Untuk Anakku Agar Tak Dikejar Waktu

Bismillahirrahmanirrahim

Nak, surat ini ibu tulis di usia ibu yang ke-27 secara hijriyah. Usia yang cukup matang untuk menimang bayi. Usia yang cukup matang untuk membesarkan anak.

Namun, sampai hari ini Allah belum mentakdirkan ibu mengandung. Ibu masih bergulat dengan kondisi tubuh ibu sendiri yang seakan belum mau diajak kompromi. 

Nak, ibu sama sekali tidak menyalahkan Allah atas kejadian ini. Ibu seringkali merasa baik-baik saja walau teman-teman ibu sudah menimang anak satu per satu. Banyak orang merasa kasihan melihat ibu yang sampai saat ini tak memiliki anak. Namun, jauh di lubuk hati yang terdalam, ibu bersyukur karena masih diberi waktu.

Nak, ibu tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren. Ibu baru tersentuh hidayah sunnah di usia belasan akhir. Di usia itu, ibu berusaha mengejar ketertinggalan. Berusaha memperbaiki tilawah yang kadung salah makhrajnya karena bentukan dari kecil yang tidak dikoreksi. Berusaha berlari memahami bahasa Arab untuk semakin memahami agama ini.

Namun, kala itu ibu hanya mahasiswa biasa Nak. Ibu tak punya banyak pilihan selain tetap mempertahankan prestasi akademis untuk membuat nenekmu bangga karena telah membesarkan ibu. Nenekmu perempuan luar biasa yang telah merawat ibu seorang diri Nak. Tak mungkin rasanya ibu mengorbankan kuliah karena nenekmu pasti akan kecewa.

Dan hari ini. Ibu masih di sini Nak. Masih menjadi perempuan yang makhrajnya belum sempurna. Yang baca kitabnya masih terbata-bata. Yang ilmu balaghannya entah dimana. Yang ushul fiqihnya masih tidak tahu apa-apa. Iya Nak, ibu masih di sini. Progres ibu dalam belajar agama memang lambat.

Nak, dalam kondisi seperti ini, ibu merasa bahagia karena masih diberi waktu oleh Allah untuk 'mengurus' diri ibu sendiri. Ibu melihat teman-teman ibu yang lain Nak. Mereka belum 'selesai' dengan diri mereka sendiri tetapi mereka harus 'menghandle' pendidikan terbaik untuk anaknya.

Ya, banyak di antara teman-teman ibu yang juga ingin memperbaiki bacaan tilawahnya dan memperdalam ilmu bahasa Arabnya, tetapi belum sanggup melakukannya karena ia harus mengurus anak-anaknya.

Sampai di sini, tentu kau mengerti mengapa ibu merasa bahagia masih diberi waktu untuk 'mengurus' diri sendiri. Iya Nak, ibu masih harus belajar agama sebelum kau lahir. Karena ibu ingin mengajarimu sendiri. Ibu ingin menjadi bermanfaat untuk umat. Dan ibu yakin, ibu adalah tipe orang yang memang butuh untuk 'selesai' dengan diri sendiri.

Mengapa demikian Nak? Agar ibu tidak menyalahkan kehadiranmu. 

Ibu pernah mendengar testimoni seorang ibu yang anak-anaknya sudah dewasa dan ibu tersebut mulai punya waktu lagi untuk dirinya sendiri. Ia mengatakan bahwa ketika sudah punya anak, akses belajar sudah berbeda. Dan hal itu terjadi bertahun-tahun lamanya hingga anaknya dewasa. Ketika sudah tua lah kesempatan belajar itu baru datang lagi. Dan tentu belajar di waktu tua sudah berbeda dengan belajar di waktu muda.

Penyesalan? Mungkinkah ibu itu menyesal anaknya hadir lebih awal? Hati manusia tidak ada yang tahu Nak.

Ibu tak ingin menyalahkanmu Nak. Ibu tak ingin menjadi ibu yang galak karena kebutuhan aktualisasi akan ilmu belum selesai karena kehadiranmu.

Nak, ibu tidak tahu apakah Allah akan memberikan ibu anak atau tidak. Namun, ada hal yang ingin ibu pesankan kepadamu. 

Belajarlah di waktu muda Nak. Karena ketika usia semakin beranjak, kau akan semakin kejar-kejaran dengan segala kewajibanmu sebagai orang dewasa.

Kini ibu merasakannya Nak. Walau kau belum ada, ibu tetaplah terus kejar-kejaran dengan kewajiban ibu sebagai orang dewasa. Karena semakin tua, tanggung jawab kita tentu semakin banyak.

Surat ini ibu tulis untuk mengingatkan ibu sendiri agar tidak lelah bersyukur. Bahwa jika nanti Allah takdirkan kita bertemu, semoga itu menjadi pertemuan yang begitu indah di hati kita masing-masing.

Maafkan ibu yang progres belajar agamanya lambat ini Nak.

---

Ditulis di Surabaya, 21 Muharram 1444 H


Daurah Batu, tempat dimana hikmah belum punya anak itu terungkap



Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!