Menghitung Nikmat Allah
Bismillahirrahmanirrahim
Beberapa hari ini, merasa ada banyak hal tidak menyenangkan terjadi.
Mulai dari harus pindah kos karena mess akan diperbaiki,
kesana kemari mencari kos yang tanpa pura,
dll.
Namun, dibalik itu semua,
Allah berikan banyak nikmat yang harus disyukuri.
Menginjakkan kaki kembali ke Jakarta contohnya.
Walau mungkin, ini adalah kesempatan pertama sekaligus terakhir dalam tahun ini mengingat tidak ada jadwal pemanggilan diklat kembali untuk bulan-bulan berikutnya.
Dan hal yang harus disyukuri adalah diklat kali ini benar-benar sesuai passion.
Menulis untuk Media Massa.
Tidak seperti diklat jaringan komputer, pengelolaan database atau evaluasi pasca pembelajaran seperti tahun lalu, diklat kali ini begitu menarik karena sesuai dengan kata hati.
Aku yang cuma seorang pelaksana di instansi non teknis ini, diberi kesempatan oleh Allah untuk diklat bersama-sama pejabat dan pelaksana di instansi teknis.
Minder? Pasti.
Orang aku udah ngga tau apa-apa terkait keuangan negara. Sehari-hari kerjaan mengurus diklat, bukan masalah fiskal keuangan.
Tetapi, mengapa bisa, diantara begitu banyak pilihan pegawai non teknis lain, mengapa aku yang diberi kesempatan itu? Mengapa aku yang Allah pilih untuk duduk di kelas yang memang aku inginkan, dimana kelas itu mengajarkan kami untuk membuat tulisan opini agar dimuat di media massa.
Dan taukah? Hal apa yang harus disyukuri ketika berada di Jakarta?
Hal yang sampai saat ini belum ada gantinya di Denpasar :'
Dan berbicara tentang hal yang patut disyukuri, aku bersyukur kepada Allah atas nikmat teman-teman yang baik.
Aku bersykur kepada Allah karena masih diberi kesempatan untuk bertemu mereka kembali. Aku bersyukur kepada Allah yang telah menggerakkan hati mereka untuk bisa meluangkan waktu bertemu.
Ada Rhistia, Lina, Ulfa, Fida, Fitri, Nurul, Andella, Kinan, Ammah Rena dan mbak Nofa.
Rasa-rasanya, kedatangan kali ini adalah rekor terbanyak untuk bertemu teman-teman, dengan atau tanpa direncanakan sebelumnya.
Hal lain yang perlu aku syukuri adalah, betapa mewahnya kamar akomodasi diklat yang disediakan, begitu mewah untuk ukuranku yang terbiasa hidup biasa saja.
Nikmat yang terus aku tekankan pada diriku sendiri bahwa,
dulu, nikmat ini tidak ada, tidak terpikir pula sebelumnya.
Dan kini, ketika nikmat itu ada, aku harus siap jika segala kemewahan ini Allah ambil kembali seperti sedia kala ketika dulu aku tidak merasakannya.
"Ketika penghasilanmu bertambah, janganlah meningkatkan gaya hidupmu, karena ketika penghasilanmu tidak lagi seperti sekarang, menurunkan gaya hidup adalah hal yang sulit dilakukan," kata salah seorang dosenku.
Aku bersyukur diberi kesempatan untuk melihat kampus kembali. Hal yang mungkin sulit didapatkan bagi mereka yang penempatan di daerah dan tidak mendapat kesempatan diklat sepertiku.
Baiklah, memang benar
"Jika kamu menghitung nikmat Allah, maka kamu tidak akan bisa menghitungnya."
Mengapa kita harus menghitung-hitung ujian yang Allah beri padahal menghitung nikmat Allah saja kita belum selesai.
Mengapa kita sibuk menghitung nikmat Allah kepada orang lain padahal kita belum selesai menghitung nikmat yang Allah beri kepada diri sendiri.
Alhamdulillah...
Bahkan nafas ini pun adalah nikmat,
pengelihatan adalah nikmat,
pendengaran adalah nikmat.
Hal yang sering kita lupakan dan kita sepelekan untuk diayukuri.
---
Ditulis di BWCC, Bintaro
5 Jumadil Akhir 1441H.
Beberapa hari ini, merasa ada banyak hal tidak menyenangkan terjadi.
