Kemenkeu Mengajar 4 Denpasar (part 2)
Bismillahirrahmanirrahim
Senin pagi, sepekan yang lalu...
Pukul 04.00 WITA, kulajukan sepeda motorku menuju Gedung Keuangan Negara I Denpasar. Kala itu, aku tidak sendiri, adalah Kinan yang ada di belakang menemani.
Pagi sekali mungkin...
Sebuah kosekuensi mengikuti hal yang telah lama dinanti.
Memang janjian berkumpul baru jam 05.00 WITA, tetapi ya kalian tahu aku...
aku tidak suka membuat orang lain menunggu,
terlebih ada shalat subuh yang harus kami tunaikan.
Daripada tertinggal jamaah shalat subuh di masjid GKN dan malah akan bikin badmood, lebih baik berangkat lebih pagi.
Kami menuju kabupaten Karangasem, tempat diselenggarakannya KM 4 Denpasar ini.
Sebuah privilege lagi yang aku dapatkan karena ya jika tidak ada momen ini, aku juga malas jalan-jalan keluar Denpasar.
Tak kusangka, perjalanan kesana memang butuh perjuangan. Naik turun bukit, melewati daerah pelosok, ditambah dengan rintikan hujan yang menyambut kami pagi itu.
Kami pun sampai di sekolah masing-masing.
SDN 3 Selumbung.
Kami disambut oleh Kepala Sekolah dan guru. Pemandangan siswa yang kerja bakti menyapu juga menyambut kami pagi itu.
Rintikan hujan membuat kami pesimis akan diselenggarakannya upacara. Jadilah, pada pukul 07.00 WITA, para siswa dikumpulkan di Aula.
Sebuah ruangan kecil sesungguhnya,
tetapi memang, di ruang inilah aula itu.
SD itu memang sederhana. Bangunannya juga tidak terlalu istimewa. KM 4 ini memang menargetkan SD yang terletak di bagian dalam kabupaten agar mereka juga terjamah dengan yang namanya Kementerian Keuangan.
Tak berapa lama, hujan pun reda. Upacara yang kami nantikan kan terjadi juga.
Anak-anak diarahkan menuju lapangan untuk upacara bendera.
Nostalgia akan masa kanak-kanak kembali menyapa.
Aku berdiri bukan di barisan para siswa.
Kali ini peranku adalah sebagai guru.
Selesai upacara, kami menyapa para siswa.
Senyum tulus mereka...
Sinar di mata mereka...
Ah benar, dunia anak-anak memang menyenangkan.
Selesai menyapa mereka, kami bersiap menuju kelas masing-masing.
Di sesi pertama ini, aku dan Nurma bertugas di kelas 5.
Kelas ini tidak terlalu ramai, hanya berisi 8 siswa.
Empat siswa laki-laki dan empat siswa perempuan.
9 orang sesungguhnya, tetapi di hari itu, satu orang tidak masuk.
Kikuk.
Itulah yang aku rasakan.
Ternyata tidak mudah berbicara di hadapan anak SD. Ada perasaan takut menggunakan bahasa yang terlalu tinggi sehingga tidak bisa dipahami, pun perasaan takut tak bisa memberi makna yang berarti.
Ah, tetapi, apapun itu,
perasaan senang tetap menyelimuti.
"Akhirnya aku benar-benar merasakan jadi guru."
Sesi kali ini diawali oleh kami berdua yang membagikan ikat kepala untuk ditulis nama dan cita-cita.
Ada yang ingin menjadi TNI, Polisi, dan Guru.
"Mengapa ingin jadi polisi?" tanyaku pada salah seorang siswa.
"Karena ingin menjaga keamanan Indonesia," jawab salah seorang siswa.
Waw, sebuah niatan yang luar biasa.
Selesai menulis nama dan cita-cita, ikat kepala itu mereka pakai di kepala masing-masing.
Penjelasan pertama oleh Nurma tentang gambar-gambar yang dia bawa.
Ada foto bu SMI, ada logo Kementerian Keuangan, ada foto bandara, dll.
Antusias? Mungkin.
Atau tidak terlalu mengerti lebih tepatnya. Sepertinya pekerjaan di Kementerian Keuangan ini masih terlalu kompleks untuk bisa mereka cerna.
Kami pun berlanjut dengam bermain puzzle. Puzzle kali ini adalah gambar peta Indonesia.
"Kita tinggal di pulau mana?"
"Pulau Bali!!"
"Yang mana pulau Bali?"
"Yang kecil ini," ucap mereka sambil menunjuk gambar peta Indonesia
Di kelas lain pun, rasanya tidak kalah seru.
