Yang Menjaga dan Yang Terjaga

Bismillahirrahmanirrahim

Setelah 15 hari vakum dari menulis di blog, rasanya ada banyak ide di ubun-ubun kepalaku yang ingin dituang di sini agar tidak mengendap dan hilang. Pun juga rasanya ada banyak hal yang ingin aku ceritakan dalam 15 hari kebelakang ini,

ah tetapi tidak.

Tidak semua hal harus diceritakan. Tidak semua ide dan pendapat harus dibaca orang lain.

Ada hal yang cukup menjadi milikku saja dan biar mengendap di lubuk dasar ingatanku.



---

Postingan ini aku tulis di Jakarta Selatan, hampir jam 5 sore, setelah Pelatihan.

Aku harap tidak ada yang akan berkata, "Yaampun Rahma diklat lagi!"

karena memang jatah tiap pegawai BDK DPS untuk diklat tiap tahun adalah tiga kali (walau tahun ini aku mendapat jatah empat kali).

Postingan ini terinspirasi dari sesuatu yang aku baca di laman facebook.

Coba baca ini


Ekstrim?

Tidak menurutku. Itu adalah hal yang wajar.

Definisi yang menjaga hanya mau dengan yang terjaga.


Baiklah sejujurnya sebagai orang yang kuliah di tempat umum dan bukan pondok yang mana punya teman campur baur laki-laki perempuan, menarik diri dari hal yang seperti itu memang tidak mudah.

Aku sudah memikirkan hal itu sejak tahun lalu. Rasa-rasanya aneh aja akhwat yang sudah ngaji tapi masih balas-balasan komen sama laki-laki non-mahram, walaupun memang ga ada perasaan apapun dan itu cuma sebatas teman, rasanya ingin bertanya, "Dimana rasa malumu?"

Aku mencoba menarik diri dari pergaulan yang campur baur dengan membatasi pertemanan di instagtam, tidak follow teman-teman laki-laki, dan juga tidak menerima pertemanan dari mereka.

Pun juga aku berusaha menyembunyikan status WA ku dari laki-laki. Walau memang kedua hal ini berjalan tidak mulus 100%.

Left dari beberapa grup kuliah yang memang sudah tidak digunakan lagi juga aku lakukan,

untuk apa?

Membatasi kebersamaan dalam sebuah grup dengan laki-laki.


Ekstrim?

Silahkan berpikir demikian, tetapi bagiku, setelah semua hal yang terjadi, memang baiknya seperti itu.


Yang menjaga hanya mau dengan yang terjaga.

Dan apakah kamu yakin wahai Rahma bahwa kamu akan mendapat yang terjaga jika kamu tidak mulai menjaga?



Jika kamu akan berbuat sesuatu yang kamu tahu itu salah,

coba pikirkan kembali...

apakah kamu mau bahwa jodohmu juga melakukan hal yang demikian itu?

Apakah kamu ridha bahwa jodohmu melakukan keburukan itu?

Jika jawabannya tidak, maka jangan lakukan.

Aku tahu kita pernah terjebak dalam hal-hal bodoh yang pernah kita lakukan,

aku tahu pula bahwa kita dalam masa gejolak yang ingin begini dan begitu,

tetapi, Allah karuniakan kepada kita akal untuk berpikir,

mana yang baik dan mana yang buruk,

mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak.

Maka sekali lagi, yang menjaga hanya mau dengan yang terjaga.

Dear self, semoga itu bisa membuat kamu ingat untuk terus memperbaiki diri.


Ditulis di Pancoran, Jakarta Selatan

16 Muharram 1441H.

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!