Mahabbah Pekan ke-7: Majaaz Mursal
Bismillahirrahmanirrahim
Masih bersama Ustdaz Nur Fajri Ramadhan dari Yayasan BISA. Kali ini kita akan belajar tentang Majaaz Mursal.
Majaaz Mursal satu keluarga dengan Isti'aarah. Mereka berdua termasuk dalam Majaaz Lughawiy. Perhatikan bagan ini kembali!
Majaaz adalah lafal yang digunakan bukan sesuai makna asalnya.
Contoh:
Makna hakiki
رأيت أسدا يأكل الغزال
Aku melihat singa sedang memakan rusa.
Makna majazi
رأيت أسدا يخطب على المنبر
Aku melihat singa sedang berpidato di atas mimbar.
Makna asal singa adalah hewan buas. Sementara makna kiasannya adalah seorang pemberani.
Namun, tidak selamanya hubungan antara makna hakiki dan makna majazi ini berupa keserupaan. Ada hubungan-hubungan lain. Hubungan ('alaaqah) selain penyerupaan inilah yang dikelompokkan sebagai Majaaz Mursal.
---
Majaaz Mursal
Adalah majaaz yang 'alaaqahnya bukan keserupaan.
Apa itu 'alaaqah? Hubungan antara makna haqiqiy dengan makna majaziy.
"Mursal" secara bahasa artinya "dilepas". Disebut mursal karena 'alaaqahnya dilepas dari keserupaan.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut!
- Indonesia mengalahkan Tiongkok dalam final Thomas Cup -> Apa benar semua orang Indonesia melawan semua penduduk Tiongkok? Tidak bukan? Disebut seluruh padahal maksudnya adalah sebagian.
- Sedari tadi batang hidungnya belum kunjung nampak -> Disebut sebagian padahal maksudnya adalah seluruh tubuh.
- Lelaki itu hanya memakan gaji istrinya -> Yang dimakan adalah nasi. Disebut memakan gaji karena gaji adalah sebab untuk bisa makan nasi. Disebutkan sebabnya padahal maksudnya adalah akibat.
- Mata-mata kita sudah melacak keberadaan sang buronan -> Mata-mata maksudnya orang yang mengawasi. Dia menggunakan alat berupa mata untuk memantau.
Kalimat-kalimat di atas tidak ada makna keserupaan. Maka pada pembahasan di bawah kita akan belajar 'alaaqah-'alaaqah dari Majaaz Mursal.
---
Juziyyah
Disebut sebagian padahal maksudnya seluruh.
Contoh pada Surat Al-Baqarah: 43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku."
Masud ayat ini adalah memerintahkan untuk shalat berjamaah. Namun, Allah tidak mengatakan, "Shalatlah bersama orang-orang yang shalat." Allah mengatakan, "Rukulah beserta orang-orang yang ruku.". Yang mana kalimat ini tentu maksudnya bukan perintah untuk ruku saja, tetapi shalat secara keseluruhan.
Ruku adalah bagian dari shalat. Karena yang disebut sebagian maka hal ini disebut Juziyyah.
Contoh lain ada pada Hadits Bukhari Muslim berikut.
هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا
"Apakah engkau punya leher yang bisa engkau merdekakan?"
Rasulullah tidak mengatakan, "Apakah engkau punya budak yang bisa engkau merdekakan ?".
Disebut leher padahal maksudnya keseluruhan tubuh budak. Maka inilah yang disebut Juziyyah.
Kulliyyah
Maksudnya adalah keseluruhan. Disebut seluruh padahal maksudnya adalah sebagian.
Perhatikan Surat Surat Nuh ayat ke-7 berikut!
وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا
"Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat."
Pada ayat ini disebut jari padahal yang dimaksud adalah satu ruas jari. Bayangkan jika yang masuk seluruh jari. Kan tidak mungkin. Maka maksudnya di sini yang dimasukkan hanya satu ruas jari saja. Disebut seluruh (jari) padahal maksudnya sebagian (satu ruas jari).
Perhatikan contoh lain pada Hadits Qudsi Riwayat Muslim berikut ini!
قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ
"Aku (Allah) membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian..."
Jika kita baca lanjutan haditsnya, yang diterangkan adalah Surat Al-Fatihah. Jadi pada hadits ini Allah mengatakan "membagi shalat" padahal yang diterangkan adalah Surat Al-Fatihah yang mana itu adalah bagian dari shalat itu sendiri.
Sababiyyah
Disebutkan sebab padahal maksudnya adalah akibat.
Contoh pada Surat 42:40 berikut.
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim."
Pada ayat ini, Allah menyebutkan "kejahatan yang serupa", padahal maksudnya adalah akibat dari perbuatan buruk yang dilakukan orang yang melakukan kejahatan.
Perhatikan Hadits Riwayat Bukhari No. 1393 berikut ini!
فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا
"Mereka telah menjumpai apa yang mereka kerjakan..."
Padahal maksudnya adalah mereka akan menjumpai balasan dari apa yang mereka kerjakan.
Musababbiyyah
Disebutkan akibat padahal maksudnnya adalah sebab.
Perhatikan Surat An-Nisa ayat ke-10 berikut ini!
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam apo yang menyala-nyala (neraka)."
Apa benar yang dimakan itu adalah api? Yang dimakan itu kan harusnya nasi, ayam goreng, sayur, dll. Namun, di sini nasi dan ayam goreng yang dimakan dari harta haram yaitu harta anak yatim secara dhalim dimakan. Berarti di sini ada majaaz. Api itu akibat dan sebabnya adalah makanan haram. Ingat bahwa 'alaaqah itu berdasarkan yang disebut.
