Memberikan Perhatian di Usia 6 Tahun Pertama Kehidupan Anak (Bag. 1)
Bismillahirrahmanirrahim
Kajian ke-14, masuk ke dalam bab baru, yaitu "Memberikan Perhatian Pada Anak di Usia 6 Tahun Pertama Kehidupannya."
---
🍃🍃🍃
Sesungguhnya tahapan awal dari kehidupan seorang anak (yaitu 6 tahun pertama) merupakan fase paling rawan* dan penting**, karena memiliki pengaruh paling besar di dalam membentuk karakternya***.
*Apabila di fase ini kita menampakkan/mencontohkan sesuatu yang tidak baik maka akan berpengaruh buruk kepada anak.
Jika kita menunjukkan inkonsistensi, anak akan menjadi plin-plan, anak akan menjadi labil.
**Penting untuk membangun pondasi awal
*** Karakter adalah sesuatu yang dapat dibentuk
Maka semua yang terbentuk di dalam benak sang anak di fase ini, akan menampakkan pengaruhnya secara lebih nyata terhadap karakternya di saat ia bertambah dewasa.
Di usia 0-6 tahun terjadi perubahan dan perkembangan yang pesat.
Karena itulah, wajib bagi para pendidik untuk memberikan ekstra perhatian di dalam mendidik anak di fase usia ini.
---
Mungkin bisa kami ringkaskan sejumlah faktor yang wajib diperhatikan oleh kedua orang tua (di dalam mendidik anam d fase ini):
🌻 🌻🌻
Pertama, mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang kepada anak yang ia butuhkan dari kedua orang tuanya terutama dari ibunya. Ini adalah suatu keharusan (dhoruurii) agar anak bisa belajar mencintai orang lain.
Anak baru lahir masih begitu lemah, ia butuh bantuan dari orang-orang di sekitarnya. Anak di fase ini sangat butuh cinta dan kasih sayang.
Di dalam hati mereka terdapat suatu wadah/tengki yang butuh untuk diisi terus dengan cinta kasih. Biasanya anak yang kurang cinta kasih akan susah untuk mencintai atau mengasihi orang lain.
Apabila anak tidak pernah merasakan rasa cinta seperti ini, maka ia kelak akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dia akan menjadi orang yang kurang sensitivitasnya, dia akan menjadi orang yang egois. Maka tidak heran anak-anak seperti ini tumbuh dengan perangai yang buruk. Dia tumbuh sebagai manusia yang cacat hatinya dan rusak fitrahnya.
Seorang ibu muslimah, wajib baginya memahami bahwa tidak ada sesuatu apapun secara mutlak yang dapat menghalangi antara dirinya di dalam mencurahkan perhatiannya kepada anaknya untuk memenuhi kebutuhan alami sang anak, berupa rasa cinta, kasih sayang, dan penjagaan.”
Seorang ibu muslimah wajib paham bahwa tidak ada yang menghalangi dirinya untuk mencintai anaknya. Walaupun mungkin dia tidak dikasihi oleh suaminya. Hal tersebut karena kewajiban untuk melindungi anak, itu adalah kewajibannya. Anak punya hak untuk diberikan cinta kasih dan dijaga.
“Ibu bisa merusak secara total akan karakter anak apabila ibu tidak menunaikan hak anak berkenaan dengan perasaan-perasaan ini, padahal Allah sendiri telah meletakkan dengan rahmat dan hikmah-Nya ini ke dalam diri seorang ibu, yang secara otomatis anak muncul dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan sang anak. “
Abdul Hamid Al Ghazali, seorang ‘ulama yang concern pada masalah kejiawaan mengatakan, “Manusia itu diciptakan dalam keadaan netral*
*Maksudnya mereka tidak dalam kondisi sedih, kecewa, marah, bahagia. Adapaun perasaan itu muncul karena adanya stimulasi yang berasal dari indra sensorik. Contohnya ketika manusia mendengar sesuatu yang menyedihkan, dia ikut sedih.
Oleh karena itu di dalam konsep agama kita, ketika dia tertawa atau marah, itu adalah karena ada pencentusnya. Termasuk wanita haid atau hamil yang menjadi lebih sensitive. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi-fungsi tubuhnya.
Begitu pula anak kita, jika sejak kecil dia diberikan stimulasi untuk berkasih sayang, saling mencintai, maka karakter yang tumbuh akan baik.
Tetapi apabila orang tua terbiasa memberikan stimulus yang tidak baik, memperlakukan anak dengan tidak baik, membentak anak, maka hal tersebut akan merusak secara total karakter anak.
Sesuatu yang biasa diperhatikan lebih banyak, maka ia akan menjadi lebih baik.
