Ketika Hati Kita Berselisih
Bismillahirrahmanirrahim
Hati manusia itu unik karena sejatinya senantiasa berbolak-balik. Hubungan manusia pun demikian karena relasi di antara manusia tak lepas dari adanya perasaan. Yang hari ini menjadi teman, bisa jadi esok menjadi lawan. Yang hari ini menjadi lawan, bisa jadi esok menjadi teman.
Di akhir usia 20an tahun ini, aku menyadari bahwa hubungan pertemanan adalah hubungan yang begitu kompleks. Jika dulu kita cocok dengan seseorang, bisa jadi hari ini tidak.
Bukan karena kita membencinya, tetapi karena fase hidup kita yang tak lagi sama. Tak bisa dipungkiri, kita akan merasa nyaman untuk dekat dengen seseorang yang mengalami fase hidup yang sama dengan kita.
Kalau lah irisan kehidupan kita dengan mereka tak lagi ada di jalur yang serupa, bukan berarti kita tak lagi menyukainya. Kita hanya berbeda urusan. Kita berbeda prioritas. Otomatis obrolan kita pun tak lagi selaras. Kita akan beririsan dengan orang lain yang mengalami hal yang sama dengan kita hari ini.
---
Namun, tak bisa dipungkiri. Kadang kala hati kita berselisih. Kadang kala hati kita tak bersih. Pertemanan yang terjadi selama bertahun-tahun bisa runtuh karena satu dua hal yang Allah ujikan di antara kita. Karena bagaimanapun manusia akan berubah. Kita dan mereka bisa berubah ke arah yang sama dan bisa jadi sebaliknya.
Dulu aku merasa begitu sedih ketika berselisih dengan orang yang sudah lama berteman denganku. Aku tak bisa mengerti mengapa hubungan persahabatan kami harus berakhir karena hal yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya.
Namun, semakin ke sini, aku semakin menyadari bahwa memang demikianlah hubungan di antara manusia. Tak ada yang pasti dan tak ada yang bisa memprediksi. Perselisihan di antara manusia adalah hal yang tak mungkin bisa kita hindari. Karena kita dan mereka punya pikiran sendiri-sendiri. Wajar jika kita berbeda pendapat atau berbeda prinsip seiring tumbuhnya kita ke arah dewasa ini.
Gugur |
Demikian juga lah yang terjadi pada sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Baru saja kemarin aku mendengar kisah wafatnya Utsman radhiyallahu 'anhu yang merembet pada terjadinya Perang Jamal. Sungguh, aku tak sanggup membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Ali radhiyallahu 'anhu ketika melihat Thalhah bin Ubaidillah dan salah seorang sahabat yang dijamin masuk Surga lainnya wafat di peperangan tersebut.
Mereka dulu bersama-sama membela Rasul. Mereka dulu berpegangan tangan untuk memperkuat kejayaan kaum muslimin. Namun, apa yang terjadi ketika fitnah menghampiri? Mereka berbeda pendapat. Dan kondisi ini dimanfaatkan oleh orang munafik untuk memecah belah hati dan hubungan mereka.
Perang Jamal pun terjadi. Bukan karena Ali memerintahkan demikian. Pun juga bukan karena kubu Aisyah dan sahabat lain menginginkannya terjadi. Namun, karena adu domba yang dilakukan orang munafik yang tidak suka dengan kekuatan umat Islam. Mereka sadar tidak mampu menyerang umat Islam dari luar, maka mereka ingin menghabisi dari dalam.
Peperangan ini membuat banyak sahabat gugur. Gugur di tangan umat Islam lainnya. Muslim melawan muslim. Teman dibabat teman. Ya, itulah yang terjadi. Perang Jamal tak terelakkan lagi.
Ali tak pernah ingin membunuh sahabat-sahabatnya. Ia pun sedih luar biasa mendapati jenazah Thalhah setelah berkahirnya peperangan ini. Sahabat yang dulu bersama-sama menyebarkan Islam kini telah wafat di kejadian yang tak pernah mereka duga sebelumnya.
Pun Ibunda Aisyah radhiyallahu 'anha tak pernah ingin para sahabat gugur di tangan umat Islam lainnya. Beliau pun menangis ketika membaca ayat ini:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
"Dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian." (QS. Al Ahzab: 33)
Iya, beliau menyadari kekeliruan ini. Beliau paham bahwa tinggal di rumah itu lebih baik daripada keluar rumah hingga terjadilah Perang Jamal. Namun, semua telah terjadi. Perbedaan pendapat ini berakhir dengan wafatnya para sahabat di medan peperangan.
---
Para sahabat tidak ada yang maksum. Pun demikian juga kita. Perselisihan di antara manusia adalah sebuah keniscayaan. Perbedaan pendapat dan kepentingan adalah hal yang tidak mungkin terhindarkan. Ketidakcocokan antara satu dan lainnya adalah hal yang tidak akan terelakkan.
Namun, dari kisah ini kita bisa belajar bahwa bagaimanapun, umat Islam itu bersaudara. Kalau lah kita berat kembali bersahabat dengan orang yang kini tak lagi cocok dengan kita, cukup kita batasi saja hubungan kita dengan mereka. Tak perlu menyakiti apalagi sampai membenci.
Karena hembusan kebencian akan merembet kemana-mana. Terlebih jika ada pihak lain yang mengadu domba. Kebencian itu bisa bermuara pada pertikaian yang lebih dahsyat lagi.
---
Ditulis setelah Shalat Subuh
20 Muharram 1445H
Link kajian terkait kisah di atas bisa disimak di sini
Comments
Post a Comment