Goyah
Bismillahirrahmanirrahim
Lagi ngerasa down karena bla bla bla hehe, tiba-tiba diingatkan oleh postinganku satu ini. Postingan yang aku tulis di tanggal 31 Desember 2017. Alhamdulillah, terima kasih kepada Allah yang telah memberi aku kemudahan menulis tulisan ini.
Sebuah tulisan yang akan terus mengingatkanku jika perasaan down ini muncul kembali.
---
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Aku berencana menulis di blog selama sebulan kedepan.
Buat apa? Buat menulis banyak hal, termasuk yang terjadi di tahun 2017, tahun yang bener-bener sayang kalau aku biarkan begitu aja tanpa dikemas dalam tulisan.
Semoga bisa ya! Semoga! Mengingat tanggal 23 Januari udh Latsar, semoga ada kesempatan, Aamiin.
Postingan pertama dari rangkain postingan yang (mungkin) akan aku buat kedepan adalah tentang goyah.
Tahu apa itu 'goyah' ?
Secara sederhana aku mendefinisikan goyah sebagai kegagalan untuk berdiri di atas apa yang dipegang dan diyakini.
Baik, sejujurnya alasan mengapa aku menuliskan ini adalah bermula dari tema orientasi hari Jum'at lalu, yaitu tentang beasiswa.
Bercerita tentang beasiswa memang menarik, apalagi kalau luar negeri. Cerita-cerita alumni dan awardee tentang beasiswa luar negeri itu membuat aku takjub.
Luar Negeri yang mereka ceritakan adalah negeri Eropa dan Amerika. Bayanganku tentang suasana di sana adalah susunan kota yang rapi, bersih, dan gaya hidup yang berbeda.
Mulailah mereka bercerita tentang perjuangan mereka mendapat beasiswa tersebut. Tes IELTS dan sebagainya mereka sampaikan dengan tak lupa memberi tahu batas minimal agar mendapat beasiswa. Mereka memberi tahu bahwa skor IELTS dan sebagainya tersebut tentu tak didapat dalam kejapan mata, perlu proses, perlu tahapan belajar, dan perlu kesabaran.
Iya, dan aku yakin, belajar untuk IELTS dan kawan-kawannya tentu akan banyak menyita waktu.
The thing I want to say here is...
Tiba-tiba aku teringat salah seorang teman SMA yang kini ada di Madinah. Aku hanya berpikir, mengapa dulu dia bisa bertahan dan tidak goyah dengan apa yang ingin dia tuju?
Mengapa dia tidak goyah dari belajar bahasa Arab yang mungkin saat itu bagi kami siswa SMA tidak ada hubungannya dengan mata pelajaran kami?
Mengapa dia tidak goyah untuk meninggalkan belajar agama dan mengikuti kami yang kejar-kejaran prestasi akademik? Padahal aku yakin dia bisa, karena kecerdasannya cukup diperhitungkan.
Mengapa dia tidak goyah untuk memperebutkan juara ini itu dalam kompetisi dan olimpiade ini itu? Padahal dulu, medali dan kebanggaan prestasi olimpiade adalah hal yang kami cari.
Tidak, aku tidak boleh goyah.
Sudah terlalu lama aku mementingkan belajar ilmu dunia.
Aku tahu semua orang punya pilihannya masing-masing.
Dan kalaupun semua orang memilih untuk memperebutkan satu kursi beasiswa, kali ini aku mundur. Aku tidak ingin goyah. Aku ingin menyelesaikan ini. Menyelesaikam hal yang telah aku mulai.
Aku berencana menulis di blog selama sebulan kedepan.
Buat apa? Buat menulis banyak hal, termasuk yang terjadi di tahun 2017, tahun yang bener-bener sayang kalau aku biarkan begitu aja tanpa dikemas dalam tulisan.
Semoga bisa ya! Semoga! Mengingat tanggal 23 Januari udh Latsar, semoga ada kesempatan, Aamiin.
Postingan pertama dari rangkain postingan yang (mungkin) akan aku buat kedepan adalah tentang goyah.
Tahu apa itu 'goyah' ?
Secara sederhana aku mendefinisikan goyah sebagai kegagalan untuk berdiri di atas apa yang dipegang dan diyakini.
Baik, sejujurnya alasan mengapa aku menuliskan ini adalah bermula dari tema orientasi hari Jum'at lalu, yaitu tentang beasiswa.
Bercerita tentang beasiswa memang menarik, apalagi kalau luar negeri. Cerita-cerita alumni dan awardee tentang beasiswa luar negeri itu membuat aku takjub.
Luar Negeri yang mereka ceritakan adalah negeri Eropa dan Amerika. Bayanganku tentang suasana di sana adalah susunan kota yang rapi, bersih, dan gaya hidup yang berbeda.
Mulailah mereka bercerita tentang perjuangan mereka mendapat beasiswa tersebut. Tes IELTS dan sebagainya mereka sampaikan dengan tak lupa memberi tahu batas minimal agar mendapat beasiswa. Mereka memberi tahu bahwa skor IELTS dan sebagainya tersebut tentu tak didapat dalam kejapan mata, perlu proses, perlu tahapan belajar, dan perlu kesabaran.
Iya, dan aku yakin, belajar untuk IELTS dan kawan-kawannya tentu akan banyak menyita waktu.
The thing I want to say here is...
Tiba-tiba aku teringat salah seorang teman SMA yang kini ada di Madinah. Aku hanya berpikir, mengapa dulu dia bisa bertahan dan tidak goyah dengan apa yang ingin dia tuju?
Mengapa dia tidak goyah dari belajar bahasa Arab yang mungkin saat itu bagi kami siswa SMA tidak ada hubungannya dengan mata pelajaran kami?
Mengapa dia tidak goyah untuk meninggalkan belajar agama dan mengikuti kami yang kejar-kejaran prestasi akademik? Padahal aku yakin dia bisa, karena kecerdasannya cukup diperhitungkan.
Mengapa dia tidak goyah untuk memperebutkan juara ini itu dalam kompetisi dan olimpiade ini itu? Padahal dulu, medali dan kebanggaan prestasi olimpiade adalah hal yang kami cari.
Tidak, aku tidak boleh goyah.
Sudah terlalu lama aku mementingkan belajar ilmu dunia.
Aku tahu semua orang punya pilihannya masing-masing.
Dan kalaupun semua orang memilih untuk memperebutkan satu kursi beasiswa, kali ini aku mundur. Aku tidak ingin goyah. Aku ingin menyelesaikan ini. Menyelesaikam hal yang telah aku mulai.
---
Gapapa Ma, kamu manusia biasa. Bisa up bisa down.
Yang penting jangan lupa bersyukur ya Ma!
Jangan pernah jauh dari Allah Ma...Sungguh kebahagiaan itu letaknya dengan banyak mengingat Allah.
---
Ditulis di Surabaya, 7 Muharram 1443H
Comments
Post a Comment