Seorang ibu bondingnya dengan anak akan lebih kuat. Sering kali ibu bisa tahu apa yang dibutuhkan anaknya. Begitu juga anak, dia bisa merasakan suasana hati sang ibu.
“Hendaknya seorang ibu berupaya dengan sungguh-sungguh akan hal ini, dan janganlah ia sibuk dengan karir di luar rumah, berselisih dengan suami, atau semisalnya.”
Ketika ada sosok bayi yang lahir dalam sebuah keluarga, maka bayi tersebut bisa membawa kebahagiaan. Bukan malah cek cok berantem atau bahkan menitipkan anak ke orang lain. Anak tidak butuh harta dan kemewahan dari orang tuanya, anak butuh kehadiran orang tuanya.
Jika kedua orang tuanya sibuk, siapa yang akan mengawasi dan memberi kasih sayang untuk anaknya?
---
🌻🌻🌻
Kedua: Membiasakan anak untuk bisa beridisiplin pada periode awal hidupnya, yaitu semenjak bulan-bulan pertama kehidupannya.
Kebiasan baik adalah sesuatu yang dapat dibiasakan. Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, “Ajarkan anak-anakmu kebaikan, karena kebaikan itu adalah suatu kebiasaan.”
Tumbuhkan dulu sesuai dengan fitrahnya, kemudian kita biasakan kebiasaan-kebiasaan yang baik.
“Kami tidaklah mengira bahwa hal ini tidaklah mungkin bisa dilakukan. Suatu hal yang telah terbukti bahwa membiasakan anak menyusu di waktu-waktu tertentu dan dilakukan secara ajeg (konsisten), demikian pula dengan urusan buang hajat di waktu-waktu tertentu adalah sesuatu hal yang memungkinkan, meski harus dengan upaya berulang-ulang, karena tubuh itu akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.”
Ada orang tua yang mengikuti pola anaknya, bebas. Maka jangan heran anak-anak tersebut membuat lelah orang tuanya. Contoh anak dibiasakan tidur di waktu sore, maka jangan heran jika jam 12 malam dia tidak bisa tidur, akibatnya membuat orang tua lelah.
Apabila kita tidak membiasakan kedisplinan, hal yang sering terjadi adalah orang tua kesulitan untuk menghadapi anaknya. Karena anaknya tidurnya jam 2 malam atau jam 3 malam. Orang tuanya capek, akhirnya mudah emosi. Akibatnya anak bangun di pagi hari ketika matahari sudah terbit.
Harusnya kita jaga ada jam-jam yang harus dibiasakan tidur. Mencari aktivitas yang membuat mereka capek, contoh di sore hari, lalu malam hari main ringan, setelah isya’ biasakan mereka ke kamar mandi, gosok gigi, cuci muka, lalu arahkan ke kasur, kemudian cari aktivitas yang membuat anak ngantuk.
Jika dia tidur jam 8 maka dia akan bangun sebelum subuh.
---
🌻🌻🌻
Ketiga, berikan contoh berupa keteladanan yang baik dari orang tua untuk anaknya dari semenjak periode awal kehidupannya.
Contoh: Ketika kita mengajarkan anak untuk makan dengan tangan kanan, maka kita juga harus makan dengan tangan kanan.
Ayah bunda hendaknya berpegang tuguh dengan manhaj Islam di dalam berperilaku secara umum, dan di dalam berinteraksi dengan anak secara khusus.
Ayah bunda jangan pernah mengira bahwa anak tersebut masih kecil sehingga belum mengerti, lalu dengan enaknya orangtua berperilaku dengan perilaku yang salah di hadapan anaknya, karena sungguh ini akan memberikan impact (dampak) yang besar bagi kejiawaan sang anak, karena kemampuan anak untuk mencerna sesuatu, baik sadar atau tidak sadar adalah sangat besar, bahkan lebih besar dari apa yang biasanya kita kira, sementara kita melihat anak kita tersebut sebagai sosok yang masih kecil belum dapat memahami dan mengerti sesuatu.
Iya, taruhlah anak kita belum bisa memahami semua apa yang dia lihat, namun ia tetap akan terpengaruh dengannya.
Allah سبحانه و تعالى memberi indra atau instrumen yang sangat sensitif di dalam dirinya, yaitu:
🌿 Instrumen untuk menerima/menangkap sesuatu (jihaaz al Iltiqaath)
🌿 Instrumen untuk merespon sesuatu dengan meniru (jihaaz al Muhaakah)
Meski terkadang kesadarannya berkembang belakangan -sedikit maupun banyak-, namun hal ini tidak akan mengubah sedikitpun, yaitu anak akan tetap menerima dan meniru (meng-copy paste) segala sesuatu apa yang ia lihat atau dengar di sekelilingnya tanpa ia sadari atau dengan kesadaran tidak sempurna.