Mulai dari harus pindah kos karena mess akan diperbaiki,
kesana kemari mencari kos yang tanpa pura,
dll.
Namun, dibalik itu semua,
Allah berikan banyak nikmat yang harus disyukuri.
Menginjakkan kaki kembali ke Jakarta contohnya.
Bandara Ngurah Rai |
Walau mungkin, ini adalah kesempatan pertama sekaligus terakhir dalam tahun ini mengingat tidak ada jadwal pemanggilan diklat kembali untuk bulan-bulan berikutnya.
Dan hal yang harus disyukuri adalah diklat kali ini benar-benar sesuai passion.
Menulis untuk Media Massa.
Tidak seperti diklat jaringan komputer, pengelolaan database atau evaluasi pasca pembelajaran seperti tahun lalu, diklat kali ini begitu menarik karena sesuai dengan kata hati.
Ruang diklat |
Aku yang cuma seorang pelaksana di instansi non teknis ini, diberi kesempatan oleh Allah untuk diklat bersama-sama pejabat dan pelaksana di instansi teknis.
Minder? Pasti.
Orang aku udah ngga tau apa-apa terkait keuangan negara. Sehari-hari kerjaan mengurus diklat, bukan masalah fiskal keuangan.
Tetapi, mengapa bisa, diantara begitu banyak pilihan pegawai non teknis lain, mengapa aku yang diberi kesempatan itu? Mengapa aku yang Allah pilih untuk duduk di kelas yang memang aku inginkan, dimana kelas itu mengajarkan kami untuk membuat tulisan opini agar dimuat di media massa.
Dan taukah? Hal apa yang harus disyukuri ketika berada di Jakarta?
Masjid Nurul Iman |
Hal yang sampai saat ini belum ada gantinya di Denpasar :'
Dan berbicara tentang hal yang patut disyukuri, aku bersyukur kepada Allah atas nikmat teman-teman yang baik.
Ulfa Aprilia R. |
Aku bersykur kepada Allah karena masih diberi kesempatan untuk bertemu mereka kembali. Aku bersyukur kepada Allah yang telah menggerakkan hati mereka untuk bisa meluangkan waktu bertemu.
Ada Rhistia, Lina, Ulfa, Fida, Fitri, Nurul, Andella, Kinan, Ammah Rena dan mbak Nofa.
Rasa-rasanya, kedatangan kali ini adalah rekor terbanyak untuk bertemu teman-teman, dengan atau tanpa direncanakan sebelumnya.
Hal lain yang perlu aku syukuri adalah, betapa mewahnya kamar akomodasi diklat yang disediakan, begitu mewah untuk ukuranku yang terbiasa hidup biasa saja.
Jakarta dalam jendela |
Nikmat yang terus aku tekankan pada diriku sendiri bahwa,
dulu, nikmat ini tidak ada, tidak terpikir pula sebelumnya.
Dan kini, ketika nikmat itu ada, aku harus siap jika segala kemewahan ini Allah ambil kembali seperti sedia kala ketika dulu aku tidak merasakannya.
"Ketika penghasilanmu bertambah, janganlah meningkatkan gaya hidupmu, karena ketika penghasilanmu tidak lagi seperti sekarang, menurunkan gaya hidup adalah hal yang sulit dilakukan," kata salah seorang dosenku.
Aku bersyukur diberi kesempatan untuk melihat kampus kembali. Hal yang mungkin sulit didapatkan bagi mereka yang penempatan di daerah dan tidak mendapat kesempatan diklat sepertiku.
PKN STAN |
Baiklah, memang benar
"Jika kamu menghitung nikmat Allah, maka kamu tidak akan bisa menghitungnya."
Mengapa kita harus menghitung-hitung ujian yang Allah beri padahal menghitung nikmat Allah saja kita belum selesai.
Mengapa kita sibuk menghitung nikmat Allah kepada orang lain padahal kita belum selesai menghitung nikmat yang Allah beri kepada diri sendiri.
Alhamdulillah...
Bahkan nafas ini pun adalah nikmat,
pengelihatan adalah nikmat,
pendengaran adalah nikmat.
Hal yang sering kita lupakan dan kita sepelekan untuk diayukuri.
---
Ditulis di BWCC, Bintaro
5 Jumadil Akhir 1441H.
Comments
Post a Comment