Menggampangkan Sesuatu
Bismillahirrahmanirrahim
Hari ini, kembali berangkat gelap seperti bulan lalu. Hari ini adalah hari pertama UKK SPMB PKN STAN 2019.
Apa itu UKK?
Yaitu Ujian Kesehatan dan Kebugaran.
"Lima tahun yang lalu, juga ngalamin kayak gini ya..." pikirku.
Tidak ada yang istimewa. Karena UKK berjalan seperti pada umumnya. Ada tes kesehatan berupa berat badan, tinggi badan, minus, tensi, silinder, dll. Dan juga ada tes kebugaran berupa lari 12 menit, shuttle run dan beberapa tambahan lain untuk anak yang mendaftar prodi BC.
Selesai jaga UKK dan pulang kantor, aku kembali berusaha mengunjungi Ritech Expo yang letaknya di depan kantor setelah kemarin ada drama sakit perut dan ga jadi foto sana sini.
Alhamdulillah masih bisa foto-foto walau kesempatan ikut lomba nulis udah pupus. Alhamdulillah juga banyak hal keren yang dilihat hari ini, secara diri ini sangatlah gaptek dan tydac pro dengan teknologi.
---
Baiklah sebenernya judul tulisan ini muncul dari ingatanku akan powerbank.
Nah kenapa gitu?
Sering ngga sih kita mengganggap mudah suatu urusan? Dalam artian, ngga memikirkan pertanggungjawabannya di akhirat.
Seakan hal lumrah yang dilakukan walaupun salah, maka itu sah-sah aja.
Contohnya adalah nge-charge HP di kantor.
Kalau mau jujur, sebenernya HP kita itu, baterainya menipis, karena urusan kantor atau urusan pribadi?
Pernah berpikir ngga gimana nanti pertanggungjawaban atas listrik yang kita sedot untuk mengisi daya HP kita? Padahal listrik itu dibayar oleh negara, dari rakyat, untuk kepentingan negara pula tentunya.
Kalau pun memang HP kita udah tua dan gampang abis baterainya, ada solusi lain yang ngga memberatkan pertanggung jawaban kita di akhirat, yaitu dengan bawa powerbank.
Isi daya HP dan powerbank waktu malem, bawa powerbank ke kantor, pakai powerbanknya ketika baterai HP udah menipis, aman kan?!
Dengan gitu, kita udah melatih diri sendiri untuk ngga mudah menggampangkan sesuatu.
Contoh lain nih, ini dulu waktu aku kuliah di univ sebelum STAN.
Waktu itu sore hari, ada mata kuliah seingatku statistik, tapi pakai aplikasi di lab komputer, dan waktu itu seingatku kondisinya lagi ujian.
Ngeri ngga tuh statistik anak MIPA, pakai komputer, dan kondisinya lagi ujian?
NGERI BANGET!
Di tengah rasa ngeri itu, aku lihat banyak temanku yang udah mulai lirik kanan kiri minta bantuan.
Oke, dari jaman sekolah sampai sekarang, we memang benci banget sama yang namanya mencontek! Sangat-sangat benci. Selain itu ngga jujur, itu namanya mau enaknya aja tapi ga mau proses ga enaknya yaitu dengan belajar.
That's why I DO LOVE STAN yang bener-bener mengapresiasi bocah-bocah yang punya jiwa jujur dalam ujian dengan adanya ancaman drop out buat yang nyontek.
Balik lagi ke cerita tadi, di tengah kondisi itu, dan seingatku saat itu memang mayoritas berusaha bekerja sama, aku yang masih berusia 18 tahun dengan segala keidealisan berpikir,
"Kalau buat hal kecil kayak ujian ini aja aku tergoda, gimana buat hal besar nanti? Sogokan uang contohnya."
Aku yang idealis tetep ngerjain ujian itu tanpa nanya kanan kiri. Karena aku berpikir, latihan akan godaan itu dimulai dari hal kecil.
See?
