla bla bla..."
Nah, kalimat "Yang aku tahu tentang dia sih," ini mengindikasikan ketidakyakinan si pemberi berita kepada kita, alias berita yang dia sampaikan bisa benar dan bisa juga salah.
Oleh karena itu, untuk tahu kabar seseorang, cerita yang valid akan suatu kondisi atau menjawab keraguan kita tentang sesuatu, baiknya adalah bertanya pada pihak terkait itu sendiri.
Agar apa?
Agar tidak selalu muncul dzon atau dugaan.
Dan jika ada dua berita yang berbeda versi, aku lebih memilih untuk percaya kepada pihak terkait, walau ada kemungkinan dia berbohong, tetapi yang benar-benar tahu kondisi dan sudut pandang atas suatu hal yang terjadi adalah si pelaku itu sendiri.
---
Cukup singkat sih tulisan kali ini,
karena sedang ditulis di tengah usaha melawan rasa kantuk,
Denpasar, Bali
24 Muharram 1441H.
Comments
Post a Comment