Mengadzani dan Mentahnik
Bismillahirrahmanirrahim
Kajian ke-8 dari rangkaian Kajian Bimbingan Praktis dalam Mendidik Anak.
---
๐๐๐
Mengadzani Telinga Bayi
Abu Rafi’ ูุฑุถู ุงููู ุนูู berkata:
“Aku melihat Rasulullah adzan di telinga al Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhumaa ketika Fathimah baru melahirkan beliau.” [HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad. Sebagian ulama menghasankan hadits ini dan sebagian lagi mendhaifkannya.]
‘Ulama lain berpendapat bahwa hadits ini adalah hadits yang dhaif.
Perawi hadits ini jalan-jalannya berasal dari 6 orang perawi.:
Abu Rafi’ (sahabat) -> Ubaidillah (tabi’in) -> Ashim -> Sufyan -> Yahya -> fulan (tidak terdengar dengan jelas)
Para ‘ulama ahli hadits ketika menelaah perawi hadits tersebut,
perawi yang shalih, tetapi hafalannya tidak baik, maka periwayatannya ditolak.
Ashim ini adalah orang yang dhaif. Imam Bukhari menilai bahwasanya Ashim suka membawakan hadits-hadits yang mungkar. Sehingga ‘ulama ahli hadits menyatakan bahwa hadits ini dhaif.
Mengapa dikatakan hasan?
Karena ‘ulama mengumpulkan riwayat lain.
---
Sejumlah ‘ulama tidak mensunnahkan mengadzankan telinga bayi.
Syekh Abu Ishak dalam Al Insyirah fii adabii nikah, beliau mengatakan tidak mendapatkan hadits yang dhaif maupun hasan terkait hal ini.
Namun, tidak bisa kita pungkiri bahwa sebagian besar ‘ulama menganjurkan adzan di telinga bayi.
Baik Syafi’iyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah.
Hanya saja Hanabilah tidak menganjurkan iqomah di telinga kiri sebagaimana Syafi'iyyah dana Hanafiyyah.
Imam Malik bin Anas (beliau selalu berpegang pada hadits yang shahih), beliau tidak menganjurkan, bahkan membenci perbuatan ini.
Lantas bagaimana sikap kita terkait hal ini?
َูุฅِْู ุชََูุงุฒَุนْุชُู ْ ِูู ุดَْูุกٍ َูุฑُุฏُُّูู ุฅَِูู ุงَِّููู َูุงูุฑَّุณُِูู
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)," [QS. An Nisaa’: 59]
Ayat tersebut menunjukkan bahwa kita harus memiliki sifat yang kritis dan ilmiyyah, di dalam segala hal.
Kita berusaha untuk tidak sekedar menjadi orang yang meniru saja. Kita dituntut menjadi orang mengikuti dalil.
---
Kita meyakini bahwa ‘ulama yang menganjurkan meng-adzani telinga bayi tersebut adalah ‘ulama yang mulia. Tidak boleh mencerca mereka.
Tetapi kita meyakini bahwa tidak ada dari mereka yang ma’sum.
Kita tidak mengikuti sosok ‘ulamanya, tetapi kita mengikuti dalilnya, karena mereka yang lebih paham tentang dalil.
Sebagai penuntut ilmu, kita harus mencari ilmu yang haq.
Apabila mendapati adanya khilaf, luangkan waktu, baca perbedaannya, baca dalilnya, minta petunjuk kepada Allah, lalu kita berpegang pada yang kita yakin dengan dalil tersebut.
---
๐ข๐ข๐ข
Bagi yang meyakini hukumnya hasan, silahkan dipraktekkan,
Tetapi jika menyakini bahwa hadits ini tidaklah shahih, Anda boleh mengerjakannya (asalkan tidak dianggap sebagai sunnah Nabi, tetapi adalah hal yang dilakukan oleh para salaf) dan boleh tidak mengerjakannya.
Jika tidak mengadzani, boleh diperdengarkan dengan kalimat-kalimat thayibbah.
---
Hikmah dikumandangkan adzan di telinga bayi dalah sebagai pengagungan kepada Allah.
Yang berkembang pertama kali dari anak adalah pendengaran, sehingga kita berusaha memperdengarkan kalimat yang baik kepadanya.
