Akhir Pencarianku
Bismillahirrahmanirrahim
Hula! udah lama ya ga nulis di sini hehe
Ternyata kangen juga buat nulis ini setelah sekian purnama pergi.
Baiklah, beberapa hari ini memang hetic sekali sehingga susah buat menyempatkan waktu untuk menulis di blog.
Ini pun aku tulis karena lagi senggang menunggu antrian di puskesmas.
Well...sebagai postingan pertama di bulan Oktober ini, ada satu hal penting yang mungkin perlu diingat
Tahun lalu, bulan-bulan ini,
masih jadi anak cengeng Ciawi haha.
Kalau membuka lagi chit-chat sama temen-temen waktu itu, rasanya dulu depresi banget ya aku, sampai cari-cari acara kesehatan mental kemana-mana,
dan tahun lalu bulan-bulan ini,
rasanya, sembuh itu adalah hal yang sulit dilakukan.
Tapi kenyataanya...
dengan pindah dari Jabodetabek,
mulai kehidupan baru di Bali,
punya teman baru,
lingkungan baru,
semuanya berangsur membaik, Alhamdulillah...
Aku masih ingat sekali, gimana tahun lalu kemana-mana masih pasang senyuman palsu. Kalau membuka foto-foto lagi di saat itu, rasanya wajahnya beda, dulu kayak banyak banget beban gitu...
Daan yaa...
aku mengerti, sembuh itu kuncinya ada pada diri sendiri.
Sebanyak apapun minta pertolongan ke orang lain, sebanyak apapun minta pendapat ke orang lain, kalau diri sendiri ga mau keluar dan meninggalkan zona yang membuat sakit, maka selamanya akan sakit terus.
Dan juga, kunci yang paling penting adalah berdo'a kepada Allah.
Baiklah, itu intronya hehe...
Postingan kali ini, mau sedikit bercerita gimana bersyukurnya aku karena dulu memutuskan pindah kuliah ke STAN.
Jujur, kalau ditanya apakah aku menyesal kuliah di STAN?
Iya, ada hal yang aku sesali memang, ikatan dinas utamanya, yang menyebabkan aku terikat harus bekerja.
Tetapi, dibalik itu semua...
"Tahun 2013 aku patah hati, karena gagal masuk ITB, rasanya ga mau kuliah, mau belajar agama aja, dan yang aku tahu, tempatnya adalah UGM (Sekitaran UGM maksudnya)," ucapku kepada salah seorang teman lama yang mungkin heran mengapa aku bisa berubah haluan kajian.
"Tahun 2014 ikut SBMPTN lagi, UGM diterima...
tapi, STAN juga diterima...
dan sepertinya orangtuaku lebih ridha di STAN," lanjutku.
Iya, sejujurnya, tidak ada niatan belajar agama yang gimana-gimana gitu ketika pindah ke Bintaro,
tetapi Alhamdulillah, sekali lagi Alhamdulillah,
ternyata kepindahanku ke STAN itulah yang mengantarku kepada Manhaj Salaf.
Hal yang sama sekali tidak akan pernah aku sesali.
Mengenal hidayah sunnah,
bisa ikut belajar bahasa Arab
belajar tentang aqidah
belajar mengenai dalil
mengenal buku-buku rujukan para 'ulama,
adakah akan aku dapatkan jika dulu aku tidak pindah ke STAN?
Kalau ada orang berkata, "Manhaj Salaf akhir pencarianku..."
Maka aku juga akan berkata demikian.
Iya aku tahu, aku tidak bisa dibandingkan secara jabatan atau kedudukan dengan teman-temanku semasa kuliah yang aktif organisasi,
tetapi, adakah aku menyesal jika gantinya adalah kesempatan menuntut ilmu yang Allah berikan? tentu tidak!
Maka, sejujurnya, melihat perlahan-lahan, satu per satu teman-teman kuliah yang mulai belajar tentang Manhaj Salaf,
aku yakin, tidak perlu aku susah payah menjelaskan, pun juga tidak perlu susah payah membantah siapapun yang tidak sepaham dengan Manhaj Salaf,
karena...pada akhirnya mereka sendiri pun yang akan bisa menilai,
apakah Manhaj Salaf ini haq, ataukah bathil.
---
Ditulis di Puskesmas I Denpasar Selatan
dalam keadaan sangat rindu pada segala kesempatan menuntut ilmu di Jabodetabek
8 Shafar 1441H.
Hula! udah lama ya ga nulis di sini hehe
Ternyata kangen juga buat nulis ini setelah sekian purnama pergi.
