Sisi Positif Tidak Lebih Cepat dari Orang Lain

Bismillahirrahmanirrahim

Tulisan ini berawal dari perbincanganku dengan Abu Abdillah a.k.a suami. Saat itu aku sedang menceritakan kisah anak kembar yang dialami teman kuliahku sendiri.

Teman kuliahku ini satu organda denganku juga satu angkatan SMA denganku. Sebutlah namanya X. X adalah anak kembar yang lahir tahun 1994. Ia di posisi sebagai adik.

X lulus SMA tahun 2013 sedang kakak kembarnya lulus SMA tahun 2012. Karena cukup kaget, aku bertanya kepadanya mengapa tahun lulusnya tidak sama. 

Ternyata X dan kakak kembarnya masuk sekolah di tahun yang tidak sama. Kakaknya dimasukkan sekolah lebih dulu baru X menyusul di tahun berikutnya.


Jalan hidup yang berbeda


Baik, secara start X kalah satu tahun dari pada kakak kembarnya. Ketika lulus SMA tahun 2012, kakak kembarnya diterima di ITS. Itu artinya saat kakaknya sudah menjadi mahasiswa X masih bergelut menjadi siswa di sekolah.

X adalah anak gap year sepertiku. Walau lulus SMA tahun 2013, ia masuk STAN tahun 2014. Itu artinya ketika dia semester satu, kakak kembarnya sudah semester lima.

---

Aku kemudian berkata kepada Abu Abdillah, "Kasihan ya dia. Kalah progres sama kembarannya..."

Aku berkata demikian karena di mataku saat itu, progres hidup yang semakin cepat maka semakin baik. 

Aku merasa kasihan dengan X karena menjadi lebih lambat dari kembarannya bukan seutuhnya pilihannya. Dia disekolahkan setahun setelah kakak kembarannya. Jelas dia sudah kalah start.

Namun, tahu apa yang Abu Abdillah katakan? Dia mengatakan kurang lebih begini,
"Nggak kasihan juga sih sebenernya...kalau aku punya saudara kembar aku akan minta dia maju lebih dulu, mencoba ini itu lebih dulu agar aku punya gambaran bagaimana hidup itu."

#Jleb


Bener juga sebenernya. Nggak lebih cepat dari orang lain juga punya sisi positifnya. Kita jadi bisa belajar dari hidup orang lain tersebut.

Aku sendiri pun saat ini merasa bersyukur bahwa aku bukan orang pertama yang menikah di kalangan teman-temanku. Aku juga bukan orang pertama yang punya anak di kalangan mereka. Mengapa aku bersyukur?

Karena dengan melihat progres hidup mereka aku jadi bisa belajar.

Misal tentang pernikahan. Aku bisa bertanya referensi gaun muslimah untuk akad kepada mereka yang sudah menikah. Coba kalau aku yang nikah paling awal, kepada siapa aku akan bertanya mengingat ada temanku yang menikah di tahun 2017 dan saat itu dia menggunakan gaun yang kurang syar'i karena terbatasnya referensi.

Apalagi dalam hal punya anak. Aku sangat-sangat bersyukur bisa belajar dari teman-temanku. 

Aku jadi tahu ikhtiar apa yang harus dilakukan agar lahiran normal, mana saja provider lahiran yang pro lahiran normal, kebutuhan menyusui itu apa saja, MPASI itu apa, mainan yang bagaimana yang bagus untuk anak, bagaimana mengasuh anak yang baik, dsb. 

Itu semua aku pelajari dari sharing mereka yang telah sampai pada masa itu. Bayangkan jika aku orang pertama di antara teman-temanku yang punya anak. Bisa-bisa stres karena ga tahu harus nanya siapa.

---

Alhamdulillah. Tidak lebih cepat dari orang lain terkadang memang lebih baik. Kita jadi punya waktu untuk belajar dan mengamati apa keputusan hidup terbaik bagi diri kita melalui kisah-kisah hidup orang lain.


Ditulis di Surabaya, 

25 Muharram 1443H


Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!