Mahabbah Pekan ke-9: Majaaz 'Aqliyy
Bismillahirrahmanirrahim
Masih dalam kelas Mahabbah bersama Ustadz Nur Fajri Ramadhan hafidzahullah dari Yayasan BISA. Ini adalah pertemuan ke-8 tetapi ini adalah pekan ke-9 karena pekan lalu tidak ada materi tambahan.
Pekan ini kita akan membahas tentang Majaaz 'Aqliyy.
Majaaz 'Aqliyy adalah majaaz yang standar/patokannya bukan terjadi pada dimensi kebahasaan. Namun, kita memahami itu sebagai majaaz dari dimensi kelogikaan.
Majaaz 'Aqliyy adalah salah satu dari jenis majaaz. Majaaz Lughawiyy sudut pandangnya kebahasaan. Kita bicara tentang sesuai atau tidak dengan makna aslinya. Adapun Majaaz 'Aqliyy sudut pandanganya adalah kelogikaan. Contoh: Apakah benar yang melakukan dia?
Dan pembahasan ini masih dalam pembahasan Ilmu Bayan. Perhatikan bagan di atas. Ilmu Bayan terdiri atas Tasybiih, Majaaz, dan Kinaayah. Dua di antaranya, yaitu Tasybiih dan Kinaayah, adalah haqiqah.
Untuk memahami Majaaz 'Aqliyy, coba perhatikan kalimat-kalimat berikut ini!
- Membaca buku menambah pengetahuanku
- Apa benar membaca buku menambah pengetahuan? Bukankah yang menambah pengetahuan adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala? Membaca buku tidak menambah pengetahuan secara haqiqi. Namun, membaca buku itu salah satu sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala menambah pengetahuan kita.
- Kalimat tsb sah secara bahasa Arab atau bahasa Indonesia, tetapi yang dimaksud adalah tidak "menambah pengetahuan" secara hakiki.
- Apa yang membuat kita tahu bahwa membaca buku tidak menambah pengetahuan secara hakiki? Membaca bukunya benar merupakan makna hakiki. Pengetahuan benar merupakan pengetahuan. Bertambah benar merupakan bertambah. Namun, yang membuat ini merupakan majaaz adalah sisi penyandarannya. Yaitu kata menambah dengan kata membaca buku. Hubungan antara kata-kata di sini. Itulah majaaz.
- Disebuat Majaaz 'Aqliyy karena unsur majaaznya bukan pada makna tetapi pada keterkaitan kata dengan kata (hubungan antar kata). Dan hal ini tidak terlihat, hanya bisa dibayangkan dengan akal. Maka majaaznya adalah Majaaz 'Aqliyy.
- Di hari yang bahagia ini mari kita bersyukur
- Apa benar hari bisa berbahagia? Bukankah yang berbahagia itu orang?
- Bisnis Budi tahun ini selalu untung
- Apa benar bisnis yang untung? Bukankah Budi yang untung?
- Bisnisnya hakiki, Budinya hakiki, untungnya juga hakiki. Majaaznya dimana? Hubungan antara untung dengan bisnis. Untung disandarkan pada bisnis.
- Pak Gubernur membangun stadion megah di utara ibu kota
- Apa benar Pak Gubernur yang membangun? Bukankah tukang yang membangun?
- Pak Gubernur kan yang menyuruh membangun. Majaaznya dimana? Hubungan antara membangun dengan Pak Gubernur. Karena membangun disandarkan pada Pak Gubernur.
---
Majaaz 'Aqliyy dalam buku Balaghah klasik tidak dibahas di Ilmu Bayan, tetapi Ilmu Ma'aniy. Contohnya pada Talkhisul Miftah ditulis oleh Al-Khathib Al-Qazwini.
Buku Balaghah kontemporer merombak ini dan membahas Majaaz 'Aqliyy di Ilmu Bayan.
---
Majaaz 'Aqliyy (المجاز العقلي )
adalah penyandaran fi'il atau yang semakna fi'il kepada yang bukan fa'il sebenarnya -tetapi memiliki mulaabasah- karena adanya qariinah.
