Resensi Buku "Tak Masalah Jadi Orang Biasa"

Bismillahirrahmanirrahim

Judul Buku : Tak Masalah Jadi Orang Biasa
Penulis : Urfa Qurrota Ainy
Penerbit : CV. IDS
Cetakan : Pertama, 2020
Tebal : xi + 202 halaman
ISBN : 978-602-52916-9-5 (-)
Peresensi: Rahma Aziza Fitriana

pict from: @samudra.books


Hidup di era serba digital ternyata tak semudah yang kita kira. Teknologi yang dirancang untuk memudahkan kehidupan manusia, nyatanya harus dibayar dengan banyaknya kasus terkait kesehatan jiwa. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2017a) menyatakan bahwa depresi dan kecemasan merupakan gangguan jiwa yang prevalensinya paling tinggi.

Pada bagian awal, penulis berusaha mengajak kita realistis dengan dunia kita saat ini. Berbagai status kekinian seperti influencer, vlogger, founder bisa saja membuat hati kita kerdil ketika mengingat bahwa kita tak punya status mentereng tersebut.

"Hampir semua orang dari kita menginginkan hidup yang luar biasa: Menjadi orang berpengaruh, berharta banyak, dan disukai banyak orang. Sayang, kita ternyata tidak tinggal di sebuah buku yang alur ceritanya bisa kita tulis sendiri. Ada bagian-bagian dari hidup yang perlu kita terima dengan lapang dada. Singkatnya, kenyataan sering melempar obsesi kita ke jurang paling gelap. Membuat kita hancur dalam sekejap. Kita pun dipaksa untuk pulang pada diri kita yang asli, yang biasa-biasa saja." (hal. 7)

Penulis yang ketika kecil bercita-cita sebagai ibu rumah tangga, merasa gagal karena cita-citanya tak setinggi langit. Tidak, dia tidaklah menyalahkan mimpinya yang ingin menjadi ibu rumah tangga, dia hanya dihantui rasa bersalah karena sekitarnya seakan memaksanya untuk memiliki cita-cita yang sama, cita-cita yang bergengsi.

Buku ini mengajak kita berdialog dengan hati nurani terkait pertanyaan yang kerap kali menghantui. Seperti 'mengapa aku tertinggal dari mereka' , 'mengapa aku tak seproduktif mereka' , 'mengapa aku terus-terusan merasa kurang' , 'jika aku hanya orang biasa, apakah aku tetap diterima' , dll.

Penulis menyadari bahwa banyak orang mengalami keresahan yang sama. Kita memandang hidup ini sebagai perlombaan padahal kita tidak tahu apa yang sedang diperebutkan.

"Entah gelar apa yang sedang kita perebutkan dalam 'perlombaan' kehidupan ini. Entah siapa yang layak disebut sebagai pemenang. Entah siapa yang pantas menyandang titel luar biasa. Sebab ukurannya tidak pernah tetap. Selalu berubah sesuai perkembangan zaman." (hal. 101)

Ketika ditelisik lebih dalam, sistem kapitalisme berperan besar atas terjadinya sindrom 'luar biasa' ini.

"Tuntutan akademik yang tinggi dan metode penilaian kuantitatif, hanyalah dua contoh dari sekain dampak pendidikan yang terindustrialisasi." (hal. 102)

"Kita masuk SD agar lolos ke SMP terbaik. Di SMP, kita berlomba masuk ke SMA terbaik. Di SMA, kita bertarung memperebutkan kursi di universitas terbaik. Sesampainya di universitas, kita pun berkompetisi agar layak menempati sebuah posisi di industri terbaik. Di industri, kita berperang habis-habisan agar tetap bertahan sebagai pemenang. Kita ingin terus menjadi luar biasa, bahkan sempurna, karena kita takut tergantikan." (hal. 102)

Pada bagian akhir, penulis menghadirkan fakta-fakta menguntungkan ketika menjadi orang yang sedang-sedang saja. Penulis juga menghadirkan tips menikmati hidup sebagai orang biasa.

"Kamu tahu apa menyenangkannya menjadi orang beragama? Kita memiliki sistem untuk mendapat penilaian yang lebih objektif. Dari siapa? Dari Tuhan yang Maha Adil dalam menilai segala sesuatu." (hal. 172)

Secara umum, buku ini sangat baik untuk dibaca. Tetapi aku sedikit terganggu dengan penulisan 's.a.w' ketika menyebutkan 'Rasulullah' (baca: Rasulullah s.a.w). Sebagai bentuk penghormatan, sebaiknya tidak kita singkat. Tulis saja 'salallahu 'alaihi wa sallam.' Begitu juga untuk singkatan keagamaan lain, sebaiknya tidak disingkat.

Overall, buku ini sangat relevan dengan kehidupan kita saat ini. Semoga kehadirannya menjadi salah satu penyebab turunnya kasus kesehatan mental yang marak terjadi.

---

Ditulis di Denpasar, Bali

27 Rabi'ul Awwal 1442H

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

Doa Kami dalam Namamu

Assalamu'alaikum Baby H!