Zero Waste Event: Dapur Minim Sampah

Bismillahirrahmanirrahim

Sejak ta'aruf, aku sudah paham kemana arah hidup bapak suami. Beliau punya concern kepada lingkungan.

Atau lebih tepatnya, hal ini sudah aku sadari sejak sebelum ta'aruf, sejak belum ada obrolan apa-apa terkait pernikahan karna dia sekali dua kali menanyakan tentang lingkungan ke ibuku.

"Kenapa sih kamu suka nanem?" tanyaku suatu hari, ketika belum ada obrolan pernikahan diantara kami.

Aku saat itu merasa aneh saja,

"Ada ya anak muda zaman ini yang masih suka taneman?" pikirku saat itu.

Aku saja, yang lahir dari seorang perempuan yang berkecimpung di dunia pertanian, sama sekali nol tentang tanaman karena tidak tertarik, ya apalagi orang lain.

Sangkaanku saat itu.


Ketika H+1 pernikahan, bapak suami menjelaskan kepadaku mengapa kita harus peduli pada lingkungan, mengapa kita harus makan makanan yang sehat, dll dengan insight yang berbeda.

Kurang lebih intinya, jika kita berbuat baik pada lingkungan, bisa jadi makhluk-makhluk kecil yang ada di sekitar akan mendoakan kebaikan untuk kita, dan bisa jadi berlaku juga sebaliknya.

Apakah itu benar? Hmm... aku sendiri tidak tahu, tapi apa salahnya ya kan ikut menjaga lingkungan?

So, here we go!

Dalam rangka melangkah searah dengan bapak suami, aku perlahan jadi peduli dengan lingkungan.

Toh juga mimpi si bapak tidak menyalahi syari'at agama.

Terlebih, di Bali sendiri, kesadaran akan lingkungan mulai tumbuh dengan adanya Pergub larangan pemakaian kantong kresek ketika berbelanja.

Selama ini, yang aku lakukan baru dalam level mengurangi sampah plastik dan mencoba membuat kompos dari sampah dapur.

Masih cupu memang, tapi ya... jauh lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa.


Sampai pada akhirnya, satu keinginanku keturutan, yey!

Yaitu mengikuti zero waste event.

Event Dapur Minim Sampah

I was so happy!

Sebelumnya, aku sudah tahu bahwa di Bali ada komunitas zero waste yang namanya adalah Go Green Deen @gogreendeen, tetapi aku ga tau caranya gabung kesana gimana.

Baiklah, event ini diadakan oleh komunitas Little Khalifah, yaitu suatu perkumpulan ibu-ibu muda yang belajar tentang home schooling.

Pemateri dalam acara ini yaitu anggota Go Green Deen yang telah menjadi pelaku zero waste sejak lama.

Acara dimulai sekitar pukul 10.00 WITA, tiap peserta kemudian diberi handout dan gula merah.

Handout dan gula merah

Gula merah akan digunakan ketika praktik membuat eco enzyme.

Acara ini mengajarkan peserta bagaimana caranya mengolah sampah dapur agar tidak berakhir ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS).

Caranya? Ada beberapa alternatif. Tetapi yang dibahas pada acara ini adalah:
🍃 Cara membuat kaldu dari kulit udang
🍃 Cara membuat sabun dari minyak jelantah
🍃 Cara membuat eco enzyme untuk bersih-bersih
🍃 Cara membuat kompos.

Baiklah, sebelumnya, mungkin ada yang bertanya, "Mengapa sampah organik dan anorganik harus dipisah?" dan "Mengapa harus mengolah sampah organik?"

Hasil diskusi sama bapak suami, aku jadi tahu bahwa tenyata...

daur ulang sampah itu tidak mudah!

Dan akan jauh lebih tidak mudah lagi ketika sampah organik dan anorganik bercampur.

Karena sebagaimana kita tahu bahwa sampah organik akan membusuk dan berbau, maka jika bercampur dengan kardus contohnya, pengolahan sampah kardus untuk didaur ulang akan susah.

Dan tidak hanya susah, tetapi akan memakan biaya yang lebih mahal.

Berdasarkan info yang aku dapat dari Pelatihan Membuat Sampah Organik (PMSO) yang pernah aku posting disini dan disini .

sampah organik menempati posisi 60% dari total keseluruhan sampah. Maka, mengatasi sampah organik artinya kita ikut menyelesaikan 60% masalah sampah.

Eh btw, itu dulu ikut pelatihan itu iseng ceritanya. Belum ada obrolan mau nikah sama pak suami. Terus pas ikut itu, di tengah jalan aku mutung, males ngikutin karena bingung dan tertatih-tatih. Alhamdulillah sekarang ada temennya buat ngelanjutin belajar itu.

Dulu juga iseng beli buku ini, alasan belinya juga aku udah lupa kenapa, gataunya sekarang bermanfaat banget.

Baiklah, sampai sini paham kan pentingnya peduli sama hal kayak gini?


Pelatihan pertama adalah membuat kaldu dari kulit udang,

dilanjut dengan membuat sabun dari minyak jelantah,

Ada aku ada akuu

dan kemudian coffee break.

Menu coffee break. Btw, buku di belakangnya itu series lanjutan dari buku di foto sebelumnya.
Menu coffee break dan bingkisan untuk pemateri

Setelah coffee break, dilanjutkan materi membuat eco enzyme.

Apa itu eco enzyme? Eco enzyme adalah cairan pembersih alami serbaguna yang diproduksi dari proses fermentasi sisa organik, gula, dan air.

Cairan pembersih kita selama ini yang terbuat dari bahan kimiawi, bisa merusak alam. Maka eco enzyme adalah jawaban dari permasalahan tersebut.

Caranya sangat mudah, yaitu dengan mencampurkan gula merah, sisa sayur dan buah, dan air dengan perbandingan 1:3:10. Cairan tersebut baru dapat digunakan setelah 4 bulan dari tanggal pembuatan.

Selesai praktik membuat eco enzyme, kami menuju acara terakhir, yaitu membuat kompos.

Membuat kompos ini cukup mudah, bahkan bagi orang yang tinggal di kos seperti aku.

Melalui acara itu, aku jadi semangat ngompos lagi setelah beberapa waktu berhenti karena ribet pindahan dll.

Kondisi komposku per tanggal 15 Maret 2020

Alhamdulillah...

Alhamdulillah...

Acara selesai sekitar pukul 13.00 WITA.

Bagiku, acara ini adalah langkah awal yang baik untuk terus ikut berupaya menjaga bumi.

Terlebih jika sudah tahu komunitasnya, kita jadi merasa tidak sendirian dan tidak akan cepat mudah putus asa.

Mungkin, detail cara pembuatan produk-produk di atas akan dituliskan di postingan selanjutnya.

Tapii, itu kalau ada waktu dan mood yang baik, hehe.

---

Selesai ditulis di kantor,

tidak ada pekerjaan karena semua diklat ditunda dalam waktu yang tidak ditentukan,

21 Rajab 1441H.

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!