The Hard Truth About Relationship

Bismillahirrahmanirrahim

The hard truth about realtionship adalah bahwasanya hubungan antar dua orang bisa berubah seiring berjalannya waktu atau seiring hadirnya orang lain dalam hubungan itu. Iya, ini adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari dan kita harus siap dengan hal ini.

Merpati kala itu


Renungan ini muncul ketika aku mengamati betapa banyak yang hubungan dengan orangtuanya merenggang seiring ia beranjak dewasa. Padahal aku yakin, ketika kecil, si anak pasti sangat membutuhkan orang tuanya dan bahkan akan mencari orang tuanya walau telah dimarahi/dilukai sekalipun.

Aku melihat Hafshah yang selalu mencariku walau kadang aku khilaf marah kepadanya. Seolah dia tidak ingat akan kemarahanku dan tidak segan untuk mendekat. Dan aku yakin setiap anak manusia demikian adanya. Sesimpel karena anak punya kebutuhan survive. Dia akan kesulitan survive jika tidak ada orang dewasa yang merawatnya sehingga bagaimanapun ia tidak mau terdiskoneksi dengan ornag dewasa tersebut.

Hafshah suka buku Homeschooling karya Bu DK. Belajar parenting sejak dini hehe.


Hal ini juga terjadi di pertemanan. Yang aku amati, biasanya seseorang akan merasa nyaman berteman dekat dengan mereka yang mengalami fase hidup yang sama. Coba lihat sekeliling kita, siapa sih yang saat ini menjadi teman kita? Mayoritas paling sesama ibu-ibu yang fase hidupnya sedang di tahap yang sama. Mengapa? Karena kita merasa relate dan obrolannya nyambung bukan?

The hard truth happen ketika salah satu di antara kita telah berbeda fase. Dulu aku pernah merasa kehilangan temanku yang hamil duluan. Aku merasa kehilangannya karena kala itu aku masih susah hamil dan dia telah sibuk dengan urusan perhamilan, perbayian, dan semisalnya.

Hubungan kami sempat merenggang karena sudah berbeda obrolan. Sampai pada akhirnya Alhamdulillah aku hamil dan biidznillah obrolan kami menjadi sama kembali.

Si pengamat. Kepribadian plek ketiplek bapak.

The hard truth also happen in marriage. Aku punya teman yang orang tuanya mengatakan bahwa kasih sayang kepada anak dan pasangan itu berbeda dan ternyata lebih besar kepada anak. Sedih? Namun, inilah realitanya. Pasangan yang tadinya adalah segalanya menjadi turun posisinya setelah kehadiran anak. Mungkin tidak semua keluarga seperti ini, tetapi sepertinya mayoritas keluarga mengalami hal ini. Terlihat dari begitu besarnya pengorbanan ayah atau ibu kepada anaknya yang tidak sebesar kepada pasangannya.

Apakah ini salah? Aku sedang tidak membahas benar salah tetapi yang aku bahas ini adalah hal alamiah yang bisa jadi akan terjadi. 

Maka sungguh tak heran jika kemudian banyak pasangan yang lebih menjalani rutinitas tanggung jawab sebagai orang tua dan lupa merawat hubungan kasih sayang dengan pasangannya. Sehari-hari yang diobrolkan adalah perihal anak, tanggung jawab atas pendidikan anak, kebutuhan anak, dana untuk anak, dan semisalnya.

Dulu temanku pernah bertanya mengapa dua orang menikah jika pada akhirnya berpisah. Namun, semakin dewasa aku semakin mengerti bahwa mau tidak mau, suka tidak suka, relasi atau hubungan tidak ada yang kondisinya sama selamanya. Akan ada perubahan seiring berjalannya waktu atau seiring hadirnya pihak-pihak lain dalam hubungan tersebut. Yang tadinya mungkin soulmate seseorang adalah pasangannya, tetapi setelah kehadiran anak, ia merasa soulmate nya adalah anaknya.

Disimpan untuk dikenang. Kajian Tazkiyatun Nafs.


Paham kan mengapa aku katakan di awal tadi bahwa banyak yang hubungan dengan orang tuanya berubah ketika dewasa? Karena kondisinya sudah berubah. Karena anak yang tadinya lucu dan ditimang-timang ini sudah punya pemikiran dan idealismenya sendiri yang bisa jadi berbeda dengan pandangan orang tuanya. Karena anak telah menjadi sama-sama dewasa seperti orang tua yang tidak lagi bergantung pada orang tua dan punya ritmenya sendiri.

It's hard. But it happen.

Ambis plek ketiplek ibu. Bangun tidur sendiri dari lantai dua, bawa buku ke lantai satu.


Aku menulis ini karena merenungi hubunganku dengan ibuku yang mau tidak mau memang berubah. Jika dulu aku dekat sekali dengan beliau, kini setelah berkeluarga, aku punya tanggung jawab lain dan jadi lebih jarang menghabiskan waktu bersama beliau.

Apakah ibuku merasa kehilangan aku? Entahlah. Hati manusia siapa yang tahu.

Yang aku syukuri adalah walaupun relasi kami berubah karena hadirnya suami dan anakku, setidaknya lokasi kami dekat. Setidaknya aku tidak lagi pindah-pindah ke seluruh Indonesia. Setidaknya ada waktu untuk ke rumah beliau hampir setiap hari. 

Iya, Alhamdulillah aku menuruti kata ibuku yang dulu memintaku menikah dengan orang Jawa. Doa ibuku lebih kuat biidznillah. Ternyata bukan hanya Jawa, melainkan juga orang Surabaya yang membuat kami dekat secara lokasi.

Ketika kakakku jauh dan tidak bisa diharapkan menetap di Surabaya, setidaknya aku di sini. Alhamdulillah. Setidaknya ibuku punya keluarga yang juga tinggal di Surabaya.

Ibuku yang seperti mengasuh aku ketika kecil saking miripnya Hafshah dengan aku di masa kecil


Ya Rabb, kalaulah aku tak lagi sanggup memenuhi kebutuhan jiwa ibuku untuk bercengkrama, tolong penuhilah Ya Rabb. Tolong isilah kekosongan kehadiranku dengan Taufik dan Rahmat-Mu. Tolong kasihanilah ibuku yang sendiri di masa tuanya. Berikanlah kebahagiaan kepada kedua orang tuaku di masa tua mereka. Izinkanlah mereka senantiasa dalam ketaatan hingga akhir hayat. Aamiin.

Ditulis dengan rasa haru
27 Jumadil Ula 1447H

Comments

Popular posts from this blog

Resign untuk Kedua Kalinya

Alasan BB Hafshah Stuck Berbulan-bulan

Bukan Sekedar Pindah ke Kontrakan

Mendidik Tidak Mendadak - Ustadz Abdul Kholiq Hafidzahullah

Parents Live Talk: Regulasi Emosi Ibu bersama dr. Pinansia Fiska Poetri