Pelajaran Hidup dari Bintaro

Bismillahirrahmanirrahim

Perjalanan ke Jakarta kali ini benar-benar di luar ekspektasi. Sebelumnya tak pernah aku menyangka akan ke Jakarta tahun ini. Pun juga tak pernah menyangka bahwa akan selama ini. Bagaimanapun, walau aku telah berubah, walau aku bukan Rahma yang dulu yang sangat ingin tinggal di Bintaro, aku tetap cinta Jakarta dan sekitarnya. Jakarta dan sekitarnya tetap menjadi rumah keduaku. Rumah yang membuat aku bertemu orang-orang yang aku sayangi.

Di antara orang yang aku sayangi adalah Ammah Intan. Beliau adalah teman belajar Bahasa Arabku di Takhassus Al Barkah Bintaro dulu. Beliau kini telah berusia 40an tahun. Ke Jakarta tak lengkap rasanya jika belum ke rumah beliau. Karena beliau punya begitu banyak jasa dalam hidupku.

Kampus siapa ini?

Dengan izin Allah, melalui beliau aku mendapat beasiswa dari seorang muhsinin hingga akhirnya lulus dari Takhassus Al Barkah Bintaro. Dengan izin Allah, beliau lah yang membantu proses ta'arufku dengan beberapa orang. Dengan izin Allah, beliau yang memberi aku kerudung-kerudung panjang di awal-awal aku hijrah ke Manhaj Salaf. Beliau juga lah yang memberi aku Kitab Tafsir yang membuat aku semangat pergi ke kajian Ustadz Muhtaram kala itu.

Iya, jasa beliau begitu banyak dalam fase kehidupanku selama di Bintaro dulu.

Dan jujur, senang sekali rasanya mengetahui bahwa beliau kini menjadi pengajar tahsin. Rumah Qur'an yang beliau dirikan 7 tahun yang lalu kini sudah semakin besar. Dari Rumah Qur'an inilah beliau akhirnya semangat belajar tahsin dan kini menjadi seorang pengajar. Bahkan beliau bergabung menjadi pengajar di HSI QITA. Masyaa Allah.

Dan seperti biasa, selalu ada pelajaran hidup yang aku dapat dari beliau. Kalau dulu aku belajar tentang bagaimana memilih pasangan yang baik, kini aku belajar tentang bagaimana menancapkan tauhid agar yakin pada rezeki yang telah Allah tetapkan. 

Iya, beliau adalah role model ku bahwa tak bekerja di ranah formal pun akan tetap bisa hidup dengan layak, biidznillah.

Jika dipikir secara logika, mungkin orang seperti beliau yang suaminya kini menjadi tukang ojek, tak akan mampu menyekolahkan anaknya di pesantren ternama. Namun buktinya, Alhamdulillah sampai saat ini Allah cukupkan segalanya bagi keluarga beliau.

---

Aku bersyukur dan benar-benar bersyukur bahwa Allah memberi kesempatan kepadaku untuk mengenal orang-orang hebat ini. Jika dipikir-pikir, mengapa dari ribuan anak STAN di masaku kala itu, aku lah yang Allah pilih untuk sampai ke Takhassus Al Barkah dan bertemu dengan teman-temanku ini?

Mengapa dari ribuan anak STAN kala itu, aku yang Allah tuntun untuk ke Masjid As Sunnah dan mengenal Manhaj Salaf lebih dulu dari orang lain?

Mengapa?

Mengapa aku?

Maha Baik Allah yang telah mempertemukan aku dengan orang-orang baik di sekelilingku. Maha Baik Allah yang telah membuat aku belajar dari pengalaman hidup orang-orang di sekitarku.

---

Jujur, aku merasa sangat malu kepada Ammah Intan yang kini telah berprogres menjadi pengajar tahsin dengan bacaan yang baik. Apa kabar aku yang belum mendalami tahsin?

Semoga perjalanan ke Jakarta kali ini menjadi cambuk bagiku untuk berprogres lebih baik lagi.

Bukan hanya untukku, tetapi untuk suamiku, dan untuk anak keturunanku jika Allah izinkan kami memiliki keturunan.

---

Ditulis di bawah rintikan hujan setelah shalat subuh
Bintaro, 21 Rajab 1444H

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!