Pertemuan Kembali
Bismillahirrahmanirrahim
Kita tidak pernah tahu...
siapa orang yang datang kemudian pergi
dan siapa yang pergi kemudian ditakdirkan untuk datang kembali.
Hidup ini memang penuh misteri.
Manusia datang dan pergi silih berganti.
Tetapi satu yang pasti,
yang ditakdirkan untuk membersamai,
pasti akan kembali.
Pasti.
---
10 Maret 2019
Sore itu, aku mengemasi barangku untuk aku bawa kembali ke Bali.
Kesal memang rasanya, setelah setengah bulan begitu senang meninggalkan Bali karena diklat di Jakarta dan bisa mampir sebentar untuk pulang ke Surabaya karena di Bali sedang nyepi, akhirnya kenyataan harus kembali aku hadapi: kembali ke Bali.
Aku memang masih belum bisa terima 100% dengan penempatan ini, aku masih kesal, aku masih kecewa, aku tidak terima.
Aku merasa lebih pantas untuk penempatan di Jawa ketimbang teman-teman seinstansi dari jurusan Akuntansi lainnya karena memang peringkat kelulusanku ketika kuliah lebih tinggi daripada mereka.
Terdengar sombong?
Mungkin.
Tetapi itulah manusia.
Kudapati ibuku riwa-riwi menyiapkan sesuatu di ruang tamu, pertanda akan ada tamu yang datang.
"Siapa yang mau bertamu?" tanyaku kepada ibu.
"Lujo," jawab ibu.
"Ha? Lujo? Mau ngapain?" tanyaku heran.
Lujo ini adalah teman satu SMP dan satu SMA ku. Nama aslinya adalah Luqman Raharjo, aku memanggilnya 'Lujo' karena mengikuti tren teman-teman SMP yang memanggilnya menggunakan nama itu.
Kami hanya saling tahu ketika SMP dan baru kenal saat SMA. Dia adalah teman satu kelasku selama 3 tahun. Dia juga adalah atasanku di organisasi yang aku ikuti ketika SMA. Bisa dibilang, secara struktural organisasi, posisi kami begitu dekat karena dia ketua dan aku adalah bawahannya.
Adakah hal-hal tersebut membuatnya menjadi teman baikku?
Tentu saja...
Tidak.
Dia cuma teman, tidak lebih, dan aku tidak menganggapnya istimewa sebagaimana dia juga tidak menganggapku istimewa.
Dalam obrolan SMS kami kala itu, yang kami bicarakan adalah hal-hal seputar organisasi, membahas keberlangsungan proker, atau paling mentok juga hanya tentang tugas sekolah, tidak ada kepo kehidupan pribadi masing-masing.
Aku punya kehidupan sendiri selama SMA sebagaimana dia punya dunianya sendiri.
Lantas, hal apa yang membuat dia datang bertamu hari ini?
Sekitar tahun 2015, dia pernah menghubungiku untuk menanyakan nomor ibuku yang bekerja di pertanian.
Entahlah, aku juga tidak mengerti, mengapa dia yang kuliah di Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota tiba-tiba tertarik dengan pertanian.
Sejak saat itu, dia mengenal ibuku, dan tentu saja ibuku mengenalnya.
Tapi itu adalah hal wajar untukku karena memang ibuku kenal banyak teman-temanku, baik laki-laki maupun perempuan.
Dan kedatangannya sore itu adalah untuk menemui ibuku terkait pertanian juga.
"Minta tolong jangan bilang kalau aku lagi di rumah," pintaku oada ibu.
"Lho kenapa dek?" tanya ibuku.
Aku sedang dalam mood yang tidak begitu baik untuk bertemu orang, aku sedang tidak ingin mengajak ngobrol orang, jika dia tahu aku ada di rumah, mau tidak mau sebagai tuan rumah yang baik aku harus ikut menemui karena memang aku kenal dengan tamu tersebut.
Tidak berapa lama, bel rumahku berbunyi.
Ibuku menyambutnya dan mempersilahkannya duduk di kursi tamu.
Dari ruang keluarga, aku bisa mendengar suaranya yang sedang berbincang dengan ibuku.
Tak berapa lama, ibuku menuju ruang keluarga untuk membuka oleh-oleh yang dia bawa.
Aku salah fokus dengan tas oleh-oleh kain yang bertuliskan tulisan Arab.
"Boleh ngga ini tasnya diminta juga?" tanyaku kepada ibu.
Ibuku pun keheranan dengan permintaanku yang cukup aneh. Ibuku bertanya kepadanya apakah tas tersebut boleh diminta dan akhirnya mau tidak mau terbongkar juga bahwa aku sedang ada di rumah.
"Boleh, tetapi tolong diganti dengan tas kain juga, jangan tas plastik," jawab Lujo kurang lebih.
Tak berapa lama, grab yang mengantarku ke Bandara Juanda pun datang.
"Hai Jo! duluan ya!" ucapku kepadanya sambil mendorong koper keluar.
"Lho mau kemana Ma?" tanya dia.
"Mau ke Denpasar," jawabku.
"Ngapain kesana?" tanya dia lagi.
"Aku penempatan kerja disana," jawabku sambil menutup perbincangan.
Aku senang bahwa saat itu aku terburu-buru sehingga tidak perlu berbincang banyak, mengingat moodku sedang tidak baik saat itu.
Aku berpamitan pada ibuku dan langsung menaiki grab tersebut.
Dan saat itu,
aku tidak menyadari...
bahwa hari itu...
adalah awal...
dari pertemuan kembali.