Baiklah, beberapa hari ini memang hetic sekali sehingga susah buat menyempatkan waktu untuk menulis di blog.
Ini pun aku tulis karena lagi senggang menunggu antrian di puskesmas.
Terlalu pagi untuk mengantri |
Well...sebagai postingan pertama di bulan Oktober ini, ada satu hal penting yang mungkin perlu diingat
:') |
Tahun lalu, bulan-bulan ini,
masih jadi anak cengeng Ciawi haha.
Kalau membuka lagi chit-chat sama temen-temen waktu itu, rasanya dulu depresi banget ya aku, sampai cari-cari acara kesehatan mental kemana-mana,
dan tahun lalu bulan-bulan ini,
rasanya, sembuh itu adalah hal yang sulit dilakukan.
Tapi kenyataanya...
dengan pindah dari Jabodetabek,
mulai kehidupan baru di Bali,
punya teman baru,
lingkungan baru,
semuanya berangsur membaik, Alhamdulillah...
Aku masih ingat sekali, gimana tahun lalu kemana-mana masih pasang senyuman palsu. Kalau membuka foto-foto lagi di saat itu, rasanya wajahnya beda, dulu kayak banyak banget beban gitu...
Daan yaa...
aku mengerti, sembuh itu kuncinya ada pada diri sendiri.
Sebanyak apapun minta pertolongan ke orang lain, sebanyak apapun minta pendapat ke orang lain, kalau diri sendiri ga mau keluar dan meninggalkan zona yang membuat sakit, maka selamanya akan sakit terus.
Dan juga, kunci yang paling penting adalah berdo'a kepada Allah.
Baiklah, itu intronya hehe...
Postingan kali ini, mau sedikit bercerita gimana bersyukurnya aku karena dulu memutuskan pindah kuliah ke STAN.
Jujur, kalau ditanya apakah aku menyesal kuliah di STAN?
Iya, ada hal yang aku sesali memang, ikatan dinas utamanya, yang menyebabkan aku terikat harus bekerja.
Tetapi, dibalik itu semua...
"Tahun 2013 aku patah hati, karena gagal masuk ITB, rasanya ga mau kuliah, mau belajar agama aja, dan yang aku tahu, tempatnya adalah UGM (Sekitaran UGM maksudnya)," ucapku kepada salah seorang teman lama yang mungkin heran mengapa aku bisa berubah haluan kajian.
"Tahun 2014 ikut SBMPTN lagi, UGM diterima...
tapi, STAN juga diterima...
dan sepertinya orangtuaku lebih ridha di STAN," lanjutku.
Iya, sejujurnya, tidak ada niatan belajar agama yang gimana-gimana gitu ketika pindah ke Bintaro,
tetapi Alhamdulillah, sekali lagi Alhamdulillah,
ternyata kepindahanku ke STAN itulah yang mengantarku kepada Manhaj Salaf.
Hal yang sama sekali tidak akan pernah aku sesali.
Mengenal hidayah sunnah,
bisa ikut belajar bahasa Arab
belajar tentang aqidah
belajar mengenai dalil
mengenal buku-buku rujukan para 'ulama,
adakah akan aku dapatkan jika dulu aku tidak pindah ke STAN?
Kalau ada orang berkata, "Manhaj Salaf akhir pencarianku..."
Maka aku juga akan berkata demikian.
Iya aku tahu, aku tidak bisa dibandingkan secara jabatan atau kedudukan dengan teman-temanku semasa kuliah yang aktif organisasi,
tetapi, adakah aku menyesal jika gantinya adalah kesempatan menuntut ilmu yang Allah berikan? tentu tidak!
Maka, sejujurnya, melihat perlahan-lahan, satu per satu teman-teman kuliah yang mulai belajar tentang Manhaj Salaf,
aku yakin, tidak perlu aku susah payah menjelaskan, pun juga tidak perlu susah payah membantah siapapun yang tidak sepaham dengan Manhaj Salaf,
karena...pada akhirnya mereka sendiri pun yang akan bisa menilai,
apakah Manhaj Salaf ini haq, ataukah bathil.
---
Ditulis di Puskesmas I Denpasar Selatan
dalam keadaan sangat rindu pada segala kesempatan menuntut ilmu di Jabodetabek
8 Shafar 1441H.
Comments
Post a Comment