Peran Buku Menjelang Anak Usia Dua Tahun
Bismillahirrahmanirrahim
Dulu aku pernah berpikir mengapa ibu-ibu itu suka sekali membeli buku untuk anaknya. Apakah memang perlu atau itu suatu bentuk euforia saja. Walau demikian, anehnya sebelum menikah aku juga membeli buku-buku anak. Mumpung punya uang sendiri dan kebutuhanku kala itu belum banyak, pikirku.
Sejak Hafshah bayi hingga hari ini, buku yang tersedia untuknya mayoritas adalah hadiah. Hanya ada satu buku yang merupakan pemberian dariku karena buku-buku hadiah ini sudah cukup banyak menurutku. Teringat materi di kelas holistik bahwa hendaklah kita tidak mem-provide terlalu banyak buku/mainan dalam sekali waktu karena itu bisa membuat anak bingung. Sama seperti kita orang dewasa yang akan bingung mau baca buku mana dulu ketika terlalu banyak buku yang tersedia di dekat kita. Oleh karena itu, aku hingga hari ini berusaha membatasi hanya lima buku saja yang tersedia dalam sekali waktu.
Ibu usia 20 tahun aja belum punya kitab gundul, Hafshah usia 20 bulan kok udah berani pegang kitab gundul, Nak? |
Buku pertama Hafshah adalah buku kontras warna hitam, putih, dan merah. Dulu tujuannya agar dia tahan mengangkat kepala ketika belajar tengkurap. Pernah ketika usia sekitar 3 bulan dia tidur terlelap bersama buku tersebut. Sampai-sampai ibuku bilang, "Lihat itu Hafshah udah kayak ibunya, ngeloni buku" hahaha.
Beranjak bulan, Hafshah seperti belum tertarik dengan buku. Seingatku kala itu di usia 6-10 bulan dia tidak terlalu tertarik ketika aku membuka atau menceritakan boardbook kepadanya. Tidak terlalu tertarik artinya bukan sama sekali tidak tertarik. Dia mau membuka buku tetapi mungkin belum terlalu paham gambar-gambar di buku tersebut. Mungkin memang belum fasenya. Dan memang yang aku pelajari, di usia tersebut anak lebih banyak belajar dari objek nyata di sekitarnya.
Gara-gara itu, aku jadi pernah berpikir, apakah memiliki banyak buku untuk anak memang perlu? Karena sepertinya anakku -kala itu- tidak terlalu tertarik dengan buku. Satu-satunya buku yang ia sukai saat itu adalah buku "Bakteri: Makananku, Makanan Bakteriku?". Dan kala itu dia dalam fase suka merobek buku kertasku sehingga aku beralih dari buku fisik ke buku digital (That's why I bought GAPS book digitally).
Namun, lambat laun dia sangat tertarik pada buku. Dan kini, menjelang usia dua tahun, yang aku amati, buku sangat membantu dia memahami kosakata akan benda-benda di sekitarnya. Di usianya kini, biidznillah, memang kosakatanya semakin banyak. Dan dia sangat suka mencocokkan gambar yang ada di buku dengan benda nyata di sekitarnya.
Sebagai contoh, di bukunya ada gambar gelas, dia menunjuk itu dan mengatakan "Minum". Kemudian dia menunjuk gelasnya di meja yang mengindikasikan dia mengerti bahwa yang dia lihat di buku sama dengan yang ada di kenyataan.
Demikian pula dia sangat suka menunjuk gambar bayi di buku kemudian mengatakan "Adek". Sepertinya dia sudah paham bahwa bayi yang masih dibedong itu adalah adik, sedangkan anak kecil seperti dia adalah kakak. Hal ini terbukti ketika aku bertanya kepadanya, "Hafshah kakak atau adik?" dia kemudian menjawab, "Kakak". Masyaa Allah, betapa bermanfaatnya buku-buku ini.
Hafshah juga mengendal bacaan Al-Fatihah lewat buku "Al-Fatihah untuk Balita" yang dihadiahkan oleh Dek Almira. Biidznillah, Hafshah jadi paham konsep berdoa dan sering kali mengatakan "Aamiin" setiap selesai mendengar Al-Fatihah atau mendengar kami berdoa untuknya.
