Dia-lah Yang Menjadikanmu Tertawa dan Menangis
Bismillahirrahmanirrahim
Hai Rahma ingatkah kamu dengan postingan ini?
Jogjakarta, tiga tahun yang lalu |
Hari itu, kamu datang ke Jogja untuk menghadiri pernikahan temanmu. Untuk kesekian kalinya kamu didahului oleh orang lain. Kamu begitu kecewa. Sungguh aneh memang, padahal usiamu saat itu baru 22 tahun. Usia yang masih sangat dini untuk menyebut diri sendiri sebagai 'perawan tua'.
Iya, aku paham, kekecewaanmu bukan tanpa alasan. Kamu sakit. Kamu harus segera membenahi penyakitmu. Dan jalan solusi yang disarankan beberapa nakes adalah agar segera menikah agar bisa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Namun, di usiamu yang saat itu, kamu sulit sekali membuat keputusan. Kamu kebingungan dengan arah hidupmu hingga kamu mempersulit hidupmu sendiri.
Jogjakarta, hari ini |
Kamu pun semakin kecewa ketika tidak ditempatkan di Jawa bukan? Kamu merasa 'dibuang' hanya karena kamu adalah peraih IPK terbaik STAN Akuntansi-BPPK di angkatanmu tetapi kamu tidak ditempatkan di Jawa. Kamu marah. Kamu tidak terima. Kamu tidak siap dengan kehidupan baru di Bali. Dalam benakmu saat itu, "Di Jakarta yang mayoritas muslim saja tidak bertemu jodoh, apalagi di Bali."
Mengambil sebuah keputusan |
Rahma, aku masih ingat bagaimana linglungnya kamu ketika awal tinggal di Bali. Kamu merasa hidupmu sangat hancur. Benar-benar hancur. Segala harapan dan rencana yang kamu susun baik-baik telah luluh lantah. Bagai jatuh tertimpa tangga, satu masalah belum selesai, muncul masalah lain.
Kamu tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kamu berada dalam ketakutan yang sulit kamu definisikan. Kamu menangis dan menangis. Kamu pun menyadari bahwa tak ada manusia yang mampu menolongmu. Kamu pun menyadari bahwa dirimu sangatlah lemah. Kamu pun akhirnya menyadari bahwa jalan hidupmu, bukan kamu yang menentukannya.
Melihat ke luar jendela |
Rahma, ketika kamu menuliskan ini, aku yakin kamu sedang berkaca-kaca. Kamu begitu bersyukur karena Allah sudah menyelesaikan masalah-masalahmu di hari itu. Dirimu hari ini...
Kamu diberi jodoh.
Kamu dimudahkan untuk resign.
Kamu bisa pulang ke Jawa.
Kamu bisa dekat dengan orang tua.
See? Segala ketakutan dan kekhawatiran yang membuatmu menangis di hari itu kini sudah terjawab.
---
Ma, aku cuma mau mengatakan bahwa sebagaimana Allah telah menyelesaikan berbagai masalahmu di hari itu, kamu harus husnudzan bahwa Allah juga akan menyelesaikan masalah yang kamu hadapi saat ini.
Masalahmu akan berakhir, Insyaa Allah.
Cepat atau lambat.
Mudah atau sulit.
Tugasmu hanya berikhtiar. Karena kamu adalah hamba. Dan hamba tidak boleh tidak terima dengan skenario dari-Nya.
Akhirnya bisa makan mie |
Ma, aku tahu, menjalani hidup tanpa bisa makan ini itu tidak enak sekali rasanya. Menjalani hidup dengan menenteng rantang makanan kesana kemari bukan hal yang mudah untuk dilalui.
Sesekali kamu mungkin kesal. Sesekali kamu mungkin lelah dengan ini semua.
Namun, di ujung perjalanan ini, ingatlah selalu kaidah ini
إن عظم الجزاء مع عظم البلاء
"Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian"
---
Allah tidak mungkin main-main dalam menetapkan segala hal yang terjadi ini.
Pena telah diangkat dan lembaran telah mengering.
Apa yang perlu kamu khawatirkan dari perjalanan hidup yang sementara ini?
---
Ditulis di Kotagede, Jogjakarta
22 Jumadil Ula 1443H
Comments
Post a Comment