Ngga bisa dipungkiri, mudah menggampangkan (pertanggungjawaban) atas sesuatu memang terjadi di sekitar kita. Dan mungkin tanpa kita sadari, kita pun juga menjadi pelakunya. Sesimpel contoh buang sampah sembarangan yang pasti mendhalimi orang lain.
Membuang tabiat menggampangkan sesuatu ini memang harus dilatih dari hal-hal kecil. Dimulai dari sering bertanya kepada diri sendiri, "Ini nanti kira-kira memberatkan aku di hari akhir ngga?"
Di akhriat nanti, segalanya akan diperhitungkan. Even hari ini kita mikir sesuatu hal itu remeh, maka pasti ada pertanggungjawabannya.
So, it depends on you! Dunia adalah ladang bercocok tanam untuk akhiratmu.
---
Sebelum menutup tulisan ini, ingin berbagi kisah sedikit.
Petang ini tadi, aku merasa kecewa dengan seseorang. Merasa ngga dianggap dan ngga dihargai. Wajar dan manusiawi, apalagi buat cewek.
Memang ngga sekali ini aku ngerasa digituin sama orang tersebut, but then, di tengah kekecewaan aku itu, aku berpikir
"Dibalik semua rasa kecewa kepada manusia, Allah titipkan banyak hikmah untuk menyadari bahwa satu-satunya ridha yang perlu kita kejar adalah ridha-Nya."
Iya, aku kecewa, mungkin karena aku mengejar pengakuan dari orang lain. Ingin dianggap dan ingin diperhitungkan.
Padahal, jika melihat kehidupan salafush shalih, mereka justru ngga ingin diakui, mereka menyembunyikan kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan, mereka bodoh amat sama penilaian manusia, karena itu juga ngga akan mengubah derajat mereka di sisi Allah.
---
Semoga Allah mudahkan diri ini untuk terus memperbaiki diri, untuk terus-terusan mengoreksi hati, dan terus muhasabah akan apa yang terjadi.
---
Ditulis di Denpasar, Bali
27 Dzulhijjah 1440H.
Hari ini, kembali berangkat gelap seperti bulan lalu. Hari ini adalah hari pertama UKK SPMB PKN STAN 2019.
Apa itu UKK?
Yaitu Ujian Kesehatan dan Kebugaran.
Langit Denpasar sore ini |
Tidak ada yang istimewa. Karena UKK berjalan seperti pada umumnya. Ada tes kesehatan berupa berat badan, tinggi badan, minus, tensi, silinder, dll. Dan juga ada tes kebugaran berupa lari 12 menit, shuttle run dan beberapa tambahan lain untuk anak yang mendaftar prodi BC.
Selesai jaga UKK dan pulang kantor, aku kembali berusaha mengunjungi Ritech Expo yang letaknya di depan kantor setelah kemarin ada drama sakit perut dan ga jadi foto sana sini.
Salfok sama Kucingnya |
Pengen bawa pulang kucing bungkus karet dobel |
Masih tetep gagal move on dari ITB, harus banget gitu ngunjungin booth ini |
Biasanya masalah robot, ITS nih jagonya |
Jatiim!! |
Akankah suatu hari kembali ke kampus ini? |
Alhamdulillah masih bisa foto-foto walau kesempatan ikut lomba nulis udah pupus. Alhamdulillah juga banyak hal keren yang dilihat hari ini, secara diri ini sangatlah gaptek dan tydac pro dengan teknologi.
---
Baiklah sebenernya judul tulisan ini muncul dari ingatanku akan powerbank.
Nah kenapa gitu?
Sering ngga sih kita mengganggap mudah suatu urusan? Dalam artian, ngga memikirkan pertanggungjawabannya di akhirat.
Seakan hal lumrah yang dilakukan walaupun salah, maka itu sah-sah aja.
Contohnya adalah nge-charge HP di kantor.
Kalau mau jujur, sebenernya HP kita itu, baterainya menipis, karena urusan kantor atau urusan pribadi?
Pernah berpikir ngga gimana nanti pertanggungjawaban atas listrik yang kita sedot untuk mengisi daya HP kita? Padahal listrik itu dibayar oleh negara, dari rakyat, untuk kepentingan negara pula tentunya.