Catatan penting dalam Majaaz 'Aqliyy:
🌸 Mulaabasah: Hubungan antara fi'il dengan yang bukan fa'il sebenarnya. Secara konsep mirip 'alaaqah dalam Majaaz Lughawiyy
🌸 Qariinah: Indikator yang mengalihkan kalimat dari maknanya yang hakiki
🌸 Majaaz ini disebut "Aqliyy" karena unsur majaaznya diketahui bukan dari sudut pandang kebahasaan (Lughawiyy), tetapi dari sudut pandang kelogikaan ('Aqliyy).
Perbedaan dengan Majaaz Lughawiyy adalah bahwasanya Majaaz Lughawiyy dapat terjadi pada kata (mufrad), adapun Majaaz 'Aqliyy hanya terjadi pada hubungan antar kata (murakkab).
Majaaz 'Aqliyy
قتلت الملكة الأعداء في المعركة
Ratu membunuh musuh-musuh di medan perang.
Kalimat ini ratunya hakiki, membunhnya hakiki, musuhnya hakiki, dan medan perang juga hakiki. Namun yang membuat dia menjadi majaaz adalah karena membunuh disandarkan pada ratu.
Sudut pandang majaaznya bukan kebahasaan. Artinya bukan ratu didefiniskan sebagai orang yang bla bla bla dan pada kalimat ini ratu memiliki makna sebagai bla bla bla.
Majaaz Lughawiyy
رأيت أسدا يخطب على المنبر
Aku melihat singa berbicara di atas mimbar.
Kalimat ini, kata "singa" nya tidak hakiki. Jadi majaaznya terletak pada katanya. Karena tidak mungkin seekor singa berbicara di atas mimbar.
---
Mulaabasah ke-1: Isnaadul Fi'li Ilaas Sabab
Menyandarkan fi'il kepada sebab.
Perhatikan Surat Al-Qasas: 4 berikut ini.
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
"Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan."
Dhamir pada يُذَبِّحُ menunjukkan pelakunya mufrad mudzakkar, yaitu Fir'aun. Apa benar Fir'aun yang menyembelih sendiri? Bukan. Fir'aun menyuruh untuk menyembelih. Fir'aun menjadi sebab penyembelihan itu dilakukan.
Walau secara Nahwu, fail dari يُذَبِّحُ adalah dhamir mustatir takdirnya هو kembali ke Fir'aun. Ingat bahwasanya balaghah adalah ruh dari Nahwu dan Sharaf.
Jadi Fir'aun secara Nahwu memang fa'il tetapi secara ruh bukan fa'il yang hakiki.
Perhatikan contoh lain pada Hadits Riwayat Muslim no. 2816 berikut ini.
لَنْ يُنْجِيَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ
"Tidak akan ada satu pun di antara kalian yang diselamatkan oleh amalnya."
Yang menyelamatkan seseorang kan bukan amal. Yang menyelamatkan seseorang adalah Allah.
Pada konteks hadits ini, pada benak para sahabat terbayang bahwa amal adalah sebab diselamatkan dari api neraka. Walau Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa sesungguhnya tidak demikian.
Mulaabasah ke-2: Isnaadul Fi'li Ilaaz Zamaan
Menyandarkan fi'il kepada waktu terjadiya fi'il tersebut.
Perhatikan Surat Al-Muzzammil: 17 berikut ini.
فَكَيْفَ تَتَّقُونَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا
"Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban."
Hari tidak bisa menjadikan seseorang beruban. Yang menjadikan orang beruban adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Jika dii'rab, fa'il dari يجعل adalah tetap dhamir mustatir takdirnya هو kembali ke يوم. Jadi "hari" secara Nahwu memang fa'il tetapi secara ruh bukan fa'il yang hakiki.