Aku mendengar teriakan semangat dari siswa-siswa di kelas lain.
Semangat luar biasa dari anak SD yang mungkin hal itu telah lama hilang dari diri kita sebagai orang dewasa.
Sesungguhnya melihat anak-anak ini,
aku jadi berpikir,
"Oh, jadi Ngurah waktu kecil kayak gini ya...hehe"
Aku jadi membayangkan Ngurah atau teman-temanku yang lain yang berasal dari Bali.
Kembali lagi ke kelas yang aku ajar..
Selesai bermain puzzle, saatnya aku bercerita.
Emang ga asik sih ceritanya, tapi jadi seru karena ada boneka wisuda.
"Kak, aku mau pegang..."
"Kok lembut ya..."
Haha, intinya mereka salfok sama boneka.
Mau cerita dikit tentang boneka itu.
Dulu waktu menjelang wisuda, kan banyak tuh yang jualan pernak-pernik wisuda, ada selempang, ada bunga, ada boneka, dll.
Nah aku tuh cuma beli bunga aja, ga ada niatan buat beli selempang walaupun sebenernya pingin, soalnya aku mikir habis dibuat foto-foto terus selempangnya diaapin ya? Kan sayang gitu jadi mubadzir.
Nah waktu lihat iklan boneka, jiwa anak-anakku meronta, pingin beli boneka beruang yang pakai toga, terlebih itu dia bisa request nama dan slayernya pakai warna ijo gitu, Akuntansi banget ðŸ˜
Tapi ya gitulah, ga jadi beli karena satu dan lain hal.
Nah, sore hari selesai wisuda, aku sama ibu aku ke air mancur STAN buat foto-foto.
"Kak Rahmaaa...!!" teriak seorang gadis kecil menghampiri.
"Kakak selamat wisuda ya!" ucap gadis itu sambil memberikan kado wisuda berupa boneka yang aku inginkan itu.
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Bisa terkabul gitu lho keinginanku.
Segala puji hanya milik Allah yang menggerakkan hati adik kosku bernama Dhea untuk mengkado boneka wisuda yang aku inginkan itu.
Oke balik lagi ke Kemenkeu Mengajar.
"Siapa yang pingin pakai toga kayak Bimbi?" tanyaku kepada para siswa.
"Aku aku aku!!!" ucap para siswa.
"Yey, Bimbi ini habis wisuda, jadi dia pakai toga. Kalau mau pakai toga, harus sekolah sampai ke perguruan tinggi dulu. Siapa disini yang mau belajar sampai perguruan tinggi?"
"Aku aku aku!!" jawab mereka antusias.
Hmm...jadi begini maksudku, walaupun mereka tinggal di desa dan akses mereka tidak seleluasa anak kota, mereka harus punya tekad dan semangat untuk sekolah setinggi-tingginya.
"Nah adik-adik tahu ngga? Tugas Kementerian Keuangan apa? Meng..."
"(meng)umpulkan dan menyalurkan uang negara," jawab mereka.
"Pinter!! Nah, uang negara itu disalurkan salah satunya ke bidang pendidikan," sambungku.
Sebenernya dalam bahasa orang dewasa, aku ingin mengatakan bahwa sekian persen dari APBN itu diperuntukkan untuk sektor pendidikan.
"Jadi, karena negara udah baik nih sama kita dengan berkontribusi dalam pendidikan kita, cara kita berterimakasih pada negara gimana?"
"Hmmm..." mereka terdiam tidak tahu jawabannya.
"Caranya adalah dengan belajar yang...?"
"Rajiin!!" jawab mereka.
"Pinter!! Selain itu, caranya dengan...tidak...?"
"Hmmm..." mereka terdiam lagi karena bingung mau jawab apa.
"Dengan tidak boleh mencontek. Karena mencontek itu adalah awal dari korupsi. Kalau kita korupsi, diri kita akan rugi, negara juga akan rugi," ucapku sambil menjelaskan, aku harap kata-kataku bisa mereka pahami.
"Ayo coba ulangi lagi!!"
Bersambung...
---
Ditulis di Buluh Indah, Denpasar
15 Rabi'ul Awwal 1441H.
Senin pagi, sepekan yang lalu...
Pukul 04.00 WITA, kulajukan sepeda motorku menuju Gedung Keuangan Negara I Denpasar. Kala itu, aku tidak sendiri, adalah Kinan yang ada di belakang menemani.
Pagi sekali mungkin...
Sebuah kosekuensi mengikuti hal yang telah lama dinanti.