Kalau pun memang HP kita udah tua dan gampang abis baterainya, ada solusi lain yang ngga memberatkan pertanggung jawaban kita di akhirat, yaitu dengan bawa powerbank.
Isi daya HP dan powerbank waktu malem, bawa powerbank ke kantor, pakai powerbanknya ketika baterai HP udah menipis, aman kan?!
Dengan gitu, kita udah melatih diri sendiri untuk ngga mudah menggampangkan sesuatu.
Contoh lain nih, ini dulu waktu aku kuliah di univ sebelum STAN.
Waktu itu sore hari, ada mata kuliah seingatku statistik, tapi pakai aplikasi di lab komputer, dan waktu itu seingatku kondisinya lagi ujian.
Ngeri ngga tuh statistik anak MIPA, pakai komputer, dan kondisinya lagi ujian?
NGERI BANGET!
Di tengah rasa ngeri itu, aku lihat banyak temanku yang udah mulai lirik kanan kiri minta bantuan.
Oke, dari jaman sekolah sampai sekarang, we memang benci banget sama yang namanya mencontek! Sangat-sangat benci. Selain itu ngga jujur, itu namanya mau enaknya aja tapi ga mau proses ga enaknya yaitu dengan belajar.
That's why I DO LOVE STAN yang bener-bener mengapresiasi bocah-bocah yang punya jiwa jujur dalam ujian dengan adanya ancaman drop out buat yang nyontek.
Balik lagi ke cerita tadi, di tengah kondisi itu, dan seingatku saat itu memang mayoritas berusaha bekerja sama, aku yang masih berusia 18 tahun dengan segala keidealisan berpikir,
"Kalau buat hal kecil kayak ujian ini aja aku tergoda, gimana buat hal besar nanti? Sogokan uang contohnya."
Aku yang idealis tetep ngerjain ujian itu tanpa nanya kanan kiri. Karena aku berpikir, latihan akan godaan itu dimulai dari hal kecil.
See?
Ngga bisa dipungkiri, mudah menggampangkan (pertanggungjawaban) atas sesuatu memang terjadi di sekitar kita. Dan mungkin tanpa kita sadari, kita pun juga menjadi pelakunya. Sesimpel contoh buang sampah sembarangan yang pasti mendhalimi orang lain.
Membuang tabiat menggampangkan sesuatu ini memang harus dilatih dari hal-hal kecil. Dimulai dari sering bertanya kepada diri sendiri, "Ini nanti kira-kira memberatkan aku di hari akhir ngga?"
Di akhriat nanti, segalanya akan diperhitungkan. Even hari ini kita mikir sesuatu hal itu remeh, maka pasti ada pertanggungjawabannya.
So, it depends on you! Dunia adalah ladang bercocok tanam untuk akhiratmu.
---
Sebelum menutup tulisan ini, ingin berbagi kisah sedikit.
Petang ini tadi, aku merasa kecewa dengan seseorang. Merasa ngga dianggap dan ngga dihargai. Wajar dan manusiawi, apalagi buat cewek.
Memang ngga sekali ini aku ngerasa digituin sama orang tersebut, but then, di tengah kekecewaan aku itu, aku berpikir
"Dibalik semua rasa kecewa kepada manusia, Allah titipkan banyak hikmah untuk menyadari bahwa satu-satunya ridha yang perlu kita kejar adalah ridha-Nya."
Iya, aku kecewa, mungkin karena aku mengejar pengakuan dari orang lain. Ingin dianggap dan ingin diperhitungkan.
Padahal, jika melihat kehidupan salafush shalih, mereka justru ngga ingin diakui, mereka menyembunyikan kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan, mereka bodoh amat sama penilaian manusia, karena itu juga ngga akan mengubah derajat mereka di sisi Allah.
---
Semoga Allah mudahkan diri ini untuk terus memperbaiki diri, untuk terus-terusan mengoreksi hati, dan terus muhasabah akan apa yang terjadi.
---
Ditulis di Denpasar, Bali
27 Dzulhijjah 1440H.
Comments
Post a Comment