---
Selesai diringkas di Denpasar, Bali
9 Ramadhan 1441H.
Kajian ke-14, masuk ke dalam bab baru, yaitu "Memberikan Perhatian Pada Anak di Usia 6 Tahun Pertama Kehidupannya."
---
🍃🍃🍃
Sesungguhnya tahapan awal dari kehidupan seorang anak (yaitu 6 tahun pertama) merupakan fase paling rawan* dan penting**, karena memiliki pengaruh paling besar di dalam membentuk karakternya***.
*Apabila di fase ini kita menampakkan/mencontohkan sesuatu yang tidak baik maka akan berpengaruh buruk kepada anak.
Jika kita menunjukkan inkonsistensi, anak akan menjadi plin-plan, anak akan menjadi labil.
**Penting untuk membangun pondasi awal
*** Karakter adalah sesuatu yang dapat dibentuk
Maka semua yang terbentuk di dalam benak sang anak di fase ini, akan menampakkan pengaruhnya secara lebih nyata terhadap karakternya di saat ia bertambah dewasa.
Di usia 0-6 tahun terjadi perubahan dan perkembangan yang pesat.
Karena itulah, wajib bagi para pendidik untuk memberikan ekstra perhatian di dalam mendidik anak di fase usia ini.
---
Mungkin bisa kami ringkaskan sejumlah faktor yang wajib diperhatikan oleh kedua orang tua (di dalam mendidik anam d fase ini):
🌻 🌻🌻
Pertama, mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang kepada anak yang ia butuhkan dari kedua orang tuanya terutama dari ibunya. Ini adalah suatu keharusan (dhoruurii) agar anak bisa belajar mencintai orang lain.
Anak baru lahir masih begitu lemah, ia butuh bantuan dari orang-orang di sekitarnya. Anak di fase ini sangat butuh cinta dan kasih sayang.
Di dalam hati mereka terdapat suatu wadah/tengki yang butuh untuk diisi terus dengan cinta kasih. Biasanya anak yang kurang cinta kasih akan susah untuk mencintai atau mengasihi orang lain.
Apabila anak tidak pernah merasakan rasa cinta seperti ini, maka ia kelak akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dia akan menjadi orang yang kurang sensitivitasnya, dia akan menjadi orang yang egois. Maka tidak heran anak-anak seperti ini tumbuh dengan perangai yang buruk. Dia tumbuh sebagai manusia yang cacat hatinya dan rusak fitrahnya.
from @naetokki |
Seorang ibu muslimah, wajib baginya memahami bahwa tidak ada sesuatu apapun secara mutlak yang dapat menghalangi antara dirinya di dalam mencurahkan perhatiannya kepada anaknya untuk memenuhi kebutuhan alami sang anak, berupa rasa cinta, kasih sayang, dan penjagaan.”
Seorang ibu muslimah wajib paham bahwa tidak ada yang menghalangi dirinya untuk mencintai anaknya. Walaupun mungkin dia tidak dikasihi oleh suaminya. Hal tersebut karena kewajiban untuk melindungi anak, itu adalah kewajibannya. Anak punya hak untuk diberikan cinta kasih dan dijaga.
“Ibu bisa merusak secara total akan karakter anak apabila ibu tidak menunaikan hak anak berkenaan dengan perasaan-perasaan ini, padahal Allah sendiri telah meletakkan dengan rahmat dan hikmah-Nya ini ke dalam diri seorang ibu, yang secara otomatis anak muncul dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan sang anak. “
Abdul Hamid Al Ghazali, seorang ‘ulama yang concern pada masalah kejiawaan mengatakan, “Manusia itu diciptakan dalam keadaan netral*
*Maksudnya mereka tidak dalam kondisi sedih, kecewa, marah, bahagia. Adapaun perasaan itu muncul karena adanya stimulasi yang berasal dari indra sensorik. Contohnya ketika manusia mendengar sesuatu yang menyedihkan, dia ikut sedih.
Oleh karena itu di dalam konsep agama kita, ketika dia tertawa atau marah, itu adalah karena ada pencentusnya. Termasuk wanita haid atau hamil yang menjadi lebih sensitive. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi-fungsi tubuhnya.
Begitu pula anak kita, jika sejak kecil dia diberikan stimulasi untuk berkasih sayang, saling mencintai, maka karakter yang tumbuh akan baik.
Tetapi apabila orang tua terbiasa memberikan stimulus yang tidak baik, memperlakukan anak dengan tidak baik, membentak anak, maka hal tersebut akan merusak secara total karakter anak.
Sesuatu yang biasa diperhatikan lebih banyak, maka ia akan menjadi lebih baik.
Seorang ibu bondingnya dengan anak akan lebih kuat. Sering kali ibu bisa tahu apa yang dibutuhkan anaknya. Begitu juga anak, dia bisa merasakan suasana hati sang ibu.
