Menjadi Ibu Penuh Distraksi
Bismillahirrahmanirrahim
Hai Hafshah! Tulisan ini ibu buat ketika Hafshah tidur. Sebagai bagian dari mengenali emosi diri sendiri. Untuk menuntaskan apa yang sedang terjadi di kepala dan hati.
Rasa bersalah mungkin adalah kata yang tepat untuk mewakili apa yang ibu rasa saat ini. Rasa bersalah ketika Hafshah ingin bermain tetapi ibu mengantuk dan memilih tidur daripada menemani Hafshah. Karena ibu mengikuti prinsip bahwasanya ketika kebutuhan dasar ibu sebagai manusia tidak terpenuhi, maka ibu akan rentan marah. Dan ibu tidak ingin marah di hadapan Hafshah.
Nak, semakin lama menjadi orang tua, ibu menyadari bahwa ternyata ibu sangat banyak kurangnya. Ibu hadir secara fisik tetapi mungkin terkadang ibu tidak hadir secara emosional. Iya, ibu mengakui hal itu Nak. Betapa beratnya menjaga fokus ketika hidup di zaman penuh distraksi ini. Zaman lautan informasi yang jujur terkadang membuat ibu merasa tenggelam dan kebingungan. Walau demikian, hadir secara fisik is a good start right? Ibu berusaha tidak keluar rumah untuk bekerja karena ibu memilih membersamai Hafshah.
Ibu tidak akan mengatakan bahwa diri ibu ini buruk. Yes, I'm not that bad. I've been struggling to maintain what I consume to take care of your health. Iya Nak, Hafshah tahu ibu sudah begitu berjuang untuk tidak makan ini tidak makan anu yang mana itu tidak mudah dilakukan di zaman yang aturan makannya saja sangat ngawur. Ibu berusaha membuat MPASI sendiri untuk Hafshah agar Hafshah tumbuh dengan sel-sel yang ternutrisi hingga bermanfaat ketika Hafshah dewasa nanti. Ibu berusaha membawa Hafshah ke alam hampir setiap hari yang jujur saja kadang ibu juga mager keluar rumah. Iya, banyak yang telah ibu lakukan tetapi tentu di sisi lain ibu masih banyak kekurangan.
Hafshah harus tahu bahwa menjadi orang tua di zaman ini tidaklah mudah. Ada begitu banyak teori yang tak jarang satu dengan yang lain bertentangan. Ada begitu banyak distraksi seperti grup-grup WA, story orang lain, video kajian yang belum tentu ibu butuhkan saat ini, kelas-kelas yang berseliweran dan semisalnya dan semisalnya. Terkadang ibu ingin lari dari ini semua. Meninggalkan hingar bingar normal baru ini dan menyendiri bersama Hafshah dan Bapak di desa. Menikmati hidup dengan mindful tanpa dikejar-kejar ambisi dan rasa takut ketertinggalan informasi. Iya, ibu mengalami overwhelmed. Ibu sangat butuh menepi.
Hafshah, mungkin ibu belum bisa sempurna dalam praktiknya. Namun setidaknya ada ilmu yang ingin ibu bagikan ke Hafshah bahwasanya sebagaimana tubuh fisik akan merasa tidak nyaman ketika terlalu banyak makan, demikian pula tubuh emosi dan mental. Keduanya akan merasa tidak nyaman ketika terlalu banyak informasi yang ada di pikiran. Maka tantangan berat kita adalah membatasi diri sendiri dari informasi. Yang mana hingga hari ini ibu terus berdoa kepada Allah supaya Allah menjaga ibu dari tsunami informasi yang tidak ibu butuhkan.
Dulu ketika kuliah ibu pernah berhasil membatasi diri dari informasi Nak. Ibu punya jadwal buka WA dan Line. Ibu punya waktu khusus untuk membalas pesan. Yang mana biidznillah ibu tidak banyak merasakan distraksi seperti yang ibu rasakan saat ini. Namun ternyata zaman telah berubah. Saat ini apa-apa adanya di handphone. Ternyata inilah yang membuat ibu terdiskonek dengan diri sendiri. Kehilangan fokus dan merasa dikejar-kejar dari satu hal ke hal lain.
Can we just stop this drying things?
Tulisan ini ibu buat untuk menumpahkan apa yang ibu rasakan saat ini. Karena bagian dari kesehatan secara emosional adalah ketika kita bisa memahami apa yang sedang terjadi pada diri sendiri. Hafshah, ibu sayang Hafshah ya Nak. Maaf jika ibu masih banyak kekurangan dalam membersamai Hafshah.
---
Ditulis di pagi hari dengan lampu yang sengaja dimatikan untuk menjaga diri dari paparan blue light
18 Jumadil Tsani 1446H
Comments
Post a Comment