Memberikan Perhatian pada Anak Pasca Usia 6 Tahun Pertama (Bag. 1)

Bismillahirrahmanirrahim

Kajian ke-16 dari serangkaian kajian "Bimbingan Praktis dalam Mendidik Anak."

Pertemuan kali ini membahas tentang "Memberikan Perhatian pada Anak Pasca Usia 6 Tahun Pertama."

---

🍃🍃🍃

Mumayyiz adalah ketika anak bisa melakukan tamyyiz

yaitu memilah-milah/membedakan, bisa mencirikan, bisa membedakan satu dengan yang lain, khususnya yang baik dengan yang buruk dan yang berbahaya dengan tidak berbahaya.

Ciri ini diikuti dengan perkembangan kognitif, mereka dapat memahami ucapan dan dapat merespon dengan lebih baik.

Disebutkan di dalam buku bahwa fase ini adalah fase dimana anak menjadi lebih siap untuk belajar secara lebih teratur, ia lebih terbuka untuk menerima nasehat/arahan, ia lebih mudah beradaptasi untuk bermain dengan teman-temannya.

Mungkin bisa dikatakan bahwa di fase ini mereka lebih mudah memahami sesuatu dan lebih antusias untuk belajar serta menguasai skill (keterampilan), sehingga mereka lebih bisa diarahkan secara langsung.

Itulah sebab mengapa anak diperintah shalat di usia 7 tahun, karena di usia itu anak sudah memiliki pemahaman yang lebih baik, mengerti tentang urutan dan tata cara.

Anak sudah mengerti tentang bilangan, kemampuan logisnya sudah lebih sempurna

Karena itulah ketika mereka diinstruksi dengan urutan shalat, mereka lebih bisa memahami. Mereka lebih bisa memahami muatan instruksi.

Usia mumayyiz tidak selalu 7 tahun, ada yang lebih cepat dari 7 tahun, contohnya para ‘ulama seperti Imam Nawawi,

sebaliknya ada yang 9 tahun belum mumayyiz.

Diantara ciri tamyyiz nya seseorang adalah dapat mengikuti shalat dengan tertib.

from @alif2yaa


---

🌻🌻🌻

Karena itulah, periode ini termasuk periode paling penting di dalam mendidik anak dan mengarahkannya.

Dengan izin Allah kita akan membicarakan sejumlah aspek penting yang harus menjadi perhatian para pendidik di fase ini, yaitu:

🌾 Mengenalkan Anak kepada Penciptanya dengan cara yang Sederhana

Anak dikenalkan kepada Allah dengan cara yang sesuai dengan pemahamannya dan tingkat pemikirannya.

💢 Diajarkan bahwa Allah itu waahid (tunggal) dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
Tunggal itu seperti apa?

Angkat salah satu jari kita, “Ini satu nak”
Lalu angkat satu jari lagi, “Ini dua”
“Ini tiga”
“Ini empat.”

Empat ini menunjukkan adanya empat entitas, empat berbeda dengan tiga, dengan dua, dan dengan satu.

Allah tidak memiliki sekutu, Allah adalah pencipta satu-satunya. Allah lah yang menciptakan segala sesuatu.

Tahapan mengajarkan tauhid:
🍃 Menetapkan keberadaan Allah, maksudnya adalah menjelaskan bahwa Allah itu ada.
🍃 Mengajarkan tentang rububiyah Allah
🍃 Mengajarkan tauhid ibadah
🍃 Mengajarkan nama dan sifat Allah


💢 Diajarkan bahwa Allah itu Pencipta segala sesuatu

Kita manusia asalnya tidak ada, kemudian jadi ada. Jika kita diciptakan, maka kita pasti punya pencipta. Pencipta kita adalah Allah. Hal tersebut sesuai dengan fitrah kita.

Tidak mungkin kita ujug-ujug ada.

Ketika kita melihat sebuah gubuk di hutan, kita pasti mengatakan bahwa gubuk tersebut ujug-ujug ada, pasti ada penciptanya.

Tidak bertemunya kita dengan pencipta gubuk itu tidak berarti bahwa gubuk tersebut tidak ada penciptanya.

Maka sangat tidak masuk akal pemahaman orang atheis.

Allah سبحانه و تعالى adalah pencipta bumi, langit, manusia, hewan, pohon, sungai dan selainnya.

Sepatutunya seorang pendidik dapat mempergunakan sejumlah kesempatan untuk bertanya kepada anak ketika mereka sedang berwisata di taman atau padang tentang siapa yang menciptakan air, sungai, daratan, pepohonan dan selainnya, sehingga anak dapat mengobservasi langsung kebesaran Allah (melalui ciptaan-Nya).

💢 Anak diajarkan untuk mencintai dan menyayangi Allah,  dengan cara mengajak anak untuk memperhatikan berbagai macam nikmat Allah karuniakan kepadanya kepadanya dan keluarganya.

Misalnya bisa dengan bertanya kepada mereka, “siapa yang memberimu pendengaran, pengelihatan, dan akal?”

“siapa yang menganugerahkan kepadamu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak?”

“siapa yang mengaruniakan kepadamu dan keluargamu berbagai rezeki dan makanan?”

Tidak mungkin dia akan menjawab, “Tidak ada yang menciptakan,”  karena anak  pada umumnya masih berada di atas fitrah yang benar.

Karena itulah anak diarahkan untuk mengamati berbagai nikmat yang nyata ini, lalu dimotivasi untuk mencintai Allah dan bersyukur kepada-Nya atas berbagai nikmat yang berlimpah ini.

Metode seperti ini adalah di dalam Al-Qur’an, dimana Allah di dalam sejumlah ayat menyuruh hamba-Nya untuk memperhatikan berbagai nikmat-Nya, seperti firman-Nya:

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ

"Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan." [QS. Luqman : 20]


يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ

"Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” [QS. Fathir : 3]

وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya." [QS. Al- Qashashas : 73]

Konsep perhitungan yang didapatkan oleh manusia, itu berasal dari pengamatan. Mengamati dari perputaran matahari dan bulan. Disana mereka mulai berhitung.

---

“Yaa Rabb, sesungguhnya tidak ada yang Engkau ciptakan dengan sia-sia.”

Ketika ilmu semakin bertambah, maka akan semakin beriman kepada Allah.

Di surat An Nahl ayat 78 Allah سبحانه و تعالى menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam kondisi tidak mengetahui segala sesuatu.

Ketika Allah menciptakan kita dalam kondisi tidak berilmu sama sekali, Allah memberi kita indra untuk memahami banyak hal. Pendengaran, pengelihatan,

Allah memberikan kita akal, untuk memilah-memilah segala sesuatu. Akal kita membutuhkan cahaya, dan cahaya kita adalah ilmu, dan ilmu terbaik adalah Al-Qur’an dan sunnah.

---

Selesai diringkas di Denpasar, Bali

13 Ramadhan 1441H.


Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!