“Hendaknya seorang ibu berupaya dengan sungguh-sungguh akan hal ini, dan janganlah ia sibuk dengan karir di luar rumah, berselisih dengan suami, atau semisalnya.”
Ketika ada sosok bayi yang lahir dalam sebuah keluarga, maka bayi tersebut bisa membawa kebahagiaan. Bukan malah cek cok berantem atau bahkan menitipkan anak ke orang lain. Anak tidak butuh harta dan kemewahan dari orang tuanya, anak butuh kehadiran orang tuanya.
Jika kedua orang tuanya sibuk, siapa yang akan mengawasi dan memberi kasih sayang untuk anaknya?
---
🌻🌻🌻
Kedua: Membiasakan anak untuk bisa beridisiplin pada periode awal hidupnya, yaitu semenjak bulan-bulan pertama kehidupannya.
Kebiasan baik adalah sesuatu yang dapat dibiasakan. Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, “Ajarkan anak-anakmu kebaikan, karena kebaikan itu adalah suatu kebiasaan.”
Tumbuhkan dulu sesuai dengan fitrahnya, kemudian kita biasakan kebiasaan-kebiasaan yang baik.
“Kami tidaklah mengira bahwa hal ini tidaklah mungkin bisa dilakukan. Suatu hal yang telah terbukti bahwa membiasakan anak menyusu di waktu-waktu tertentu dan dilakukan secara ajeg (konsisten), demikian pula dengan urusan buang hajat di waktu-waktu tertentu adalah sesuatu hal yang memungkinkan, meski harus dengan upaya berulang-ulang, karena tubuh itu akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.”
Ada orang tua yang mengikuti pola anaknya, bebas. Maka jangan heran anak-anak tersebut membuat lelah orang tuanya. Contoh anak dibiasakan tidur di waktu sore, maka jangan heran jika jam 12 malam dia tidak bisa tidur, akibatnya membuat orang tua lelah.
Apabila kita tidak membiasakan kedisplinan, hal yang sering terjadi adalah orang tua kesulitan untuk menghadapi anaknya. Karena anaknya tidurnya jam 2 malam atau jam 3 malam. Orang tuanya capek, akhirnya mudah emosi. Akibatnya anak bangun di pagi hari ketika matahari sudah terbit.
Harusnya kita jaga ada jam-jam yang harus dibiasakan tidur. Mencari aktivitas yang membuat mereka capek, contoh di sore hari, lalu malam hari main ringan, setelah isya’ biasakan mereka ke kamar mandi, gosok gigi, cuci muka, lalu arahkan ke kasur, kemudian cari aktivitas yang membuat anak ngantuk.
Jika dia tidur jam 8 maka dia akan bangun sebelum subuh.
---
🌻🌻🌻
Ketiga, berikan contoh berupa keteladanan yang baik dari orang tua untuk anaknya dari semenjak periode awal kehidupannya.
Contoh: Ketika kita mengajarkan anak untuk makan dengan tangan kanan, maka kita juga harus makan dengan tangan kanan.
Ayah bunda hendaknya berpegang tuguh dengan manhaj Islam di dalam berperilaku secara umum, dan di dalam berinteraksi dengan anak secara khusus.
Ayah bunda jangan pernah mengira bahwa anak tersebut masih kecil sehingga belum mengerti, lalu dengan enaknya orangtua berperilaku dengan perilaku yang salah di hadapan anaknya, karena sungguh ini akan memberikan impact (dampak) yang besar bagi kejiawaan sang anak, karena kemampuan anak untuk mencerna sesuatu, baik sadar atau tidak sadar adalah sangat besar, bahkan lebih besar dari apa yang biasanya kita kira, sementara kita melihat anak kita tersebut sebagai sosok yang masih kecil belum dapat memahami dan mengerti sesuatu.
Iya, taruhlah anak kita belum bisa memahami semua apa yang dia lihat, namun ia tetap akan terpengaruh dengannya.
Allah سبحانه و تعالى memberi indra atau instrumen yang sangat sensitif di dalam dirinya, yaitu:
🌿 Instrumen untuk menerima/menangkap sesuatu (jihaaz al Iltiqaath)
🌿 Instrumen untuk merespon sesuatu dengan meniru (jihaaz al Muhaakah)
Meski terkadang kesadarannya berkembang belakangan -sedikit maupun banyak-, namun hal ini tidak akan mengubah sedikitpun, yaitu anak akan tetap menerima dan meniru (meng-copy paste) segala sesuatu apa yang ia lihat atau dengar di sekelilingnya tanpa ia sadari atau dengan kesadaran tidak sempurna.
---
Selesai diringkas di Denpasar, Bali
9 Ramadhan 1441H.
Comments
Post a Comment