Serial Parenting Nabawiyah: Revolusi Pendidikan 1
Bismillahirrahmanirrahim
Yuk mari kita lanjutkan belajarnya Bund...
---
Pada zaman ini terjadi sebuah revolusi, yaitu revolusi industri, yang sering disebut revolusi induustri 4.0. Sebelumnya juga terjadi revolusi industri yang disebut revolusi 1.0, yaitu ketika ditemukannya mesin uap. Tenaga yang tadinya dikerjakan oleh binatang jadi diambil alih oleh mesin. Setelah itu terjadi revolusi industri 2.0, yaitu ketika ditemukannya listrik. Kemudian revolusi industri 3.0 dengan munculnya alat otomatisasi. Jika dulu satu alat dikendalikan oleh satu orang, sekarang satu orang bisa menjalankan banyak mesin dengan satu alat otomatis.
Revolusi industri 4.0 dimulai dengan ditemukannya teknologi informasi digital atau internet. Internet menyebabkan adanya perubahan yang luar biasa pada masyarakat yang mana juga menyebabkan adanya perubahan generasi. Generasi yang lahir di tahun 2000an mengalami perubahan yang begitu mencolok dan berbeda dari generasi sebelumnya. Generasi ini seolah muncul tanpa sebab akibat dengan generasi berikutnya. Generasi ini disebut dengan generasi internet. Mereka lahir sudah ada yang disebut internet. Mereka mahir menggunakan alat digital di usia sangat dini. Generasi digital ini ada yang menyebut generasi Z (1995 - 2010). Setelah 2010 muncullah generasi Alpha.
Karena terjadinya revolusi 4.0, otomatis orang tua dituntut melakukan revolusi pendidikan. Salah satu yang harus kita perhatikan dalam revolusi pendidikan adalah tujuan kita mendidik anak itu seperti apa. Mengapa hal ini perlu diperhatikan? Agar kita bijak dalam mendidik anak-anak kita.
Tujuan pendidikan harus selaras dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Jika aktivitas yang kita lakukan tidak sesuai dengan tujuan Allah menciptakan manusia, maka aktivitas-aktivitas tersebut adalah aktivitas yang tanpa makna. Atau aktivitas yang mubadzir.
Misi besar penciptaan manusia:
(1) Beribadah kepada Allah Ta'ala
(2) Menjadi pemakmur bumi
Kita mendidik anak-anak ini agar ketika mereka dewasa menjadi orang yang taat kepada Allah dan menjadi pemakmur bumi. Inilah misi besar Allah menciptakan manusia di muka bumi.
Pendidikan yang pertama dilakukan adalah dengan mendidik keimanan mereka. Buah dari keimanan adalah akhlak. "Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya."
Adapun sebagai pemakmur bumi atau khalifah, ini terkait dengan kinerja. Dasar agar kinerja maksimal adalah syakillah atau bakat yang harus ditumbuhkan. Buah dari kinerja adalah kebermanfaatan. Kebermanfaatan dasarnya adalah bakat. Orang akan maksimal kinerjanya jika pekerjaannya didasari oleh bakatnya.
Jadi ada dua bidang pendidikan, yaitu:
(1) Pendidikan keimanan
(2) Pendidikan kinerja
Kita harus bisa membedakan mana pendidikan yang bisa direvolusi dan mana yang tidak boleh ada perubahan sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hingga hari kiamat kelak. Di antara dua bidang pendidikan tadi, yang bisa direvolusi atau disesuaikan dengan perkembangan zaman adalah pendidikan kinerja.
Pendidikan keimanan adalah pendidikan yang tidak akan berubah. Karena mendidik keimanan itu tidak bisa digantikan oleh mesin. Karena tidak bisa dengan akal atau bernalar, tetapi dengan hati. Dengan rasa dan keteladanan atau role model. Dan hal-hal ini tidak bisa dimiliki oleh mesin. Secanggih apapun alat atau robot, tetap saja tidak memiliki hati. Mendidik hati adalah dengan hati. Bukan dengan otak, hukuman, atau fisik.
Walaupun anak saat ini belajar dengan menggunakan gadget, pendidikan keimanan mereka tetap membutuhkan kehadiran orang tua, kedekatan orang tua kepada anak, dan yang bisa melakukan ini adalah orang tua, bukan mesin.
Revolusi pendidikan 4.0 tidak bisa mengubah pendidikan keimanan. Karena pendidikan keimanan adalah dengan keteladanan. Adapun pendidikan yang berkaitan dengan kinerja, ini bisa digantikan dengan mesin. Mengembangkan bakat bisa dengan android.
Generasi Z tidak bisa lepas dari gedget. Gawai seolah-olah telah menjadi bagian dari hidup mereka. Melarang total gawai akan menimbulkan madharat, bisa jadi mereka akan berontak atau muncul rasa tidak percaya diri di masyarakat. Sebaliknya, pemberian yang sebebas-bebasnya juga akan membahayakan diri anak.