Kartu nama |
Memang janjian berkumpul baru jam 05.00 WITA, tetapi ya kalian tahu aku...
aku tidak suka membuat orang lain menunggu,
terlebih ada shalat subuh yang harus kami tunaikan.
Daripada tertinggal jamaah shalat subuh di masjid GKN dan malah akan bikin badmood, lebih baik berangkat lebih pagi.
Kami menuju kabupaten Karangasem, tempat diselenggarakannya KM 4 Denpasar ini.
Sebuah privilege lagi yang aku dapatkan karena ya jika tidak ada momen ini, aku juga malas jalan-jalan keluar Denpasar.
Tak kusangka, perjalanan kesana memang butuh perjuangan. Naik turun bukit, melewati daerah pelosok, ditambah dengan rintikan hujan yang menyambut kami pagi itu.
Tanah Baliku |
Kami pun sampai di sekolah masing-masing.
SDN 3 Selumbung.
Kami disambut oleh Kepala Sekolah dan guru. Pemandangan siswa yang kerja bakti menyapu juga menyambut kami pagi itu.
Kerja bakti anak SD adalah pemandangan yang sudah tidak asing di Bali |
Rintikan hujan membuat kami pesimis akan diselenggarakannya upacara. Jadilah, pada pukul 07.00 WITA, para siswa dikumpulkan di Aula.
Sebuah ruangan kecil sesungguhnya,
tetapi memang, di ruang inilah aula itu.
Wajah-wajah lugu anak SD menyambut kami |
Atau mungkin wajah ketakutan melihat kami (?) |
SD itu memang sederhana. Bangunannya juga tidak terlalu istimewa. KM 4 ini memang menargetkan SD yang terletak di bagian dalam kabupaten agar mereka juga terjamah dengan yang namanya Kementerian Keuangan.
SDN 3 Selumbung |
Tak berapa lama, hujan pun reda. Upacara yang kami nantikan kan terjadi juga.
Anak-anak diarahkan menuju lapangan untuk upacara bendera.
Barisan para siswa |
Bekas hujan |
Pride |
Hayo siapa yang waktu SD sukanya kayak gini? |
Children |
Bendera |
Ada aku ada aku di foto ituu, nyempil |
Nostalgia akan masa kanak-kanak kembali menyapa.
Aku berdiri bukan di barisan para siswa.
Kali ini peranku adalah sebagai guru.
Selesai upacara, kami menyapa para siswa.
Senyum tulus mereka...
Sinar di mata mereka...
Ah benar, dunia anak-anak memang menyenangkan.
Lihat sinar di mata mereka |
Selesai menyapa mereka, kami bersiap menuju kelas masing-masing.
Di sesi pertama ini, aku dan Nurma bertugas di kelas 5.
Kelas ini tidak terlalu ramai, hanya berisi 8 siswa.
Empat siswa laki-laki dan empat siswa perempuan.
9 orang sesungguhnya, tetapi di hari itu, satu orang tidak masuk.
Jangan salfok ke Bimbi si boneka wisuda |
Kikuk.
Itulah yang aku rasakan.
Ternyata tidak mudah berbicara di hadapan anak SD. Ada perasaan takut menggunakan bahasa yang terlalu tinggi sehingga tidak bisa dipahami, pun perasaan takut tak bisa memberi makna yang berarti.
Ah, tetapi, apapun itu,
perasaan senang tetap menyelimuti.
"Akhirnya aku benar-benar merasakan jadi guru."
Sesi kali ini diawali oleh kami berdua yang membagikan ikat kepala untuk ditulis nama dan cita-cita.
Ada yang ingin menjadi TNI, Polisi, dan Guru.
"Mengapa ingin jadi polisi?" tanyaku pada salah seorang siswa.
"Karena ingin menjaga keamanan Indonesia," jawab salah seorang siswa.
Waw, sebuah niatan yang luar biasa.
Selesai menulis nama dan cita-cita, ikat kepala itu mereka pakai di kepala masing-masing.
Ikat kepala |
Dan cita-cita |
Penjelasan pertama oleh Nurma tentang gambar-gambar yang dia bawa.
Ada foto bu SMI, ada logo Kementerian Keuangan, ada foto bandara, dll.
Antusias? Mungkin.
Atau tidak terlalu mengerti lebih tepatnya. Sepertinya pekerjaan di Kementerian Keuangan ini masih terlalu kompleks untuk bisa mereka cerna.
Kami pun berlanjut dengam bermain puzzle. Puzzle kali ini adalah gambar peta Indonesia.
"Kita tinggal di pulau mana?"
"Pulau Bali!!"
"Yang mana pulau Bali?"
