Apakah Dalam Pernikahan Cinta Itu Penting?

Bismillahirrahmanirrahim

Dulu ketika masih tinggal di Bintaro, aku pernah dibantu oleh teman belajar bahasa Arabku untuk mencari jodoh. Temanku ini tidak seusia. Beliau kelahiran tahun 70-an. Saat itu anak beliau sudah SD. Aku biasa memanggil beliau dengan 'Ammah Intan' (Ammah = Tante) karena usia kami yang terpaut cukup jauh.

Walhamdulillah. Beliau tanpa pamrih membantuku mencari jodoh. Beliau juga sering memberiku wejangan terkait kehidupan pernikahan. 

Pernah suatu hari aku sedang dalam kegalauan yang sangat. Maklumlah anak muda. Masih labil hehe. Aku ingat salah satu wejangan beliau saat itu kurang lebih begini, 

"Jadi gini Rahma, ketika menikah, cinta itu bukan segalanya. Contoh nih, aku pernah jadi perantara ta'aruf antara seorang akhwat dengan seorang ikhwan yang (seingatku) berstatus duda. Akhwatnya ini mengaku awalnya memang tidak punya perasaan pada ikhwan tersebut. Namun, ketika sudah menikah, akhwatnya ini mengaku ada rasa kehilangan ketika suaminya pergi ke luar kota. Ada rasa tidak nyaman dalam hati ketika tidak bersama suaminya."

Dalam hati, aku waktu itu tidak telalu mengerti. Namun, aku menelannya mentah-mentah dulu sambil mencoba memahami.

Di lain kesempatan, ketika menghadapi kegalauan yang sama. Aku bertanya pada salah satu ustadzah tahsin dan tahfidz di Masjid An-Nasr Bintaro. Saat itu dengan polosnya aku bertanya, "Apakah menikah itu harus cinta dulu?"

Terdengar menggelikan memang. Namun, itulah yang terjadi padaku saat itu yang sedang dihadapkan pada pilihan lanjut proses ta'aruf atau tidak. 

Ustadzah pun sepertinya sangat geli mendengar pertanyaanku. Saat itu beliau berkata kurang lebih seperti ini, 

"Kalau saya ditanya cinta itu apa, saya tidak tahu jawabannya. Kalau saya ditanya apakah saya cinta pada suami saya, saya juga bingung apa jawabannya."

Kemudian beliau pun menceritakan bagaimana proses bertemu dengan suami beliau hingga akhirnya menikah. Dari cerita beliau aku menyimpulkan bahwa cinta bukan alasan beliau menikah dengan suami beliau. Namun, lebih pada karakter, visi misi dan kecocokan pandangan dalam hidup.

Made by me. Hasil tracing foto dua tahun yang lalu 🌸🌸

Di tahun 2019, aku pernah bertanya pada teman kos sekaligus teman organdaku yang menikah di hari yang sama ketika dia nadzor dengan calon suaminya saat itu. Aku penasaran, bagaimana bisa dia yakin secepat itu untuk memilih seseorang yang asing dalam hidupnya? 

Terlebih, yang aku tahu, temanku ini beberapa bulan sebelumnya sedang mengalami patah hati karena seorang anak STAN yang dia kagumi menikah dengan orang lain. Bagaimana bisa dia cepat membangun hatinya yang pernah hancur lebur? Apakah dia cinta pada calon suaminya itu? Apakah perasaannya pada anak STAN itu bisa hilang begitu saja ketika dia sudah menikah dengan orang lain?

Saat itu dia menjawab kurang lebih begini, "Iya mbak, bisa hilang kok rasa itu. Bisa ikhlas. Ada di satu titik bisa bener-bener ikhlas terus rela semuanya terjadi. Terus bisa bener-bener hilang gitu sih..."

Dia pun melanjutkan, "Deskripsi jatuh cinta itu gimana mbak? Nggak tahu aku..."

Baiklah, aku yang saat itu sedang dalam titik terendah dalam hidup karena berusaha berdamai dengan apa yang telah Allah takdirkan, belum bisa memahami maksud perkataannya. Mengapa dia bisa memilih orang yang bahkan dia tidak tahu apakah dia mencintai orang asing tersebut atau tidak.

Beberapa hari yang lalu ketika mengikuti kelas pernikahan di @healthcarepedia.id (Jangan lupa daftar di aku ya yang mau ikutan, tetep iklan hehe) tentang Tujuan, Komitmen, dan Komunikasi dalam Pernikahan, pemateri yang merupakan seorang psikolog menyatakan bahwa cinta dalam pernikahan itu penting. Namun, bukan menjadi satu-satunya alasan utuh dan langgengnya sebuah pernikahan. Ada peran komunikasi dan komitmen untuk membangun hubungan pernikahan yang berkesinambungan. 

Hal ini terbukti dengan banyaknya orang bercerai walau awalnya sama-sama cinta. Awalnya saling naksir, lalu pacaran, lalu menikah, dan pernikahannya tak bertahan lama. 

Atau bahkan ada kasus yang lebih aneh lagi. Pernikahan sudah berjalan lama, sudah hilang rasa cinta dari baik dari pihak istri dan pihak suami, tidak memilih berpisah untuk anak-anak mereka, lalu membiarkan pasangannya menginginkan laki-laki atau perempuan lain. What?!

Jika dipikir pakai logika, mengapa hal itu bisa terjadi? Bukankah mereka dulu saling mencintai?

Ya karena itu tadi. Cinta itu penting, tetapi bukan hal utama untuk membuat hubungan suami istri awet.

Seriusan ini kelasnya bagus banget. Rugi banget kalau ga daftar. Daftar bisa lewat aku yaa πŸƒπŸƒ


"Jadi ngapain sih Ma bahas-bahas cinta di postingan blog?"

Hehe. 

Entahlah. Aku rasa aku mulai relate dengan apa yang dikatakan oleh beliau-beliau tersebut di atas. 

Dua tahun menikah, aku juga jadi tidak tahu apa definisi cinta hehe. Bagiku, cinta bukanlah perasaan berdebar-debar dalam hati ketika bertemu seseorang yang dikagumi (dalam hal ini pasangan hidup) sebagaimana yang dikatakan oleh anak muda yang dilanda asmara. Cinta juga bukan tentang bunga, cokelat, boneka, atau hadiah lain sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang mengatasnamakan romantisme.

No. Aku tidak tahu apa ini namanya. Yang jelas, ada perasaan kehilangan ketika tidak bersamanya. Ada perasaan tidak nyaman ketika dia jauh. Ada rasa khawatir ketika dia pergi. Ada ruang yang sepi ketika dia tidak ada. Ada rasa empati ketika dia terluka. Ada rasa gembira ketika dia bahagia. 

Ternyata benar ya. Inilah hikmah mengapa kita tidak boleh pacaran. Agar tidak ada keterpautan hati sehingga bisa berpikir jernih untuk memutuskan jadi menikah dengannya atau tidak. Karena kalau sudah ada naksir duluan di awal, keterpautan hati pun muncul dan pada akhirnya logika pun kalah. Yang tidak satu visi misi pun tetap diterjang dengan alasan sudah saling suka. Yang tidak satu pemahaman pun tetap dilanjutkan dengan alasan sudah saling cinta. Semoga kita semua dan anak keturunan kita tidak terjerumus pada maksiat yang satu ini.

Jadi, selamat mencari definisi cinta itu fellas!!

Apakah cinta itu penting? Selamat mencari jawabannya.

---

Ditulis di Surabaya, 12 Rabi'ul Tsani 1443H

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!