Renungan untuk Penulis
Bismillahirrahmanirrahim
Nasihat dari Ustadz Aris Munandar:
Rahasia buku para ulama sangat berkualitas
Tahukah anda?
Untuk menulis kitab al-Muwatha’ Imam Malik memerlukan waktu selama 40 tahun.
Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menulis kitab Shahih-nya.
Muslim memerlukan waktu selama 15 tahun untuk menyusun Shahih Muslim.
Fathul Bari disusun oleh Ibnu Hajar al-Asqalani selama 25 tahun.
Ibnu Abdil Barr menghabiskan waktu 30 tahun untuk menulis syarah untuk kitab al Muwatha’ karya Imam Malik yang berjudul at-Tamhid.
***
Sebuah renungan sih bagi diriku sendiri yang katanya mau jadi future professional writer.
Yang mana, tanpa mengurangi rasa hormatku kepada siapapun,
aku merasa hari-hari ini sebuah buku terbit dengan mudahnya
baik dari penerbit indie maupun penerbit besar.
Salah kah ma hal tersebut?
Engga, ngga sama sekali, setiap orang berhak berkarya dan menuangkan ide kok, berhak banget
Tapi, hal yang ingin aku tanyakan pada diriku sendiri adalah...
Sudah seberapa berbobotkah tulisan-tulisanku selama ini?
Aku rasa, setiap orang bisa menulis, termasuk diriku, tetapi yang membedakan adalah seberapa penting dan berbobot tulisan yang pernah aku buat...
Katakanlah, tulisan di buku 'Perjalanan (R)asa', 'Kisah di Sekolah', dan 'Dunia Anak', sudah seberapa berbobotkah tulisan-tulisan itu?
Menulis itu mudah, tapi, menghasilkan tulisan yang penting dan berbobot, itu tidaklah mudah.
Mengapa buku para 'ulama yabg telah ditulis ribuan atau ratusan tahun yang lalu masih eksis hingga hari ini?
Karena kontennya, karena kebermanfaatannya, dan karena...
keikhlasannya.
Para 'ulama dulu menulis, tidak ada sama sekali kepentingan untuk menjadi terkenal, berharap bukunya best seller, ngga, ngga ada niatan seperti itu.
Para 'ulama menulis untuk membagikan ilmu, semata-mata karena kepentingan tersebarnya ilmu, agar ilmu itu terjaga dan tidak hilang ditelan waktu.
Bener-bener tamparan buat diriku sendiri yang mana, ngga bisa aku pungkiri di zaman yang sedemikan rupa ini, perasaan 'ingin tampil' begitu menyelimuti.
Maka, ku nasihatkan utamanya untuk diriku sendiri,
menulis dan berkarya lewat buku itu baik,
tetapi,
ada hal yang jauh lebih baik untuk terus diperbaiki dan dikoreksi,
yaitu tentang keikhlasan
dan tentang seberapa dalam ilmu yang pantas untuk dibagikan.
"Apa yang datang dari hati, pasti akan sampai ke hati pula."
"Apa yang diniatkan untuk Allah, maka itulah hal yang akan tetap abadi."
***
Selesai ditulis di RSIA Puri Bunda, Denpasar
8 Sya'ban 1440 H // 14 April 2019
Nasihat dari Ustadz Aris Munandar:
Rahasia buku para ulama sangat berkualitas
Tahukah anda?
Untuk menulis kitab al-Muwatha’ Imam Malik memerlukan waktu selama 40 tahun.
Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menulis kitab Shahih-nya.
Muslim memerlukan waktu selama 15 tahun untuk menyusun Shahih Muslim.
Fathul Bari disusun oleh Ibnu Hajar al-Asqalani selama 25 tahun.
Ibnu Abdil Barr menghabiskan waktu 30 tahun untuk menulis syarah untuk kitab al Muwatha’ karya Imam Malik yang berjudul at-Tamhid.
***
Sebuah renungan sih bagi diriku sendiri yang katanya mau jadi future professional writer.
Yang mana, tanpa mengurangi rasa hormatku kepada siapapun,
aku merasa hari-hari ini sebuah buku terbit dengan mudahnya
baik dari penerbit indie maupun penerbit besar.
Salah kah ma hal tersebut?
Engga, ngga sama sekali, setiap orang berhak berkarya dan menuangkan ide kok, berhak banget
Tapi, hal yang ingin aku tanyakan pada diriku sendiri adalah...
Sudah seberapa berbobotkah tulisan-tulisanku selama ini?
Aku rasa, setiap orang bisa menulis, termasuk diriku, tetapi yang membedakan adalah seberapa penting dan berbobot tulisan yang pernah aku buat...
Katakanlah, tulisan di buku 'Perjalanan (R)asa', 'Kisah di Sekolah', dan 'Dunia Anak', sudah seberapa berbobotkah tulisan-tulisan itu?
Menulis itu mudah, tapi, menghasilkan tulisan yang penting dan berbobot, itu tidaklah mudah.
Mengapa buku para 'ulama yabg telah ditulis ribuan atau ratusan tahun yang lalu masih eksis hingga hari ini?
Karena kontennya, karena kebermanfaatannya, dan karena...
keikhlasannya.
Para 'ulama dulu menulis, tidak ada sama sekali kepentingan untuk menjadi terkenal, berharap bukunya best seller, ngga, ngga ada niatan seperti itu.
Para 'ulama menulis untuk membagikan ilmu, semata-mata karena kepentingan tersebarnya ilmu, agar ilmu itu terjaga dan tidak hilang ditelan waktu.
Bener-bener tamparan buat diriku sendiri yang mana, ngga bisa aku pungkiri di zaman yang sedemikan rupa ini, perasaan 'ingin tampil' begitu menyelimuti.
Maka, ku nasihatkan utamanya untuk diriku sendiri,
menulis dan berkarya lewat buku itu baik,
tetapi,
ada hal yang jauh lebih baik untuk terus diperbaiki dan dikoreksi,
yaitu tentang keikhlasan
dan tentang seberapa dalam ilmu yang pantas untuk dibagikan.
"Apa yang datang dari hati, pasti akan sampai ke hati pula."
"Apa yang diniatkan untuk Allah, maka itulah hal yang akan tetap abadi."
***
Selesai ditulis di RSIA Puri Bunda, Denpasar
8 Sya'ban 1440 H // 14 April 2019
Comments
Post a Comment