Hal ini seperti ungkapan sehari-hari kita, yaitu, "Malam yang membahagiakan". Bukankah yang membahagiakan bukan malam? Yang membahagiakan adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Mulaabasah ke-3: Isnaadul Fi'li Ilaal Makaan
Menyandarkan fi'il kepada tempat terjadinya fi'il tersebut.
Perhatikan Surat Al-Bayyinah ayat ke-8 berikut ini.
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
"Balasan mereka di sisi Rabb mereka adalah Surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya."
Makna dari sungai adalah cekungan di tanah yang panjang dan bisa jadi bercabang-cabang yang jika air mengalir di situ maka jadilah sungai. Sungai itu tempatnya (tanahnya), bukan airnya. Maka secara hakiki, sungai tidak bisa mengalir. Yang mengalir adalah air dalam sungai.
Maka pada ayat tersebut termasuk penyandaraan fi'il kepada tempat terjadinya.
Perhatikan contoh lain pada Hadits Riwayat Muslim berikut ini.
وَ إِذَا كَانَتِ الأَمْطَارُ سَالَ الوَدِيْ
"Dan jika ada hujan lebat maka lembah pun mengalir."
Kata الوادي ini bermakna lembah atau bermakna sungai yang hanya ada air di situ jika turun hujan.
Hal ini banyak ditemui di Arab Saudi. Arab Saudi ini negara yang besar tetapi tidak memiliki sungai. Hanya memiliki الوادي saja.
Lembah tidak mungkin mengalir. Yang mengalir adalah air di dalam lembah.
Mulaabasah (nama lain dari 'Alaaqah) ke-4: Isnaad Ismil Fa'il Ilal Maf'ul Bih
Majaaz 'Aqliyy bukan hanya menyandarkan fi'il pada sesuatu yang lain. Melainkan juga bisa menyandarikan yang semakna fi'il yaitu Isim fa'il kepada sesuatu yang lain.
Dalam Nahwu sekalipun, isim fa'il bisa beramal dengan amalan fi'il. Isim fa'il bisa punya fa'il dan punya maf'ul bih. Maka pada Balaghah ini juga sama.
Untuk mulaabasah yang ke-4 ini menyandarkan isim fa'il (bukan fi'il) kepada maf'ul bih. Isim fa'il kan seharusnya disandarkan pada fa'ilnya. Ini malah disandarkan pada maf'ul bih.
Perhatikan Surat At-Tariq: 6 berikut ini.
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ
"Dia diciptakan dari air yang terpancar."
Perhatikan kata دَافِقٍ yang pada ayat ini diartikan "terpancar". Terpancar adalah sesuatu yang pasif. Bahasa Arabnya adalah مَدْفُوْق.
Namun pada ayat ini kata yang digunakan bukan مَدْفُوْق melainkan دَافِقٍ yang artinya "memancar".
Ingat bahwa isim fa'il posisinya seperti fa'il dalam hal bisa beramal.
Untuk lebih mudah, perhatikan kalimat sederhana berikut ini.
ضرب زيد عمرا
Zaid telah memukul Amr
Pada kalimat ini, زيد sebagai fa'il dan عمرا sebagai maf'ul bih. زيد sebagai pemukul (ضاَرِبٌ ) dan عمرا sebagai yang dipukul (مَضْرُوْبٌ )
Kata دَافِقٍ ini secara leterlek artinya "memancar". Harusnya yang memancarkan itu kan bukan air. Ada orang yang memancarkan air.
دَفَقَ الرَجُلُ المَاءَ
Seorang laki-laki telah memancarkan air.
Pada kalimat ini, الرجل sebagai fa'il dan الماء sebagai maf'ul bih. الرجل yang memancarkan (دَافِقٌ ) dan الماء sebagai yang dipancarkan (مَدْفُوْق).
Kenyataannya, pada ayat tersebut kata دَافِق disandarkan pada الماء (air). Padahal seharusnya الماء itu kan dipancarkan (مَدْفُوْق).
Inilah contoh menyandarkan isim fa'il yaitu دَافِقٍ bukan pada pelaku yang memancarkan air tersebut melainkan kepada yang dipancarkan, yaitu kepada air.
