Agar Ujian Terasa Lebih Ringan
Bismillahirrahmanirrahim
Dulu ketika masih tinggal di Bali dan awal-awal Covid, aku sempat merasakan sesak nafas yang mana jarang aku rasakan sebelumnya. Mengingat saat itu tempat tidur di rumah sakit di Bali sudah semakin menipis karena pasien Covid membludak, aku jadi begitu panik. Tanpa pikir panjang aku dan suami mencari tempat swab hari itu juga dan tidak peduli berapa pun harganya ((ciee masih punya banyak uang xixixixi))
Biaya swab ini relatif mahal. Sekitar 5jt untuk dua orang atau 2.5jt untuk satu orang. Maklum, saat itu baru awal-awal Covid. Tidak banyak pilihan untuk melakukan swab kala itu.
Ketika mengantri giliran 'tusuk lubang hidung' aku gugup luar biasa. Jujur saja, aku sangat takut ditusuk. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya lubang hidung ditusuk-tusuk seperti itu.
Karena takut, aku mempersilahkan suamiku ditusuk duluan. Suamiku punya toleransi rasa sakit yang tinggi. Jadi seharusnya dia tidak akan begitu merasakan sakit ketika ditusuk.
Ketika dia maju, aku melihat dia berusaha menekan rasa sakit yang dia rasakan. Dalam hati aku berkata, "Bagus! kalau dia aja gitu, aku apa kabar?" Baiklah, mau tidak mau adegan tusuk lubang hidung ini harus dilewati. Suka tidak suka aku harus maju karena yang mengantri di belakangku.
Ketika tiba giliranku, aku berusaha berpikir bahwa pasti tusuk lubang hidung ini tidak sakit. Mengapa? Karena ada sesuatu yang lebih sakit. Aku berpikir bahwa tusuk lubang hidung ini pasti tidak ada apa-apanya dibanding sakaratul maut. Maka pasti ini tidak akan sesakit yang aku bayangkan.
Dan benar saja. Alhamdulillah, dengan berpikir demikian, overthingkingku perlahan pergi. Ketika ditusuk, aku memang merasa tidak nyaman tetapi tidak sesakit yang aku bayangkan sebelumnya. Memikirkan hal yang lebih berat membuat hal yang aku hadapi menjadi lebih ringan.
---
Logika yang sama aku gunakan ketika Allah beri aku ujian akhir-akhir ini. Ujian yang aku sendiri tidak menyangka bahwa ada ujian semacam itu. Walau penuh dengan air mata, aku mencoba berpikir bahwa pasti ada ujian yang lebih berat daripada ujian yang aku hadapi ini. Dan aku bersyukur ujianku ternyata hanya begitu saja dibanding ujian lain yang terbayang-bayang dalam pikiranku.
Memikirkan hal yang lebih berat membuat hal yang aku hadapi menjadi lebih ringan.
Dan memang demikianlah semestinya. Bahkan, secara jujur aku senang menyimak sesi tanya jawab ketika kajian. Mengapa? Karena dari sana aku tahu bahwa ada orang-orang yang Allah uji dengan ujian yang beragam. Yang Alhamdulillah aku tidak mengalami apa yang mereka rasakan.
Bukan. Ini bukan bermaksud bahagia di atas penderitaan orang lain. Hanya saja dengan meningat bahwa ujian kita tidak ada apa-apanya dibanding ujian orang lain Insyaa Allah akan membuat kita melewati ujian dengan lebih ringan. Tidak mudah ngedumel. Tidak mudah marah dengan keadaan.
That eyes |
Aku menulis ini sebagai pengingat bagi diriku sendiri. Bahwasanya memikirkan hal yang lebih berat dan rumit akan membuat hal yang kita hadapi menjadi lebih mudah untuk dijalani.
La yukallifullahu nafsan illa wus'aha
Allah tidak akan membebani seseorang di luar batas kemampuannya.
Tidak ada orang yang selamat dari ujian. Sebagai hamba, kita perlu pintar-pintar mencari cara agar lebih mudah menjalaninya.
---
Ditulis di Surabaya, 5 Dzulqadah 1444H
Comments
Post a Comment