Perhatikan contoh dari Hadits Riwayat Bukhari No. 7072 berikut ini!
لاَ يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيْهِ بِالسِّلاَحِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
"Janganlah seseorang di antara kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka."
Maksudnya di sini adalah "...setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya membunuh saudaranya."
Namun, yang disebutkan adalah akibatnya, yaitu masuk ke lubang api neraka, padahal maksudnya adalah membunuh saudaranya. Karena membunuh saudaranya adalah sebab seseorang masuk ke lubang api neraka.
I'tibaar Maa Kaana
'Alaaqah yang menyebutkan sesuatu yang lampau padahal maksudnya adalah sesuatu yang terjadi sekarang.
Contohnya pada Surat An-Nisa ayat 2 berikut ini!
وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar."
Jika ada anak kecil usia 5 tahun ditinggal wafat kedua orang tuanya, harta orang tuanya diwariskan kepadanya. Namun, dia tidak mungkin mengelola hartanya tersebut karena dia masih kecil. Maka dalam Islam, harta tersebut diserahkan kepada wali anak yatim ini terlebih dahulu. Misal kepada pamannya. Si paman mengeluarkan harta sedikit demi sedikit untuk keperluan si anak sesuai kebutuhan si anak setiap hari.
Begitu sudah baligh dan rasyid baru harta tersebut diserahkan. Berarti, harta anak yatim baru bisa diserahkan kepadanya setidaknya saat dia telah baligh (bisa jadi baligh dan rasyidnya bersamaan). Harta tersebut tidak mungkin diserahkan kepadanya sebelum dia baligh.
Masalahnya anak yang ditinggal ayahnya meninggal, itu disebut "yatim" selama dia belum baligh. Jika sudah baligh, tidak lagi disebut yatim.
Pada ayat di atas disebutkan, "Berikanlah kepada anak-anak yatim...". Ini tidak mungkin merupakan makna haqiqi. Maksudnya adalah diberikan kepada orang yang ditinggal orang tuanya meninggal ketika dia setidaknya telah dewasa.
Faidah balaghahnya adalah:
- Menyederhanakan
- Membuat trenyuh -> Hati menjadi trenyuh ketika mendengar kata "yatim" dari pada kata "mantan yatim"
I'tibaar Maa Sayakuunu
Menyebut sesuatu dengan hal yang akan terjadi.
Contoh pada Surat Nuh ayat 27 berikut ini.
إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا
"Sesunggunya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir."
Anak baru lahir itu apakah langsung menyandang status fajir bahkah kafir? Tentu tidak bukan?
Allah menyebutkan "...melahirkan anak yang fajir lagi kafir..." yang maksudnya adalah anak-anak tersebut tumbuh menjadi orang fajir dan kafir.
Contoh lain pada Hadits Riwayat Bukhari No. 3399 berikut ini!
فَقَالَ اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ
"Wahai Uhud tenanglah! karena di atasmu saat ini ada seorang Nabi, Ash-Shiddiq (Abu Bakar), dan dua orang yang syahid (maksudnya adalah Umar dan Utsman)."
Apakah saat mengatakan hal tersebut, Umar dan Utsman sudah wafat? Jawabannya belum. Maka ini menyebutkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan.
Mahalliyyah
Yaitu disebutkan tempat padahal maksudnya adalah apa yang ada di dalam tempat.
Perhatikan Surat Yusuf ayat 82 berikut ini!
وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا وَالْعِيرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا ۖ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ
"Dan tanyalah (pendduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesusungguhnya kami adalah orang-orang yang benar."
Terjemah leterleknya adalah: "Dan tanyalah negeri yang kami berada di situ..."
Negeri tentunya tidak bisa ditanya. Maksud ayat ini adalah bertanya kepada penduduk negeri tersebut. Menyebutkan tempat padahal maksudnya adalah apa yang ada di dalam tempat tersebut.
Contoh lain pada Hadits Riwayat Muslim No. 1467 berikut ini.
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
"Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah."
Dunia itu kan tempat. Yang menjadi perhiasan kan bukan tempat bernama dunia, tetapi apa yang ada di dalam dunia. Maka ini menyebutkan tempat padahal maksudnya adalah apa yang ada di dalam tempat tersebut.
'Alaaqahnya adalah Mahalliyyah.
Aaliyyah
Yaitu disebutkan alat padahal maksudnya adalah untuk apa alat itu digunakan/aktivitas yang menggunakan ayat itu.
Contoh pada Surat Al-Anbiya ayat 61 berikut ini!
قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَىٰ أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ
"Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan."
Secara leterlek, ayat tersebut menyebutkan, أَعْيُنِ النَّاسِ (mata-mata manusia) padahal maksudnya adalah pengelihatan manusia.
Contoh lain pada Surat Ibrahim ayat 4 berikut ini.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
"Kami tidak mengutus seorang rasulpun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Rabb Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Secara leterlek, yang disebutkan ayat ini adalah "lisan" padahal maksudnya adalah "bahasa". Lisan adalah alat untuk berbahasa. Maka 'alaaqahnya adalah Aaliyyah.
---
Mohon koreksi jika ada yang kurang atau keliru. Catatan Balaghah pertemuan lainnya bisa dicari dengan cara klik tag/kategori di bawah yang berjudul "Balaghah".
---
Selesai dirangkum di Surabaya
25 Rabi'ul Tsani 1444H
Comments
Post a Comment