Hikmah dilakukan hal ini -wallahu’alam-, agar adzan yang mengandung pengagungan kepada Allah dan syahadatain menjadi hal pertama kali yang didengarkan oleh sang bayi.
Demikian pula adzan juga memiliki pengaruh dapat mengusir dan menjauhkan syaithan dari bayi yang baru lahir ini, dimana syaithan sudah berupaya untuk menyakiti dan mengganggu sang bayi (dari semenjak dilahirkan), sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadits:
“Apabila adzan dikumandangkan untuk melaksanakan sholat, maka syaithan lari terbirit-birit hingga terkentut-kentut sampai dia tidak bisa mendengarkan adzan lagi.”
---
Al Hafidz Ibnu Qayyim mengungkapkan rahasia dikumandangkannya adzan,
yaitu agar pertama kali yang didengarkan manusia adalah suatu kalimat yang tinggi yang mengandung kebesaran Allah.
Selain itu, sebagaimana talqin seseorang yang akan wafat, hendaknya seseorang yang lahir juga ditalqin dengan kalimat syahadat.
Adzan memberi pengaruh bagi hati, meskipun dia belum bisa memahaminya. Dan syaitan lari dari seruan adzan.
Apabila dikatakan “boleh” maka ini bukan suatu yang diharuskan/diwajibkan.
---
๐๐๐
Tahnik (Mengoleskan kurma atau madu di langit-langit mulut bayi).
Diantara sunnah Nabi yang sepatutnya dilakukan saat menyambut sang buah hati adalah sunnah tahnik, yaitu dengan cara melembutkan sebutir kurma sampai halus dengan dikunyah atau dilembutkan dengan cara lain yang sesuai, lalu dioleskan ke langit-langit mulut sang bayi.
Caranya adalah dengan meletakkan sebagian kurma yang telah lembut di ujung jari, lalu jari dimasukkan ke dalam mulut sang bayi sembari digerakkan perlahan secara lembut ke kanan dan kiri, sampai semua bagian (langit-langit) mulut bayi terkena secara merata kurma atau gula atau madu tersebut. Apabila tidak ada kurma, maka boleh ditahnik dengan apapun yang manis.
Abu Musa Radhiyallahu anhu, dia berkata,
Abu Musa Radhiyallahu anhu, dia berkata,
ُِููุฏَ ِูู ุบُูุงَู ٌ َูุฃَุชَْูุชُ ุจِِู ุงَّููุจَِّู -ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู - َูุณَู َّุงُู ุฅِุจْุฑَุงِููู َ َูุญَََُّููู ุจِุชَู ْุฑَุฉٍ
Aku pernah dikaruniai anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya nama Ibrรขhรฎm dan mentahnรฎknya dengan sebiji kurma (tamr).
(Dikeluarkan oleh al-Bukhรขri [5467, Fathul Bรขri) Muslim (2145, Nawawi), Ahmad (4/399), al-Baihaqi dalam al-Kubra (9/305) dan asy-Syu’ab karya beliau (8621, 8622)].
Tahnik itu memberikan pengaruh baik bagi kesehatan menurut para ahli medis. Salah seorang dari para ahli tersebut adalah bernama dr. Faruq Masaahil. Beliau berkata di dalam salah satu makalahnya yang dimuat di majalah al-Ummah al-Qathariyah vol 50 sebagai berikut:
“Tahnik dengan semua bentuk takarannya adalah mukjizat kenabian yang terbukti secara medis yang telah dilakukan manusia selama 14 abad lamanya, agar kelak manusia bisa mengetahui tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah menjelaskan bahwa setiap anak kecil (terutama bayi yang baru lahir atau menyusu) riskan dengan kematian apabila terjadi salah satu dari dua hal ini:
๐พApabila mengalami defesiensi kandungan gula di dalam darah (kelaparan)
๐พApabila panas suhu tubuhnya menurun di saat udara dingin melanda.
Yang betul adalah tahnik dilakukan setelah persalinan langsung. Yang paling baik adalah mentahnik dengan kurma yang kering, jika tidak ada, kurma basah, jika tidak ada, sesuatu yang lain yang manis, madu lebih utama.
Yang lebih utama mentahniknya adalah ayah atau kakek si bayi.