---
Ditulis di Denpasar, Bali
11 Rabi'ul Akhir 1441 H
Kita tidak pernah tahu...
siapa orang yang datang kemudian pergi
dan siapa yang pergi kemudian ditakdirkan untuk datang kembali.
Hidup ini memang penuh misteri.
Manusia datang dan pergi silih berganti.
Tetapi satu yang pasti,
yang ditakdirkan untuk membersamai,
pasti akan kembali.
Pasti.
---
10 Maret 2019
Sore itu, aku mengemasi barangku untuk aku bawa kembali ke Bali.
Kesal memang rasanya, setelah setengah bulan begitu senang meninggalkan Bali karena diklat di Jakarta dan bisa mampir sebentar untuk pulang ke Surabaya karena di Bali sedang nyepi, akhirnya kenyataan harus kembali aku hadapi: kembali ke Bali.
Aku memang masih belum bisa terima 100% dengan penempatan ini, aku masih kesal, aku masih kecewa, aku tidak terima.
Aku merasa lebih pantas untuk penempatan di Jawa ketimbang teman-teman seinstansi dari jurusan Akuntansi lainnya karena memang peringkat kelulusanku ketika kuliah lebih tinggi daripada mereka.
Terdengar sombong?
Mungkin.
Tetapi itulah manusia.
Kudapati ibuku riwa-riwi menyiapkan sesuatu di ruang tamu, pertanda akan ada tamu yang datang.
"Siapa yang mau bertamu?" tanyaku kepada ibu.
"Lujo," jawab ibu.
"Ha? Lujo? Mau ngapain?" tanyaku heran.
Lujo ini adalah teman satu SMP dan satu SMA ku. Nama aslinya adalah Luqman Raharjo, aku memanggilnya 'Lujo' karena mengikuti tren teman-teman SMP yang memanggilnya menggunakan nama itu.
Kami hanya saling tahu ketika SMP dan baru kenal saat SMA. Dia adalah teman satu kelasku selama 3 tahun. Dia juga adalah atasanku di organisasi yang aku ikuti ketika SMA. Bisa dibilang, secara struktural organisasi, posisi kami begitu dekat karena dia ketua dan aku adalah bawahannya.
Adakah hal-hal tersebut membuatnya menjadi teman baikku?
Tentu saja...
Tidak.
Dia cuma teman, tidak lebih, dan aku tidak menganggapnya istimewa sebagaimana dia juga tidak menganggapku istimewa.
SMA Negeri 5 Surabaya |
Dalam obrolan SMS kami kala itu, yang kami bicarakan adalah hal-hal seputar organisasi, membahas keberlangsungan proker, atau paling mentok juga hanya tentang tugas sekolah, tidak ada kepo kehidupan pribadi masing-masing.
Aku punya kehidupan sendiri selama SMA sebagaimana dia punya dunianya sendiri.
Lantas, hal apa yang membuat dia datang bertamu hari ini?
Sekitar tahun 2015, dia pernah menghubungiku untuk menanyakan nomor ibuku yang bekerja di pertanian.
Entahlah, aku juga tidak mengerti, mengapa dia yang kuliah di Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota tiba-tiba tertarik dengan pertanian.
Sejak saat itu, dia mengenal ibuku, dan tentu saja ibuku mengenalnya.
Tapi itu adalah hal wajar untukku karena memang ibuku kenal banyak teman-temanku, baik laki-laki maupun perempuan.
Dan kedatangannya sore itu adalah untuk menemui ibuku terkait pertanian juga.
"Minta tolong jangan bilang kalau aku lagi di rumah," pintaku oada ibu.
"Lho kenapa dek?" tanya ibuku.
Aku sedang dalam mood yang tidak begitu baik untuk bertemu orang, aku sedang tidak ingin mengajak ngobrol orang, jika dia tahu aku ada di rumah, mau tidak mau sebagai tuan rumah yang baik aku harus ikut menemui karena memang aku kenal dengan tamu tersebut.
Tidak berapa lama, bel rumahku berbunyi.
Ibuku menyambutnya dan mempersilahkannya duduk di kursi tamu.
Dari ruang keluarga, aku bisa mendengar suaranya yang sedang berbincang dengan ibuku.
Tak berapa lama, ibuku menuju ruang keluarga untuk membuka oleh-oleh yang dia bawa.
Aku salah fokus dengan tas oleh-oleh kain yang bertuliskan tulisan Arab.
Tas |
"Boleh ngga ini tasnya diminta juga?" tanyaku kepada ibu.
Ibuku pun keheranan dengan permintaanku yang cukup aneh. Ibuku bertanya kepadanya apakah tas tersebut boleh diminta dan akhirnya mau tidak mau terbongkar juga bahwa aku sedang ada di rumah.
"Boleh, tetapi tolong diganti dengan tas kain juga, jangan tas plastik," jawab Lujo kurang lebih.
Tak berapa lama, grab yang mengantarku ke Bandara Juanda pun datang.
"Hai Jo! duluan ya!" ucapku kepadanya sambil mendorong koper keluar.
"Lho mau kemana Ma?" tanya dia.
"Mau ke Denpasar," jawabku.
"Ngapain kesana?" tanya dia lagi.
"Aku penempatan kerja disana," jawabku sambil menutup perbincangan.
Aku senang bahwa saat itu aku terburu-buru sehingga tidak perlu berbincang banyak, mengingat moodku sedang tidak baik saat itu.
Aku berpamitan pada ibuku dan langsung menaiki grab tersebut.
Dan saat itu,
aku tidak menyadari...
bahwa hari itu...
adalah awal...
dari pertemuan kembali.
---
Ditulis di Denpasar, Bali
11 Rabi'ul Akhir 1441 H
Comments
Post a Comment