Kata "air" pada ayat ini adalah maf'ul bih secara makna (bukan secara i'rab).
Air itu kan dipancarkan oleh sesuatu. Berarti air di sini sebagai objek. Ternyata justru kita sandarkan دَافِقٍ pada maf'ul bih. Maka ini menyandarkan isim fa'il kepada maf'ul bih.
Diantara hikmah mulaabasah ini adalah makna hiperbolik. Yaitu saking kuatnya air tersebut terpancar sampai disebutkan "memancarkan".
Perhatikan Hadits Riwayat Abu Daud berikut ini.
اتَّقُوا اللاعِنِيْنِ
Secara leterlek artinya adalah "Jauhilah oleh kalian dua orang yang melaknat."
Padahal kalau kita lihat lanjutan haditsnya, "Apa yang dimaksud dengan dua orang yang melaknat Yaa Rasulallah?"
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Yaitu orang yang buang air di jalan yang dilewati masyarakat atau buang air di tempat berteduh masyarakat."
Masa orang yang seperti itu melaknat? Bukankah orang yang seperti itu malah yang dilaknat? Inilah letak Majaaz 'Aqliyynya. Bahwasanya kata اللاعنين adalah isim fa'il tetapi justru malah disandarkan untuk maf'ul bih (orang-orang yang dilaknat).
Nabi adalah orang yang paling fasih Bahasa Arabnya. Jika Nabi menggunakan lafadz ini, Nabi bukan salah bicara. Kita lah yang harus memahaminya lewat jendela Bahasa Arab. Para sahabat sudah bisa memahami apa yang Rasulullah katakan karena mereka memahaminya dari jendela Bahasa Arab.
Mulaabasah ke-5: Isnaad Ismil Maf'ul Ilal Fa'il.
Yaitu menyandarkan lafal isim maf'ul kepada fa'il.
Perhatikan Surat Al-Isra' ayat 45 berikut ini.
وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا
"Dan apabila kamu membaca Al-Qur'an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu hijab yang tertutup."
Abaikan tafsirnya karena sudah ada unsur terjemah.
Kata مَسْتُورًا yang merupakan isim maf'ul disandarkan justru bukan pada maf'ul tetapi ke fa'ilnya yaitu hijab. Harusnya hijab itu kan menutupi (harusnya pakai kata سَاتِرٌ bukan مَسْتُوْرٌ). Jadi harusnya "Hijab yang menutup".
Hijab di sini fa'il karena aslinya kalimatnya adalah سَتَرَ الحِجَابُ.
Mengapa Allah menggunakan isim maf'ul? Agar lebih indah. Hiperbolik. Hijabnya saja tertutup, apa lagi yang dihijabkan.
Perhatikan Hadits Riwayat Abu Daud berikut ini
من حَلَفَ على يمين مصبورةٍ كاذبًا
"Orang yang bersumpah dengan sumpah yang ditahan
Orang kalau sumpah dan bohong itu sumpahnya akan menahan dia di neraka.
مَصْبُوْرَةٌ artinya disabarkan. Makna lainnya adalah "ditahan".
Sumpah harusnya صَابِرَةٌ. Menahan seseorang. Bukan ditahan.
Yang ditahan disandarkan kepada yang menahan yaitu sumpah. Karena orang yang bersumpah bohong akan ditahan di neraka.
Apa yang ditahan? Orang yang bersumpah. Namun dalam teks hadits ini, kata "ditahan" disandarkan pada sumpahnya, bukan pada orangnya. Inilah contoh Majaaz 'Aqliyy dengan menyandarkan isim maf'ul kepada fa'il.
---
Mohon koreksi jika ada kesalahan. Catatan Balaghah pertemuan lainnya bisa dicari dengan cara klik tag/label "Balaghah" di bawah ini.
---
Selesai dicatat di Surabaya, 11 Jumadil 'Ula 1444H
Comments
Post a Comment