Mensyukuri Ujian yang Allah Beri
Bismillahirrahmanirrahim
Kalau dipikir kembali, segala ujian hidup kita itu sejatinya untuk kebaikan diri kita sendiri.
Dulu aku pikir tidak lulus SBMPTN ke ITB adalah hukuman dari Allah karena aku sangat sombong. Diberi kecerdasan di atas rata-rata tetapi tidak mau berbagi ilmu dengan yang lain. Iri dan dengki ketika melihat teman yang lain berhasil.
Barangkali itu memang musibah yang disebabkan ulahku sendiri. Namun, pada akhirnya jalan cerita hidup yang tidak sesuai dengan yang aku inginkan dulu itu begitu aku syukuri saat ini.
Kalau lah aku lolos ke ITB, kalau lah aku langsung S2 seperti yang aku inginkan, kalau lah aku selalu berhasil, barangkali aku tidak akan menjadi Rahma yang hari ini.
Barangkali aku akan tetap mengejar dunia dunia dan dunia.
Barangkali aku tak sempat memikirkan Bahasa Arab. Dan barangkali aku juga tidak berpikir menikah muda.
---
Dulu aku pikir penempatan Bali adalah musibah yang luar biasa. Hidupku hancur. Tidak ada masa depan di sana. Keinginanku menikah muda juga sepertinya akan pupus ditelan pertanyaan siapa yang mau menikahi orang yang hidupnya pindah-pindah ke seluruh Indonesia?
Barangkali penempatan Bali memang musibah pada awalnya. Musibah karena kesalahan-kesalahan yang aku lakukan di masa lalu. Namun, pada akhirnya, jalan cerita hidup di Bali begitu aku syukuri. Merasakan persaudaraan muslim yang begitu hangat di tengah kondisi minoritas mungkin tidak akan pernah aku dapatkan jika tidak tinggal di Bali.
Pun juga merasakan susahnya mencari kos yang muslim friendly dan makanan halal yang menjadi tantangan tersendiri.
Tinggal di Bali mengajarkan aku untuk bergantung pada Allah saja. Ketika jauh dari keluarga dan teman dekat, mau kemana lagi aku berlari jika bukan kepada Allah Ta'ala?
Bahkan jika boleh jujur, rasanya berat sekali ketika dulu akan meninggalkan Bali.
Bali dengan segala kenangannya. Bali yang menjadi saksi bisu betapa linglungnya aku kala itu. Dan Bali dengan keindahan alamnya.
Bali adalah rumah kedua kami.
---
Semua musibah dan ujian yang kita rasakan barangkali memang berat pada awalnya. Barangkali membuat kita menangis bertubi-tubi. Dan barangkali sulit kita terima.
Namun, betapa banyak kejadian dalam hidup yang tadinya membuat kita menangis kemudian menjadi hal yang begitu kita syukuri?
Bukankah Allah adalah hakim yang paling adil?
Bukankah pilihan Allah adalah yang terbaik?
Lantas mengapa kita harus tidak terima dengan ujian yang Dia berikan? Padalah ujian itu untuk kebaikan diri kita sendiri.
Melalui ujian-ujian kehidupan, kalau kita mau jujur, ada banyak sekali 'pesan' yang kita dapatkan. Yang mana pesan ini barangkali tidak akan bisa kita pahami jika kita tidak diberi musibah. Betapa banyak orang berubah menjadi lebih baik setelah tertimpa musibah?
Ada orang yang baru paham bahwa Allah adalah sebaik-baik pelindung setelah tertimpa musibah. Ada orang yang baru mengerti arti keikhlasan setelah diberi ujian. Dan ada orang yang baru bisa merasakan betapa indahnya kesabaran ketika dia tidak bisa lari dari masalah.
Bayangkan jika kita hidup semau kita. Jalan hidup kita sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Bagaimana mungkin kita akan belajar bergantung kepada Allah? Mungkinkah kita akan merengek dan mengadukan segala kesulitan hidup yang kita hadapi? Bukankah ujian yang Allah beri mengajarkan hakikat diri kita sebagai seorang hamba? Bahwasanya sebagai hamba harusnya kita bisa menerima karena ketetapan-Nya adalah yang terbaik.
---
Belajar menerima itu butuh proses. Merenungi kehidupan kita juga butuh proses. Semoga kita semua tidak lupa meminta kepada Allah untuk memudahkan diri kita berproses.
Teringat kata salah seorang temanku, "Ketika kita terkena musibah, coba latih diri kita untuk minimal biasa saja. Tidak kecewa dan meraung-raung tidak terima."
Kalau lah kita belum mampu sampai tahapan ridha dan bersyukur atas musibah yang Allah beri, setidaknya kita berusaha untuk biasa saja. Datar. Dan tidak protes terhadap kehendak-Nya.
Bukankah jika kita tidak pernah diuji harusnya kita khawatir? Karena sebagaimana dalil yang pernah kita pelajari, ketika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji kaum tersebut. Dan kadar ujian disesuaikan dengan kadar keimanan. Semoga ujian yang kita hadapi adalah pertanda tingginya iman kita di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
---
Alih-alih memikirkan kapan selesainya ujian kita, mari kita mensyukuri banyak hal yang lupa kita syukuri selama ini.
Mari syukuri tubuh yang lengkap dan normal, lingkungan yang baik, teman yang supportif, dll.
Dan yang paling penting, mari mensyukuri nikmat iman yang telah Allah beri. Karena kalau pun hidup kita begitu terhimpit, setidaknya Allah tidak mencabut nikmat iman dari diri kita. Karena nikmat inilah yang menjadi modal utama kita agar bisa menjadi penduduk Surga.
---
Ditulis di Surabaya, 16 Ramadhan 1444H
Comments
Post a Comment