---
Diringkas di Denpasar, Bali
29 Sya'ban 1441H.
Kajian ke-8 dari rangkaian Kajian Bimbingan Praktis dalam Mendidik Anak.
---
๐๐๐
Mengadzani Telinga Bayi
Abu Rafi’ ูุฑุถู ุงููู ุนูู berkata:
“Aku melihat Rasulullah adzan di telinga al Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhumaa ketika Fathimah baru melahirkan beliau.” [HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad. Sebagian ulama menghasankan hadits ini dan sebagian lagi mendhaifkannya.]
‘Ulama lain berpendapat bahwa hadits ini adalah hadits yang dhaif.
Perawi hadits ini jalan-jalannya berasal dari 6 orang perawi.:
Abu Rafi’ (sahabat) -> Ubaidillah (tabi’in) -> Ashim -> Sufyan -> Yahya -> fulan (tidak terdengar dengan jelas)
Para ‘ulama ahli hadits ketika menelaah perawi hadits tersebut,
perawi yang shalih, tetapi hafalannya tidak baik, maka periwayatannya ditolak.
Ashim ini adalah orang yang dhaif. Imam Bukhari menilai bahwasanya Ashim suka membawakan hadits-hadits yang mungkar. Sehingga ‘ulama ahli hadits menyatakan bahwa hadits ini dhaif.
Mengapa dikatakan hasan?
Karena ‘ulama mengumpulkan riwayat lain.
---
Sejumlah ‘ulama tidak mensunnahkan mengadzankan telinga bayi.
Syekh Abu Ishak dalam Al Insyirah fii adabii nikah, beliau mengatakan tidak mendapatkan hadits yang dhaif maupun hasan terkait hal ini.
Namun, tidak bisa kita pungkiri bahwa sebagian besar ‘ulama menganjurkan adzan di telinga bayi.
Baik Syafi’iyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah.
Hanya saja Hanabilah tidak menganjurkan iqomah di telinga kiri sebagaimana Syafi'iyyah dana Hanafiyyah.
Imam Malik bin Anas (beliau selalu berpegang pada hadits yang shahih), beliau tidak menganjurkan, bahkan membenci perbuatan ini.
Lantas bagaimana sikap kita terkait hal ini?
َูุฅِْู ุชََูุงุฒَุนْุชُู ْ ِูู ุดَْูุกٍ َูุฑُุฏُُّูู ุฅَِูู ุงَِّููู َูุงูุฑَّุณُِูู
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)," [QS. An Nisaa’: 59]
Ayat tersebut menunjukkan bahwa kita harus memiliki sifat yang kritis dan ilmiyyah, di dalam segala hal.
Kita berusaha untuk tidak sekedar menjadi orang yang meniru saja. Kita dituntut menjadi orang mengikuti dalil.
Cute clothes by @naetokki |
---
Kita meyakini bahwa ‘ulama yang menganjurkan meng-adzani telinga bayi tersebut adalah ‘ulama yang mulia. Tidak boleh mencerca mereka.
Tetapi kita meyakini bahwa tidak ada dari mereka yang ma’sum.
Kita tidak mengikuti sosok ‘ulamanya, tetapi kita mengikuti dalilnya, karena mereka yang lebih paham tentang dalil.
Sebagai penuntut ilmu, kita harus mencari ilmu yang haq.
Apabila mendapati adanya khilaf, luangkan waktu, baca perbedaannya, baca dalilnya, minta petunjuk kepada Allah, lalu kita berpegang pada yang kita yakin dengan dalil tersebut.
---
๐ข๐ข๐ข
Bagi yang meyakini hukumnya hasan, silahkan dipraktekkan,
Tetapi jika menyakini bahwa hadits ini tidaklah shahih, Anda boleh mengerjakannya (asalkan tidak dianggap sebagai sunnah Nabi, tetapi adalah hal yang dilakukan oleh para salaf) dan boleh tidak mengerjakannya.
Jika tidak mengadzani, boleh diperdengarkan dengan kalimat-kalimat thayibbah.
---
Hikmah dikumandangkan adzan di telinga bayi dalah sebagai pengagungan kepada Allah.
Yang berkembang pertama kali dari anak adalah pendengaran, sehingga kita berusaha memperdengarkan kalimat yang baik kepadanya.
