Serial Parenting Nabawiyah: Empat Pilar Karakter Nabawiyah
Bismillahirrahmanirrahim
Mari kita kejar seroan Bund...
Udah lama ga merapikan catatan kajian parenting. Yap, kali ini adalah catatan tentang Empat Pilar Karakter Nabawiyah.
Yuk kita simak selengkapnya.
---
Apa itu karakter?
Karakter adalah kepribadian seseorang atau akhlak seseorang. Akhlak yang mulia itu adalah tujuan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diutus.
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Kita berharap anak memiliki pilar karakter sebagai tombak untuk kehidupan mereka. Karakter maknanya adalah tabiat. Adapun Nabawiyah adalah sifat-sifat yang ada dalam diri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Salah seorang ulama, yaitu Ibnul Qayyim rahimahullah, telah menyebutkan empat pilar ini. Beliau berkata, "Karakter yang baik tegak di atas empat pilar, yaitu sabar, kesucian, keberanian, dan keadilan."
Empat pilar ini adalah sumber semua karakter kebaikan.
- Sabar akan mendorong seseorang untuk menguasai diri, mampu menahan amarah, tidak mengganggu orang lain, tidak tergesa-gesa dan tidak gegabah.
- Al Iffah (kesucian) akan membuat orang menjauhi hal hina atau buruk. Akan membuat seseorang memiliki rasa malu. Rasa malu akan mencegah seseorang dari dusta, ghibah, dan namimah.
- Keberanian akan mendorong seseorang untuk memiliki kebesaran jiwa. Sifat rela berkorban, tegas, berani memberikan sesuatu yang dimilikinya.
- Adil membuat seseorang ada di jalan tengah. Tidak berlebih-lebihan. Tidak meremehkan.
Di sisi lain, di dalam menumbuhkan karakter ini pada diri kita dan anak-anak, ada dua kondisi, yaitu meremehkan dan berlebih-lebihan. Asalnya karakter ini ada di pertengahan. Namun, ada yang meremehkan dan ada yang berlebih-lebihan.
Ketahuilah bahwasanya ada empat pilar akhlak yang rendah, yaitu:
- Kebodohan
- Kedhaliman
- Hawa nafsu
- Kemarahan.
Semua akhlak tercela yang ada pada diri manusia berasal dari keempat akhlak ini. Namun, keempat akhlak buruk ini berasal dari dua akhlak buruk utama, yaitu kesombongan dan ketamakan.
Kita kembali ke zaman Nabi Adam 'alaihissallam ketika Allah memerintahkan para malaikat dan iblis untuk bersujud kepada Nabi Adam tetapi iblis tidak mau. Ini adalah bentuk kesombongan.
Salah satu cara setan menggelincirkan manusia adalah setan memperhatikan kondisi orang yang digoda. Jika yang digoda adalah orang yang semangat, ia akan dibuat berlebih-lebihan terhadap apa yang ia lakukan. Begitupun sebaliknya.
Asalnya semua anak itu berakhlak mulia. Setan lah yang menggoda untuk berusaha menyimpangkan fitrah tersebut. Dalam diri manusia ada karakter-karakter yang tercela. Tugas kita adalah menumbuhkan karakter yang mulia agar tidak berlebihan dan tidak teremehkan.
Keberanian itu sifat pertengahan. Jika berlebih-lebihan maka akan menjadi orang yang nekat. Jika diremehkan akan menjadi orang yang pengecut.
Ada orang yang condong pada karakter Al Ulfah, yaitu suka bersatu. Jika berlebih-lebihan maka dia akan suka mengikuti orang lain terus, entah benar atau salah. Adapun jika diremehkan dia akan berpecah belah.
Bagaimana menumbuhkan karakter yang mulia pada diri anak?
- Usia 0 - 7 tahun
- Menerapkan pilar karakter nabawiyah pada masa emas karakter keimanan. Karakter yang ada dipraktekkan orang tua kepada anak. Anak kecil akan merasa kagum dengan akhlak mulia yang dicontohkan orang tua.
- Usia 7 - 10 tahun (Usia Tamyiz)
- Diajarkan. Contoh akhlak mulia Al Basasah atau wajah senantiasa berseri. Kita ajarkan anak untuk murah tersenyum.
- Usia 10 Tahun - Baligh
- Menerapkan kedisiplinan untuk karakter-karakter ini.
Jika anak sudah besar tetapi pilar karakternya belum tumbuh, bagaimana caranya? Sama seperti fase-fase di atas. Harus dimulai dari mencontohkan dulu.
Q & A
1. Bagaimana menghadapi kakak adik yang saling tidak suka sama lain?
Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Apapun yang mereka lakukan, sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah condong kepada kebaikan. Kita harus berprasangka baik, termasuk ketika mereka bertengkar.
Dua anak yang sekandung Insyaa Allah punya rasa kasih sayang yang berbeda dibanding kepada orang yang tidak sekandung. Bahasa mereka saling menyayangi adalah dengan bertengkar. Jika salah satu pergi biasanya dicari-cari. Jangan dihakimi mereka nakal. Bisa jadi mereka bertengkar karena mempertahankan prinsip mereka.
Tugas kita adalah menjaga mereka ketika bertengkar dengan hati legowo. Mereka belajar mempertahankan prinsipnya. Diharapkan mereka bisa mempertahankan akidah di masa ketika mempertahankannya itu sulit.
Insyaa Allah semakin besar, mereka tidak akan bertengkar. Jadi kita harus berpikir positif dan menjaga agar jangan sampai bertengkarnya mereka itu membahayakan.
Yang pertama jangan membahayakan diri anak yang bertengkar, jangan membahayakan orang lain, jangan melanggar norma masyarakat sebab akan dikucilkan masyarakat jika salah.