Ada banyak sekali kosakata yang Hafshah pelajari karena melihat gambar di buku seperti "Topi, sepatu, jam, baju, mata, duduk, tidur, marah, sakit, pisang, ikan, daging, ayam, jeruk, dll." Yang menarik adalah ternyata buku ini juga bermanfaat untuk membujuk dia melakukan sesuatu ketika kadang moodnya sedang tidak mau melakukan hal tersebut.
Sebagai contoh, pernah Hafshah tidak mau makan ayam yang aku sediakan. Padahal hari itu ya masakannya ayam. Masa mau masak yang lain dulu biar dia mau makan? Keburu lapernya dia hilang terus ujung-ujungnya nenen dong. Kemudian aku menunjuk gambar ayam (makanan) di buku dan mengatakan "Ini ayam", lalu aku melanjutkan, "Kalau ayamnya Hafshah yang mana?". Hafshah kemudian menunjuk ayam makanannya dan mau memakannya karena mungkin dia merasa relate dengan apa yang ada di buku.
Oh, aku baru paham sekarang mengapa ibu-ibu suka membeli buku untuk anaknya. Ternyata buku bisa se-helpful itu biidznillah. Anak merasa bahagia ketika memahami sesuatu melalui buku yang ternyata ada di kehidupan nyatanya. Itulah mengapa, jujur saat ini aku menyediakan buku "Serunya Disapih" untuknya. Bukan untuk sounding, toh bahkan aku tidak menyebutkan kata sapih ketika membuka buku itu, melainkan untuk memperkenalkan dia bahwa anak seusianya itu makan, bukan nenen.
Sebagaimana pernah aku bahas bahwa tantangan tiap orang tua itu berbeda, qadarullah memang tantangan kami saat ini adalah Hafshah yang intensitas nenennya masih banyak. Hal ini bisa jadi akan menyulitkan proses penyapihan nanti. Oleh karena itu, aku ingin dia tahu bahwa anak yang sudah punya gigi ketika lapar itu harusnya makan, bukan nenen. Dan biidznillah hal ini ada di buku tersebut.
Having children is a blessing for me. Walau jujur kadang lelah dan menguras kesabaran, tetapi kehadiran anak adalah anugerah yang tak bisa dinilai. Nikmat yang begitu besar karena sebagai individu yang dipercaya menjadi orang tua, kita akan belajar dan belajar kembali.
Aku bukan ibu yang sempurna, tetapi boleh lah aku menyebut diriku ibu yang idealis. Aku berusaha melahirkan normal, menyusui langsung, membuat MPASI sendiri, memakai clodi, rutin grounding dan sunbathing, tidak memberi Hafshah izin makan gula tepung, dan kini aku tengah berusaha agar perintah Allah menyusui hingga usia dua tahun hijriyah ini terlaksana.
Inilah salah satu ikhriatku. Karena Hafshah akan punya tugas perkembangan lain setelah dua tahun, yaitu berbicara, maka penyapihan ini memang harus dilaksanakan. Sebagaimana yang disampaikan di kelas penyapihan, otot anak untuk berbicara tidak akan terlatih dengan baik jika dia masih nenen. Maka walau proses ini berat, harus dilalui dan diperjuangkan.
Tulisan ini mungkin akan menjadi kenangan suatu hari nanti. Bahwa rekam jejak tumbuh kembang anakku pernah ada di sini. Bahwa aku pernah seberjuang itu menegakkan perintah Ilahi.
Dear Hafshah, terima kasih telah menjadi anak pertama kami. Tempat kami belajar. Tempat kami mencurahkan kasih sayang. Semoga Hafshah bisa memaafkan kami atas segala kekurangan kami sebagai orang tua. Semoga jika Hafshah membaca ini suatu hari nanti, Hafshah akan tahu bahwa Hafshah sangat kami sayangi.
Hanya kepada Allah aku memohon pertolongan. Semoga Allah mencukupkan hatiku untuk hanya mengurusi hal-hal yang menjadi urusanku.
Ditulis di Jambangan menjelang jam tidur,
28 Rabi'ul Awwal 1447H
Comments
Post a Comment