Apabila mereka membutuhkan teknologi, hendaklah orang tua memfasilitasi mereka. Karena mereka tidak bisa lepas dari gadget, orang tua hendaklah memberi tahu cara penggunaan gawai dan digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
Orang tua banyak melarang tanpa mengajarkan cara menggunakan gawai dengan bijak. Ketika anak menggunakan itu tanpa bimbingan. Akhirnya anak menggunakannya untuk bersenang-senang. Hingga akhirnya anak kecanduan. Kita terlalu protektif tetapi tidak memberi panduan.
Internet seperti banjir bandang yang menimpa kehidupan. Apabila kita melarang anak dan anti dengan internet, kita tetap akan diterjang dan kita akan hancur. Demikian juga jika kita terlalu mengalir dan mengikuti arus, kita akan binasa. Jika anak terlalu leluasa maka itu akan membahayakan mereka. Kadang kala kita mengikuti arus, kadang kala kita melawan arus, dll.
Q & A
1. Revolusi pendidikan dimulai dari mana? Apakah dari sarana, guru, atau kurikulum?
Tentunya dari tujuan pendidikan itu sendiri. Hal ini berarti berkaitan dengan kurikulum. Dalam kurikulum ada yang namanya visi. Kita susun dan revisi yang kita sesuaikan dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Adapun terkait penerapan, yang bisa kita revolusi adalah yang berkaitan dengan kinerja. Atau pendidikan bakat.
2. Banyak penjelasan mengenai anak tantrum. Salah satunya kita harus membiarkannya. Bagaimana jika anak tantrum? Apakah dibiarkan?
Hampir sebagian besar orang tua saat ini mengatakan bahwa anaknya kecanduan gadget. Zaman dahulu guru mengetahui, murid tidak mengetahui. Sedangkan saat ini guru mengetahui dan murid lebih mengetahui karena keberadaan gadget tersebut. Anak merevolusi diri sendiri dalam belajar. Mereka tidak lagi mendengarkan guru karena dalam batin mereka, mereka mengatakan bahwa bisa memperoleh lebih.
Mereka memang sudah layaknya dekat dengan gadget. Apa yang menyebabkan mereka kecanduan? Mereka butuh pendidikan keimanan. Mereka butuh gadget untuk kinerja, yang mana hal tersebut memang dibolehkan oleh syari'at. Namun, mereka butuh pendidikan keimanan yang tidak berubah sejak zaman Nabi hingga saat ini.
Bagaimana agar mereka tidak kecanduan gadget? Pertama kali adalah keteladanan. Karena pendidikan itu adalah hati. Tanpa kehadiran orang tua, anak cenderung akan kecanduan. Mereka yang kecanduan adalah yang orang tuanya ada di rumah tetapi seperti tidak ada. Tidak pernah ngobrol, tidak memeluk mereka, tidak mendengar curhatan mereka. Sering memerintah anak tetapi tidak bertanya, "Apa yang kamu suka dengan gadget ini? Gamenya apa saja?"
Orang tua kalah dengan gadget karena keteladanan orang tua tidak dapat menyentuh hati anak. Mengapa kurang menyentuh hati anak? Karena kurang dekat. Orang tua harus lebih dekat lagi dengan anak karena kita melawan gadget. Gadget tidak bisa mendidik keimanan, keimanan itu diajarkan dengan keteladanan.
Anak lahir dalam kondisi fitrah dan tidak tahu apa-apa. Karena zamannya seperti ini, mereka memiliki kecondongan untuk menggunakan gadget. Karena anak lahir tidak tahu apa-apa, kita perlu membimbing mereka terkait keimanan ini dengan bijak yaitu dengan kedekatan.
Dan ternyata ini sudah digagas oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu dengan Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangunkarso, tut wuri handayani.
Kecil -> memberi teladan
Tamyiz -> membimbing
10 - Baligh -> menyemangati/dorongan
Dengan kebersamaan inilah, kecanduan anak pada gadget akan berkurang. Maka pendidikan zaman ini kita perlu mengakui mereka dan membersamai mereka. Jika kita hanya mengakui bahwa anak zaman sekarang tidak bisa lepas dari gadget, ini namanya pembiaran, sehingga mereka kecanduan. Namun, jika kita hanya membersamai tanpa mengakui bahwa zaman mereka adalah zaman gadget, maka itu akan menjadi pemaksaan. Akhirnya anak akan kurang PD dan berontak.
Yang bijak adalah kita mengakui dan membersamai mereka.
3. Bagaimana jika anak sudah besar, keimanannya belum tumbuh?
Seharusnya usia keimanan tumbuh ketika tamyiz.