Nasihat orang tua hendaknya diberikan jika mereka sudah tidak bertengkar. Selama mereka bertengkar, jangan dihakimi dulu. Utamanya ketika di bawah 7 tahun.
Salah satu hal yang membuat anak mogok sekolah adalah karena sang guru menghakimi anak ketika bertengkar. Jika kita sabar nanti anak selesai sendiri.
2. Bagaimana jika orang tua kurang adil pada anak-anak? Akankah hal tsb berpengaruh kepada mereka ketika dewasa?
Sikap tidak adil dilarang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Bukan hanya dalam hal pemberian, tetapi juga dalam hal lain, misal ciuman. Ketidakadilan sangat rentan dan ketara di anak-anak. Salah satu pilar yang ditegakkan kepada anak-anak adalah keadilan, harus kita tumbuhkan ke diri kita dahulu.
Berlaku adil ini juga termasuk dalam hal memuji. Termasuk dalam hal kebohongan. Kita menjanjikan lalu kita mendustai mereka. Ini termasuk kedhaliman.
3. Jika anak teriak dan lari-lari dalam masjid, sebaiknya dibiarkan agar tuntas egonya atau diarahkan? Anak usia di bawah 7 tahun belum memiliki tanggung jawab moral, bagaimana?
Ketika Nabi mengajak ke masjid, anak selalu didampingi, tidak dilepas. Jika anak berteriak-teriak, harus dicari siapa orang tuanya. Jangan langsung dimarahi anaknya dulu. Karena anak lahir tidak tahu apa-apa. Pembiaran itu tidak boleh karena mereka lahir tidak tahu apa-apa.
Yang sering terjadi, ketika anak di masjid, orang tuanya tidak di masjid. Bagaimana caranya?
Untuk tufulah, jangan dihakimi. Bagaimana cara kita melarang mereka? Yaitu dengan banyak mengatakan kata-kata positif. "Ayo bareng-bareng ke sana yok (ke luar)."
Kalau setelah tamyiz, diberi nasihat. "Rasulullah melarang bersuara keras di masjid. Bahkan membaca Al Qur'an dengan keras saja dilarang."
Kalau sudah 10 tahun, maka boleh diberi iqab. Kalau sudah baligh, harus lebih tegas lagi.
Hati anak usia tufulah itu sangat rentan dan mudah tersinggung.
4. Setelah mengarahkan, mendoakan, dan mencontohkan, kiat apa lagi untuk mendidik anak?
Tentang mendidik anak itu kembali lagi pada tujuan penciptaan anak kita. Dengan adanya fitrah ini, hal ini membedakan anak kita dengan hewan. Maka cara melatihnya pun jangan disamakan dengan melatih hewan. Langkah yang harus kita lakukan:
(1) Berdoa kepada Allah Ta'ala. Karena anak lahir itu cenderung berakhlak mulia. Namun, setan berusaha menggelincirkannya. Hati bukan pada kendali kita. Bahkan diri kita pun tak ada kendali pada hati kita sendiri.
(2) Kita harus paham dalam fase perkembangan anak. Sebenarnya orang tua sudah punya fitrah dalam mendidik. Sebagai contoh, seorang yang pemarah ketika dihadapkan kepada anak kecil yang masih 7 bulan, akan tersenyum. Fitrah tersebut menunjukkan bahwa kita harus mendidik anak sesuai fase-fasenya. Al Birru Khusnul Khuluq. Kebajikan adalah akhlak yang mulia. Dan dosa dalam mendidik itu yang menjadikan kita gelisah. Dan kamu tidak suka yang kamu lakukan itu diketahui manusia.
Jika kita mendidik dengan benar, hati kita akan tenang. Jika salah, hati kita akan gundah.
(3) Mengenal sifat-sifat anak. Termasuk gaya belajarnya apa. "Allah menjadikan pendengaran, pengelihatan, dan hati..." Tiga indra ini adalah pintu masuknya ilmu. Kita harus tahu anak kita dominan dimana. Kita juga harus tahu potensi unik anak. Kata Ibnul Qayyim, dengan bakat inilah tujuan anak diciptakan. Hendaklah orang tua mengetahui untuk bidang inilah anak diciptakan.
Hasilnya hanya Allah yang bisa menentukan. Kita hanya bisa berusaha. Pendidikan itu utamanya di hati. Adapun hati ada di jari-jemari Allah. Kepasrahan kita dalam mendidik anak itu harus kita kuat-kuatkan.
Kesimpulan
Sebelum membahas pilar, pilar ini hanya permisalan. Karakter itu adalah sifat. Karakter itu ditumbuhkan, bukan dibangun. Sebelum pilar tegak, kita harus menyiapkan banyak hal. Kita harus tahu cara menegakkan pilar sesuai fase perkembangan anak di atas. Kita harus tahu pondasinya. Sifat yang sangat penting dan tidak dimasukkan dalam pilar-pilar tadi adalah sifat ikhlas. Itu adalah sifat yang sangat penting yang menjadi pondasi. Semua sifat harus didasari dengan rasa ikhlas. Tidak condong kiri atau condong kanan. Setelah semua sudah disiapkan, baru kita tegakkan pada anak-anak kita.
Di antaranya adalah tersenyum. Untuk anak yang masih kecil, kita contohkan dengan banyak tersenyum. Senyum adalah buah kasih sayang.
Contoh lain adalah mendahulukan orang lain. Contoh lainnya adalah cemburu.
Intinya: Mustahil kita mendidik anak berakhlak mulia jika kita sendiri tidak berakhlak mulia.
---
Selesai diedit sebelum ke Kantor Imigrasi
19 Safar 1445H
Comments
Post a Comment