"Yang kecil ini," ucap mereka sambil menunjuk gambar peta Indonesia
"Hmm...Sulawesi letaknya dimana ya?" |
Sementara itu di kelas lain... |
Ada aku ada aku di foto itu |
Di kelas lain pun, rasanya tidak kalah seru.
Aku mendengar teriakan semangat dari siswa-siswa di kelas lain.
Semangat luar biasa dari anak SD yang mungkin hal itu telah lama hilang dari diri kita sebagai orang dewasa.
Gembira |
"Kak, itu gambar apa?" |
Hayo ngaku, siapa yang udah kangen pingin ikut permainan ini? |
Harapan untuk Indonesia |
Sesungguhnya melihat anak-anak ini,
aku jadi berpikir,
"Oh, jadi Ngurah waktu kecil kayak gini ya...hehe"
Aku jadi membayangkan Ngurah atau teman-temanku yang lain yang berasal dari Bali.
Kembali lagi ke kelas yang aku ajar..
Selesai bermain puzzle, saatnya aku bercerita.
Emang ga asik sih ceritanya, tapi jadi seru karena ada boneka wisuda.
"Kak, aku mau pegang..."
"Kok lembut ya..."
Haha, intinya mereka salfok sama boneka.
Bimbi |
Mau cerita dikit tentang boneka itu.
Dulu waktu menjelang wisuda, kan banyak tuh yang jualan pernak-pernik wisuda, ada selempang, ada bunga, ada boneka, dll.
Nah aku tuh cuma beli bunga aja, ga ada niatan buat beli selempang walaupun sebenernya pingin, soalnya aku mikir habis dibuat foto-foto terus selempangnya diaapin ya? Kan sayang gitu jadi mubadzir.
Nah waktu lihat iklan boneka, jiwa anak-anakku meronta, pingin beli boneka beruang yang pakai toga, terlebih itu dia bisa request nama dan slayernya pakai warna ijo gitu, Akuntansi banget ðŸ˜
Tapi ya gitulah, ga jadi beli karena satu dan lain hal.
Nah, sore hari selesai wisuda, aku sama ibu aku ke air mancur STAN buat foto-foto.
"Kak Rahmaaa...!!" teriak seorang gadis kecil menghampiri.
"Kakak selamat wisuda ya!" ucap gadis itu sambil memberikan kado wisuda berupa boneka yang aku inginkan itu.
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Bisa terkabul gitu lho keinginanku.
Segala puji hanya milik Allah yang menggerakkan hati adik kosku bernama Dhea untuk mengkado boneka wisuda yang aku inginkan itu.
Oke balik lagi ke Kemenkeu Mengajar.
"Siapa yang pingin pakai toga kayak Bimbi?" tanyaku kepada para siswa.
"Aku aku aku!!!" ucap para siswa.
"Yey, Bimbi ini habis wisuda, jadi dia pakai toga. Kalau mau pakai toga, harus sekolah sampai ke perguruan tinggi dulu. Siapa disini yang mau belajar sampai perguruan tinggi?"
"Aku aku aku!!" jawab mereka antusias.
Hmm...jadi begini maksudku, walaupun mereka tinggal di desa dan akses mereka tidak seleluasa anak kota, mereka harus punya tekad dan semangat untuk sekolah setinggi-tingginya.
"Nah adik-adik tahu ngga? Tugas Kementerian Keuangan apa? Meng..."
"(meng)umpulkan dan menyalurkan uang negara," jawab mereka.
"Pinter!! Nah, uang negara itu disalurkan salah satunya ke bidang pendidikan," sambungku.
Sebenernya dalam bahasa orang dewasa, aku ingin mengatakan bahwa sekian persen dari APBN itu diperuntukkan untuk sektor pendidikan.
"Jadi, karena negara udah baik nih sama kita dengan berkontribusi dalam pendidikan kita, cara kita berterimakasih pada negara gimana?"
"Hmmm..." mereka terdiam tidak tahu jawabannya.
"Caranya adalah dengan belajar yang...?"
"Rajiin!!" jawab mereka.
"Pinter!! Selain itu, caranya dengan...tidak...?"
"Hmmm..." mereka terdiam lagi karena bingung mau jawab apa.
"Dengan tidak boleh mencontek. Karena mencontek itu adalah awal dari korupsi. Kalau kita korupsi, diri kita akan rugi, negara juga akan rugi," ucapku sambil menjelaskan, aku harap kata-kataku bisa mereka pahami.
"Ayo coba ulangi lagi!!"
Bersambung...
---
Ditulis di Buluh Indah, Denpasar
15 Rabi'ul Awwal 1441H.
Comments
Post a Comment