Hikmah Di Balik Konflik
Bismillahirrahmanirrahim
Sebagai orang yang tidak suka punya masalah dengan orang lain, sejak kecil aku cenderung menjadi orang yang minta maaf duluan jika sedang berkonflik dengan orang lain.
Alasannya simpel, aku tidak mau berhadapan dgn sesama muslim di akhirat. Sebisa mungkin masalah dengan orang lain ingin aku selesaikan di dunia.
Pun juga karena aku mengingat hadist bahwa tidak boleh mendiamkan muslim lebih dari tiga hari.
Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6077 dan Muslim, no. 2560]
Oleh karena itu, walau meminta maaf duluan itu berat, aku tetap mengusahakan membuang gengsi dan ego untuk meminta maaf.
Namun, jujur, ada saat-saat di mana aku lelah dan bertanya,
"Yaa Allah, bisa ngga ya hidup ngga usah ada konflik sama orang lain?"
---
Pertanyaan ini mungkin muncul karena seringkali konflik yang aku alami dengan orang lain itu adalah hal yang tidak aku inginkan.
Seringkali aku berada di kondisi yang menyebabkan aku berkonflik dengan orang lain, padahal aku sungguh tidak ingin berkonflik.
Pernah aku bertanya, "Yaa Allah, saya ngga mau punya konflik sama orang, tetapi mengapa Engkau meletakkan saya di posisi ini? Mengapa kejadiannya harus seperti ini? Mengapa mau tak mau saya jadi punya masalah sama orang lain?"
Entahlah, sepertinya aku memang harus belajar lebih banyak untuk menerima takdir.
---
Lambat laun, aku menyadari bahwa di dunia ini tak ada satupun manusia yang tidak berkonflik.
Bahkan sekelas ustadz pun juga punya konflik dengan sesama muslim. Walau aku yakin, sesungguhnya para ustadz tersebut juga tidak ingin berkonflik.
Lalu pertanyaannya, jika tidak ingin berkonflik, mengapa konflik itu muncul?
Bagiku kini, Allah sengaja menghadirkan konflik-konflik itu untuk menguji kita, apakah kita akan tetap mempertahankan ego dan tidak mau memperbaiki hubungan sesama muslim, ataukah kita mampu melapangkan hati kita untuk meminta maaf, walau bahkan di kondisi ketika bukan kita yang salah.
Juga, bagiku, Allah sengaja menghadirkan konflik untuk menguji apakah kita mau meminta tolong kepada Allah atau tidak. Karena sungguh hanya Allah-lah yang mampu mengangkat segala beban yang tengah kita hadapi.
Sederhananya begini, hati manusia itu di antara dua jemari Allah, jika kita ingin berdamai dengan saudara kita, seharusnya kita meminta kepada Allah untuk melembutkan hati kita dan saudara kita tersebut. Kita minta agar hati sama-sama dilapangkan untuk menerima masing-masing khilaf dan kekurangan. Kita minta agar ego disingkirkan untuk mempertahankan hubungan persaudaraan.
---
Ya, aku menyadari, hubungan manusia memang naik turun. Ada gesekan-gesekan dalam hidup yang tidak bisa dihindari.
Hidup tanpa konflik adalah hal yang mustahil.
Namun, hidup dengan menerima dan mau berlapang dada adalah hal yang bisa kita usahakan.
Aku tahu semakin dewasa akan sulit bagi kita untuk meminta maaf, terutama jika memang kita tidak bersalah. Namun aku yakin, hidup ngga akan tenang kalau ada kerikil-kerikil seperti ini.
Daripada hidup ngga nyaman, lebih baik berlatih untuk lapang dada. Meminta maaf lebih dulu tidak membuat derajat kita lebih rendah. Justru itu adalah bukti siapa yang lebih dewasa dan lebih matang dalam berpikir.
---
Ditulis di Denpasar, Bali
6 Dzulqo'dah 1442H
Comments
Post a Comment