Kebutuhan Kita Sedikit, Kinginan Kita yang Banyak
Bismillahirrahmanirrahim
Di penghujung Ramadhan ini, aku ingin menuliskan sedikit pelajaran yang aku dapat setelah mengamati aktivitas berbuka puasa di masjid.
Selama bulan Ramadhan ini, aku hampir selalu berbuka di masjid. Alasannya adalah karena di masjid banyak orang sehingga buka puasa menjadi lebih ramai. Beda dengan buka puasa di kos yang sepi.
Dari hari ke hari aku mengamati banyak orang berlalu lalang.
Ada yang datang berbuka dengan anaknya, ada yang dengan pasangannya, bahkan ada yang dengan cucunya.
Hal menarik yang aku dapat selama hampir satu bulan berbuka di masjid adalah bahwasanya anak kecil itu sungguh merupakan peniru yang ulung.
Lha kok bisa? Apa hubungannya sama buka puasa?
Jadi begini, di Masjid Baitul Makmur Denpasar ini, setiap harinya disediakan berbagai macam takjil dan menu buka puasa.
Masjid Baitul Makmur Denpasar |
Ada teh hangat, kolak, es sirup, es buah, gorengan, jajanan pasar, kurma, kue basah, dan tentunya nasi bungkus.
Sistem berbukanya adalah disediakan takjil sebelum shalat maghrib, lalu berbuka bersama di pelataran masjid, kemudian setelah shalat maghrib, jama'ah dipersilahkan mengambil nasi bungkus di tempat yang disediakan.
Aku mengamati bahwasanya apa yang kita lakukan itu akan ditiru oleh anak kecil yang ada dalam penguasaan kita.
Aku melihat ada seorang nenek dengan dua cucunya yang hampir setiap hari datang ke masjid untuk berbuka puasa.
Mohon maaf sebelumnya, aku perhatikan si nenek ini rakus sekali dengan berbagai makanan yang disediakan. Beliau mengambil teh hangat, kolak, es buah, dll. Kalau ada makanan baru yang disajikan, beliau begitu cepat menyuruh cucunya mengambil makanan itu sebelum habis diambil orang lain.
Sampai-sampai, jajanan takjil yang tersisa pun beliau bungkus dan dibawa pulang.
Dalam hati ku berkata, "Besar sekali ya ukuran lambung nenek itu sampai-sampai semua makanan masuk" hehe
Melihat nenek yang demikian, aku perhatikan kedua cucunya pun tak jauh berbeda. Hampir seluruh makanan yang disediakan dilahap. Jika ada makanan baru yang disajikan, cepat-cepat mereka berdua mengambilnya sebelum habis diambil orang lain.
Nasi bungkus daun |
Di sisi lain, aku melihat ada seorang kakak yang berusia sekitar 20 tahun dengan adik kecilnya yang berusia sekitar 6 tahun.
Si kakak ini aku perhatikan berbuka dengan mengambil sekedarnya saja. Tidak ambisi untuk berbebut makanan dengan orang lain. Kalau sudah ambil teh hangat, ya sudah, tidak nambah kolak, es buah, es blewah, dll.
Aku perhatikan adik kecilnya pun juga demikian. Ambil sekedarnya. Tidak semua jajan dilahap, pun juga tidak semua minuman ia ambil.
---
Bukan bermaksud nyinyir, tetapi sejujurnya kita pasti tahu kok kuantitas perut kita itu terbatas.
Menjelang buka puasa mata kita ingin ini itu, tapi pada akhirnya yang bisa kita makan hanya beberapa saja bukan?
Ya, kebutuhan kita itu sejatinya sedikit kok, keinginan kita aja yang berlebih.
Itulah hakikat dunia. Kita berebut masalah dunia, kita mengumpulkan banyak harta untuk memuaskan hawa nafsu, tetapi nyatanya tidak semua bisa kita konsumsi bukan?
---
Sungguh aku kasihan dengan dua cucu dari nenek itu. Sedari kecil mereka telah ditanamkan untuk banyak berkeinginan dan mengambil yang berlebih dari yang dia butuhkan.
Rasanya tidak heran jika banyak orang takut miskin atau takut kekurangan harta. Karena mayoritas dari kita dididik untuk banyak berkeinginan di luar apa yang kita butuhkan.
---
Dalam kesempatan lain, aku pernah berdiskusi dengan teman sekantorku. Dari diskusi itu ia kaget mendengar bahwa jatah makanku untuk seorang diri sebulan hanya Rp 600.000. Nominal yang sangat sedikit baginya dan nominal yang cukup membengkak bagiku karena sejujurnya aku pernah makan berdua dengan suamiku dalam sebulan dengan nominal yang sama.
Aku pun bercerita, "Aku pernah ya iseng pingin makan hokben. Trus aku pesen gofood. Habis makan hokben aku nyesel soalnya kenyangnya sama kayak makan biasa. Hehe. Kalau kenyangnya sama ngapain aku ngeluarin duit berlebih buat makan?"
Aku sengaja bercerita seperti itu karena teman kantorku ini termasuk pick eater. Mohon maaf, makannya dia biasanya yang mahal-mahal (untuk ukuranku). Aku ingin memberi insight kepadanya bahwa sejujurnya makan yang biasa aja juga bisa bikin kita kenyang kok.
Kebutuhan kita kan makan aja. Bukan makan yang mewah apalagi berlebih.
---
Inilah fenomena middle class trap, orang-orang berpenghasilan lebih dari kebutuhan yang membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang sebenarnya bisa ia cukupi dengan nominal yang lebih sedikit.
Mental inilah yang membuat kita takut tak punya uang. Padahal kebutuhan kita pasti dipenuhi Allah, tetapi memang tidak semua keinginan kita dikabulkan.
---
Tulisan ini aku buat sebagai pengingat bahwa sungguh kebutuhanku sejatinya sedikit, aku hanya perlu makan bergizi, perlu tempat tinggal yang layak, perlu biaya kuota untuk menuntut ilmu, dan hal mendasar sejenisnya.
Aku sungguh tak memerlukan gofood setiap kali makan, juga tak perlu membeli kerdung atau gamis baru setiap pekan, juga tak perlu menumpuk harta untuk membeli banyak kendaraan.
Kebutuhan kita sedikit dan pastilah Allah akan memenuhi kebutuhan itu.
---
Selesai ditulis di Denpasar, Bali
30 Ramadhan 1442H
A place to remember |
I'm gonna miss this mosque so badly |
Comments
Post a Comment