Hikmah dilakukan hal ini -wallahu’alam-, agar adzan yang mengandung pengagungan kepada Allah dan syahadatain menjadi hal pertama kali yang didengarkan oleh sang bayi.
Demikian pula adzan juga memiliki pengaruh dapat mengusir dan menjauhkan syaithan dari bayi yang baru lahir ini, dimana syaithan sudah berupaya untuk menyakiti dan mengganggu sang bayi (dari semenjak dilahirkan), sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadits:
“Apabila adzan dikumandangkan untuk melaksanakan sholat, maka syaithan lari terbirit-birit hingga terkentut-kentut sampai dia tidak bisa mendengarkan adzan lagi.”
---
Al Hafidz Ibnu Qayyim mengungkapkan rahasia dikumandangkannya adzan,
yaitu agar pertama kali yang didengarkan manusia adalah suatu kalimat yang tinggi yang mengandung kebesaran Allah.
Selain itu, sebagaimana talqin seseorang yang akan wafat, hendaknya seseorang yang lahir juga ditalqin dengan kalimat syahadat.
Adzan memberi pengaruh bagi hati, meskipun dia belum bisa memahaminya. Dan syaitan lari dari seruan adzan.
Apabila dikatakan “boleh” maka ini bukan suatu yang diharuskan/diwajibkan.
---
๐๐๐
Tahnik (Mengoleskan kurma atau madu di langit-langit mulut bayi).
Diantara sunnah Nabi yang sepatutnya dilakukan saat menyambut sang buah hati adalah sunnah tahnik, yaitu dengan cara melembutkan sebutir kurma sampai halus dengan dikunyah atau dilembutkan dengan cara lain yang sesuai, lalu dioleskan ke langit-langit mulut sang bayi.
Caranya adalah dengan meletakkan sebagian kurma yang telah lembut di ujung jari, lalu jari dimasukkan ke dalam mulut sang bayi sembari digerakkan perlahan secara lembut ke kanan dan kiri, sampai semua bagian (langit-langit) mulut bayi terkena secara merata kurma atau gula atau madu tersebut. Apabila tidak ada kurma, maka boleh ditahnik dengan apapun yang manis.
Abu Musa Radhiyallahu anhu, dia berkata,
Abu Musa Radhiyallahu anhu, dia berkata,
ُِููุฏَ ِูู ุบُูุงَู ٌ َูุฃَุชَْูุชُ ุจِِู ุงَّููุจَِّู -ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู - َูุณَู َّุงُู ุฅِุจْุฑَุงِููู َ َูุญَََُّููู ุจِุชَู ْุฑَุฉٍ
Aku pernah dikaruniai anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya nama Ibrรขhรฎm dan mentahnรฎknya dengan sebiji kurma (tamr).
(Dikeluarkan oleh al-Bukhรขri [5467, Fathul Bรขri) Muslim (2145, Nawawi), Ahmad (4/399), al-Baihaqi dalam al-Kubra (9/305) dan asy-Syu’ab karya beliau (8621, 8622)].
Tahnik itu memberikan pengaruh baik bagi kesehatan menurut para ahli medis. Salah seorang dari para ahli tersebut adalah bernama dr. Faruq Masaahil. Beliau berkata di dalam salah satu makalahnya yang dimuat di majalah al-Ummah al-Qathariyah vol 50 sebagai berikut:
“Tahnik dengan semua bentuk takarannya adalah mukjizat kenabian yang terbukti secara medis yang telah dilakukan manusia selama 14 abad lamanya, agar kelak manusia bisa mengetahui tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah menjelaskan bahwa setiap anak kecil (terutama bayi yang baru lahir atau menyusu) riskan dengan kematian apabila terjadi salah satu dari dua hal ini:
๐พApabila mengalami defesiensi kandungan gula di dalam darah (kelaparan)
๐พApabila panas suhu tubuhnya menurun di saat udara dingin melanda.
Yang betul adalah tahnik dilakukan setelah persalinan langsung. Yang paling baik adalah mentahnik dengan kurma yang kering, jika tidak ada, kurma basah, jika tidak ada, sesuatu yang lain yang manis, madu lebih utama.
Yang lebih utama mentahniknya adalah ayah atau kakek si bayi.
---
Diringkas di Denpasar, Bali
29 Sya'ban 1441H.
Comments
Post a Comment