1. Menuntaskan egosentris anak. Anak dipuaskan karena anak merasa dirinya paling penting.
2. Menumbuhkan imaji positif. Shalat itu keren, shalat itu positif.
3. Membahagiakan anak karena hati anak kecil senstif sekali. Nabi tidak memburu-buru agar anak segera turun.
Metodenya adalah keteladanan. Bagaimana dengan orang yang sudah dewasa? Bagaimana metodenya? Metodenya tetap sama.
Bagi orang yang belum tumbuh karakter imannya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperlakukannya dengan lembut.
Jangan terlalu banyak hukuman dan ceramah kepada anak. Cukup dengan keteladanan dan banyak berkisah tentang generasi-generasi mulia zaman dahulu. Banyak beraktivitas dengan mereka, yaitu dengan kedekatan.
Jika lingkungan tidak mendukung, sosok itu bisa digantikan dengan lembaga.
4. Banyak orang yang pintar di negeri ini, tetapi krisis adab. Bagaimana cara membumikan adab di negeri ini?
Tujuan pendidikan:
1. Mendidik anak berakhlak mulia, yaitu dengan keimanan
2. Mendidik anak untuk berkinerja, yaitu sebagai pemakmur bumi. Mendidik agar anak menjadi bermanfaat bagi umat dengan kinerja
Generasi saat ini punya kinerja yang luar biasa, tetapi akhlaknya kurang. Oleh karena itu ada yang mengatakan kita perlu revolusi moral. Titik masalahnya adalah pada pendidikan keimanan, yaitu tujuan manusia untuk beribadah.
Jika kita perhatikan, ada pendidik yang mengajarkan keimanan seperti mengajarkan ilmu. Contoh: Mendidik keimanan bukan dengan banyak menghafal, bukan dengan menghafal rukun iman. Barangkali anak memang bisa menghafalnya, tetapi hati tidak tersentuh karena mereka dididik dengan otak.
Jika kita melihat anak murung, kita dekati mereka, kita ajak ngobrol. Kadangkala kita peluk, kita beri hadiah. Dengan demikian ia akan merasa disayang.
Ketika kegiatan outdoor, mereka bermain dengan senang sekali. Setelah bermain kita tanya mereka, "Coba perhatikan, siapa yang menciptakan ombak yang besar itu?"
Setelah anak merasa disayang dan tahu bahwa Allah yang menciptakan air, dalam hati mereka akan berkata, "Aku sayang kepada Allah dan Allah menyayangi aku."
Sementara kita banyak mendidik keimanan dengan logika, kita tidak menyentuh hatinya. Padahal Nabi mendidik seorang penjahat dengan kelembutan, tanpa ada ceramah sedikit pun, tanpa ada hukuman.
Pertama yang harus kita lakukan adalah keteladanan. Kita jangan selalu gegabah menyalahkan generasi. Marilah kita salahkan diri kita. Jika kita belum memberi keteladanan, wajar jika mereka tidak beradab. Apalagi dunia gedget sekarang lebih pintar.
Jika hanya ingin anak pintar, beri gadget saja. Nanti akan pintar segalanya, bahkan lebih pintar dari gurunya. Dalam pendidikan, kita perlu membimbing dan membersamai mereka.
Selama ini anak merasa disayangi oleh gadget karena gadget bisa memenuhi permintaannya. Sementara orang tua tidak menunjukkan kasih sayang karena sering nyuruh-nyuruh dan memarahi saja.
KESIMPULAN
Terkait dengan revolusi pendidikan:
1. Ada pendidikan yang tidak bisa berubah sampai akhir zaman, yaitu pendidikan keimanan
2. Ada pendidikan yang bisa direvolusi, yaitu berkaitan dengan karakter kinerja dan karakter bakat
Metode mendidik generasi saat ini adalah dengan dua metode. Anak akan selalu condong untuk belajar maka mereka condong menggunakan gadget karena fitrah mereka ingin tahunya tinggi sekali.
1. Kita perlu mengakui bahwa anak memang tidak bisa lepas dari gadget
2. Anak butuh dibersamai tetapi dengan pengakuan. Jika kita mengakui saja tanpa membersamai, yang muncul adalah pembiaran. Jika kita membersamai saja tanpa pengakuan, yang muncul adalah pemaksaan.
Akui dan bersamai mereka.
Harapannya anak-anak menjadi anak-anak yang pandai, pintar, menguasai teknologi, tetapi mereka tetap tumbuh keimanan dari keteladanan para pendidik. Saat ini kita harus lebih dekat kepada anak sebab musuh kita saat ini adalah gadget. Sekaligus gadget adalah peluang bagi kita untuk mendidik anak-anak kita. Kita tidak bisa anti gadget.
---
Selesai diedit setelah olahraga pagi
21 Safar 1445H
Comments
Post a Comment